14 : H -6

4.2K 623 73
                                    

Drizel lari kecil, dari belakang diekori oleh Louis yang hanya memakai sendal jepit dan baju tidur. Lelaki itu memang rada-rada.

Secara mendadak Drizel berhenti, Louis yang ngos-ngosan lari kecil sembari menatap bawah tak menyadari itu dan berakhir menabrak punggung Drizel.

"Aw!" sentak gadis itu.

Louis sengaja duduk di jalanan kecil yang sesekali dilewati oleh warga sekitar, dia memegangi dada yang naik-turun lalu mendongak, matanya menyipit menatap Drizel bingung.

"Kenapa, sih, tiba-tiba berenti?"

Gadis itu memberi isyarat agar Louis diam. Menghentikan salah seorang kakek-kakek, Drizel penasaran, pasalnya dia mendengar suara deburan ombak yang lumayan dekat.

"Iya, Neng?" tanya lelaki tua itu.

"Mau ke mana, Kek?" Drizel basa-basi sebelum menuju inti.

"Nyari kayu bakar."

"Oh... ngomong-ngomong saya denger suara ombak, emang di sekitar sini ada laut, ya, Kek?"

"Iya, di sebelah sana," jawab Kakek itu, "Kalo mau ke pantainya Eneng harus turun bukit dulu."

Drizel mengangguk. "Makasih, ya, Kek."

"Neng ini pendatang baru, ya?"

"Saya penyewa Vila."

"Vila?" Kakek itu mengerutkan kening. "Vila besar itu?"

"Iya. Emang kenapa, Kek?"

"ANNE...!!!"

Sontak gadis itu menoleh kala suara Louis meneriaki namanya, dia lihat satu kaki Louis masuk ke dalam parit, kontan Drizel tertawa.

"Tolong! Kaki gue kesemutan, linu banget mau digerakin!"

Drizel menoleh Kakek tadi, namun lelaki tua itu sudah pergi begitu saja, dia berjalan cepat. Segera Drizel menghampiri Louis, membantu cowok itu mengeluarkan kaki dari selokan.

Keduanya tertawa.

"Bisa-bisanya kaki masuk parit!"

Louis menaikkan bahu. "Gue juga bingung."

"Masih kesemutan?"

"Masih lah! Tapi, Anne, lo tau gak kenapa harus ada istilah kesemutan? Maksud gue kenapa harus semut gitu loh... kan bisa pake yang lebih imut. Kekucingan misal, atau kemarmutan?"

Perut Drizel sakit hanya mendengar kalimat kekucingan dan kemarmutan. Pemikiran Louis memang tidak bisa diduga, sangat-sangat di luar angkasa.

Dengan sengaja Drizel menepuk kaki kanan Louis yang baru masuk parit. Sontak Louis berteriak nyaring, nyengir-nyengir kengiluan. Sesaat kemudian dia mengumpat, seluruh isi kebun binatang keluar dari mulut kotornya. Drizel semakin terpingkal.

"Dah ah gue jalan lagi!" Drizel berdiri melanjutkan langkah lari kecil.

"Lo mau sampe mana, sih, bitch? Capek gue. Udah kejauhan ini."

"Gue mau liat laut."

"Di perbukitan mana ada laut. Palingan juga lo nemuin pasar."

"Pasar ada di bawah sana kali, deket pemukiman."

"Pasar gaib."

Agak bungkuk, tanpa ragu seolah memang sudah akrab, Drizel menggunakan punggung telapak tangan untuk menepuk mulut Louis gemas.

"Hushh... jangan ngomong aneh-aneh!"

"Iya, maap."

"Lo kalo mau balik Vila, duluan aja."

"Ogah, ikut."

Kaki Louis sudah tidak senyar lagi, lelaki itu kembali mengikuti Drizel yang memimpin tujuan.

Setelah berjalan sekitar satu kilometer melewati jalan setapak di area yang ditumbuhi pohon pinus, sampailah Drizel dan Louis pada tujuan akhir, yaitu tebing yang langsung mengarah pada laut biru luas, senada dengan warna langit cerah pagi ini.

Drizel membulatkan bibir takjub, semilir angin menerpa rambut dan suara deburan ombak seolah menyegarkan pikirannya.

"Anne! Anne, coba sadarin gue!" seru Louis heboh menjulurkan tangan.

Gadis itu tak mengerti, menaikkan kedua alis tidak paham.

"Cubit kek, pukul kek."

Dengan senang hati Drizel menurut, mencubit tangan Louis sangat kencang sampai lelaki itu teriak mengaduh sakit.

"AH... SAKET, BITCH!"

"Lo yang nyuruh!"

"T-tapi gak sampe dipelintir juga dong."

"Lagian kenapa, sih?" heran Drizel masih terkekeh.

"Ya ngetes aja, kali gue dah mati."

"Ha? Maksudnya?"

Louis memutar bola mata malas.

"Pemandangan ini indah banget, Anne. Kayak gue belom mati tapi udah dikasih lihat Surga sama Tuhan," jelasnya.

Mengangguk setuju, Drizel makin tertawa.

"Lebay!"

"Gue pipis dulu, deh, ngempet banget dari tadi."

"Mau pipi di mana?"

"Di sini. Lo mau liat?"

"Cowok kampret!" Drizel menepuk kepala Louis.

"Nyokap lo nyidam paan, sih? Ringan amat punya tangan."

"Lagian lo ngomong asal jeplak!"

"Ya kali gue beneran pipis di sini. Ntar lo ngiler lagi liat keperjakaan gue. Bisa-bisa niat liburan, pulangnya malah jadi korban pencabulan."

Menahan tawa, Drizel melepas sepatunya, sontak Louis gelagapan.

"Jangan sampe lo gajadi pipis gara-gara sepatu gue, ya, Louis."

Tanpa menjawab apapun, lelaki itu langsung lari kocar-kacir mencari pepohonan untuk buang air kecil. Sekaligus menghindari amukan sepatu Drizel.

Menghela napas, Drizel geleng-geleng kepala. Gadis itu maju ke tepi tebing untuk menikmati pemandangan lebih leluasa, ia membentangkan tangan, sorot matahari menerpa wajahnya, Drizel memejam.

Berada dalam posisi seperti ini membuat Drizel merasa jadi satu-satunya yang ada di dunia, ia merasa bebas dari segela beban dan semua masa buruk dalam hidupnya.

Tapi sekelebat bayangan tiba-tiba hinggap di ingatan Drizel pada saat gadis itu ingin berada dalam ketenangan lebih lama, bayangan seorang wanita di tengah ramainya jalan raya, bersama mobil truk yang mengantarnya pulang ke pangkuan semesta.

Drizel langsung membuka mata.

"DORR...!!!" teriak Louis di waktu bersamaan sembari mendorong bahu Drizel.

"AARRRGHHH...!!!"

Kontan gadis itu menjerit, saat terdorong kakinya tak menemui pijakan, berakhir terpeleset. Untunglah tangan Drizel langsung sigap meraih akar besar yang merambat di tepi tebing.

"Louis, tolong!" teriak Drizel.

Seolah tak ada kepanikan sama sekali, lelaki itu malah tertawa melihat Drizel dalam keadaan berbahaya seperti itu.

"LOUIS! TOLOOONGGG...!!!" ulang Drizel takut dengan nada lebih tinggi.

"Mau ditolongin?"

Gadis itu berdecak, ia mengangguk.

"Mau aja atau mau banget?" kekeh Louis.

"Ini bukan waktunya bercanda, Louis! Bantu gue naik!"

Mencebikkan bibir, lelaki itu melangkah maju. Kakinya berdiri tepat di hadapan tangan Drizel. Membulatkan mata, gadis itu terperangah panik saat Louis mengangkat satu kaki seakan ingin menginjak tangannya.

_I'm Back_

Follow IG:
@lullaby_are_wii

I'M BACKWhere stories live. Discover now