13 : Vila

4.4K 686 37
                                    

Lucca mengantarkan Louis yang ternyata kamarnya berada di bawah, lalu naik ke atas anak tangga menuju lantai dua untuk mengantar Drizel ke kamar.

"Selamat beristirahat," ucap lelaki itu.

"Terima kasih, Lucca."

Setelah masuk, Drizel dibuat takjub mendapati ruangan yang jauh lebih besar dari kamarnya. Interior sederhana namun masih ada kesan mewah dan elegan. Menaruh koper, gadis itu lari ke arah ranjang dan merebahkan tubuh dengan nyaman.

Perlahan-lahan pandangannya meredup, mata Drizel tertutup sempurna.

Kelelahan di jalan membuat Drizel tak sadar sejak kapan dia tertidur, saat terbangun semua sudah sunyi. Gadis itu meregangkan otot tubuh, turun dari kasur menuju jendela besar di kamarnya.

Drizel membuka tirai, suasana luar begitu gelap, dari balik kaca dia hanya bisa mendengar suara bising dari binatang-binatang malam.

Tubuh Drizel terasa lengket, Drizel memutuskan untuk menutup tirai kembali dan berjalan menuju kamar mandi.

Merendam diri di dalam bath-up, perlahan Drizel memejamkan mata. Saat mengerjap, kontan gadis itu melebarkan mata begitu mendapati semua sudah gelap. Lampu di kamarnya padam. Tidak, Drizel rasa tidak hanya di kamarnya.

Segera bangkit, gadis itu meraih bathrobe di dekatnya, ia pakai dan meraba ponsel untuk menyalakan senter. Drizel keluar dari kamar, dia lihat kanan dan kiri, sekitarnya benar-benar sepi.

Entah kenapa Drizel merasa seseorang sedang mengintai pergerakannya dari kegelapan, tak berani menoleh, Drizel terus melangkah menuju anak tangga. Lambat-laun Drizel bisa mendengar suara langkah kaki di belakangnya semakin mendekat, maka Drizel mempercepat ritme langkahnya dan berbalik badan tiba-tiba.

"AAARRRGHHH...!!!"

Drizel menjerit begitu cahaya senter di ponselnya mengarah pada wajah seorang lelaki tinggi tegap di hadapannya. Saking kaget gadis itu sampai tersentak mundur.

Reflek lelaki berkaos hitam itu menangkap pinggang Drizel, pada waktu yang sama lampu kembali menyala. Pak Sam, Lucca, dan Louis berlari menaiki anak tangga menuju lantai dua.

Pemandangan layaknya adegan pada drama-drama romantis mereka dapati, di mana si perempuan yang hampir jatuh memegangi leher si lelaki yang juga menahan pinggangnya. Dua pasang mata saling bertemu intens.

Sadar jika diperhatikan, lelaki tadi segera membantu Drizel berdiri sempurna. Seperti orang kikuk, ia garuk-garuk kepala merasa tak enak hati kepada Drizel.

"Sorry, aku kira tadi kamu hantu makanya aku penasaran dan ngikutin kamu pelan-pelan," katanya.

Louis tertawa, ia lari ke arah Drizel, mengamati gadis itu dari atas sampai bawah. Lalu tertawa semakin kencang sembari memegangi perut.

"Iya juga, sih. Udah muka serem, rambut panjang, pake putih-putih lagi."

Spontan Drizel menepuk kepala Louis, kini gantian Louis yang ditertawakan.

Pak Sam mendekat.

"Oh, iya... ini Gabriel, salah satu pemenang tiket eksklusif di Vila kami. Gabriel baru datang tadi pagi."

Louis menyodorkan tangan dengan cengirannya yang khas. Seperti anak kecil yang menyebalkan.

"Gue Louis, 23 tahun, mahasiswa di Universitas Castlelly."

"Gabriel," jawab lelaki berkaos hitam tadi menjabat tangan Louis.

Mundur beberapa langkah, Louis merangkul bahu Drizel, yang sontak langsung ditepis gadis itu. Louis malah cengengesan.

"Si kuntilanak ini, namanya Anne. Ya aslinya, sih, Drizella Annelies, tapi gue sukanya Anne. Jadi lo ikutin gue aja."

Hanya bisa menghela napas pasrah, nampaknya Drizel mulai terbiasa dengan sifat random bin annoying yang Louis miliki.

Gabriel senyum manis, menatap Drizel lalu menganggukkan kepala tanda menyapa dan Drizel membalas dengan hal yang sama.

***

Awan hitam yang menggumpal seolah-olah berusaha mengejar Drizel, gadis itu lari, tapi langkahnya terasa berat. Lama-lama kaki Drizel terasa lemas dan linu.

Brugh

Drizel jatuh, dia lihat lama-lama awan hitam tadi berubah membentuk wajah monster yang menyeramkan. Mata bulat merah, hidung seperti tengkorak, dan mulut lebar yang dipenuhi dengan gigi runcing banyak darah mulai terbuka seolah ingin melahap tubuh kecil Drizel.

Akhirnya gadis itu terbangun dalam posisi langsung duduk, matanya melotot dengan napas ngos-ngosan. Mimpi tadi benar-benar mengerikan. Sampai-sampai Drizel jadi merinding saat membayangkannya kembali. Seolah seperti sungguhan.

"Untung cuma mimpi," lirih Drizel.

Layaknya ada magnet di jendela kamar, Drizel langsung pergi ke jendela itu. Membuka tirai dan mendapati matahari masih berwarna oren di ujung timur sana. Saat melirik jam, ternyata menunjukkan masih pukul setengah enam pagi.

Perhatian Drizel teralih pada lelaki memakai celana jogger panjang, jaket hitam, dan sepatu. Sepertinya dia Gabriel. Lelaki itu lari kecil keluar dari gerbang.

"Kayaknya asik juga joging di perbukitan yang sejuk," tutur Drizel setelah melihat Gabriel.

Gadis itu mencuci wajah, mengganti pakaian lalu menuruni anak tangga. Baru melintasi dapur, seseorang memanggil namanya. Dia Louis yang sedang menyantap dua lembar roti tawar dengan selai nanas dan segelas susu cokelat di meja makan.

Mulut dipenuhi roti, Louis lari mendekati Drizel dengan segelas susu di tangannya.

"Wau we wawa?"

Menautkan alis, gadis itu menutup bibir Louis menggunakan jari telunjuk.

"Telen dulu baru ngomong!" suruhnya.

Fokus mengunyah lalu menelan roti hingga tanpa sisa di mulut, lelaki itu meneguk habis susu di tangannya. Setelah itu atensi Louis kembali pada Drizel.

"Mau ke mana?" tanya ulang lelaki itu.

"Huh... kirain ada yang penting. Mau joging."

"Ikut!"

"Yaudah gue tungguin."

"Tungguin apa? Orang udah selesai sarapan."

Drizel mengamati penampilan Louis. "Lo mau joging pake baju tidur dinosaurus ini?"

Mengangguk antusias, lelaki itu menyambar lengan Drizel, menggandengnya lari keluar dari pintu utama.

_I'm Back_

Follow IG:
@lullaby_are_wii

I'M BACKWhere stories live. Discover now