28 : Janggal (H -1)

2.9K 448 6
                                    

"Silakan kemasi barang kamu!"

"Saya akan pergi, tapi tidak sendiri. Saya ingin pergi bersama Gabriel!" jawab Drizel.

Sammuel menoleh Gabriel. Berjalan mendekat, Gabriel meraih pisau di bawah kaki Sammuel.

"Pisau ini masih bersih, kucing itu mati bukan karena Anne yang bunuh," bela Gabriel.

"Lantas siapa?"

Semua diam, suasana jadi hening.

"Mungkin ada seseorang yang berusaha meneror."

"Pak Sam, sepertinya ada benarnya penjelasan Gabriel. Leher kucing ini tidak seperti disayat menggunakan pisau, tapi dijerat menggunakan tali sampai hampir putus," sambung Lucca.

Lelaki itu menunjukkan sehelai benda panjang berwarna merah yang masih terlilit di leher kucing.

"Keren banget aktingnya," kekeh Drizel dalam hati.

"Jadi Anne gak jadi diusir kan, Pak?" tanya Gabriel.

"Maaf sudah menuduh kamu, tapi untuk apa kamu membawa pisau?" tanya Sammuel.

"Perlawanan," pungkas Drizel.

"Gabriel, kembalilah ke kamar kamu," suruh Sammuel. "Lucca, tolong urus semua ini."

"Saya akan panggilkan Pak Irwan."

Entah kenapa tiba-tiba perhatian Drizel tercuri pada Gabriel yang menggaruk hidung sebelum berbalik badan kembali ke kamar, gadis itu agak syok saat melihat bekas cakaran di punggung telapak tangan Gabriel.

Pak Irwan datang membawa kain dan alat pel, sedangkan yang lain sudah kembali ke kamar masing-masing.

Drizel berdiri di belakang Pak Irwan yang jongkok dan membersihkan sisa darah, kemudian membungkus kucing tadi pada sebuah kain. Drizel melamun, dia terus kepikiran tentang bekas cakaran Gabriel.

"Kalo gak cepat pergi, kamu akan mati."

Terkejut setengah mati, Drizel terjatuh sehingga lututnya membentur lantai begitu mendengar ucapan Pak Irwan. Meski begitu Pak Irwan tetap memunggungi Drizel dan fokus pada kegiatannya.

"B-bukannya Pak Irwan gak bisa bicara?" tanya Drizel.

Pak Irwan tidak menjawab, bahkan menoleh pun tidak.

"Pak!" sentak Drizel menyentuh pundak lelaki itu.

Kontan Pak Irwan menoleh seperti terkejut. Dia mengangkat dagu seolah bertanya, "Ada apa?"

Kenapa seolah-olah tidak terjadi sesuatu? Drizel yakin betul bahwa yang tadi berucap adalah Pak Irwan.

"Tadi Bapak kan yang baru aja ngomong?"

Pak Irwan menggeleng cepat, menunjuk bibirnya seakan memberi isyarat jika dia tidak bisa berbicara.

Setelah semua sudah beres, Pak Irwan pergi dengan membawa mayat kucing. Drizel masuk kamar dan menuju kamar mandi, dia mencuci wajah lalu memandangi pantulan dirinya di cermin kamar mandi.

"Semua jadi janggal. Aku gabisa berpikir jernih!"

Drizel menggigiti kuku jarinya merasa resah.

***

Hari ke-6 berada di Vila terkutuk, Drizel sengaja bangun siang. Saat keluar kamar, tidak dia dapati siapapun di dalam Vila, gadis itu menuju garasi, mobil pun juga tidak ada. Baik mobil Pak Sam maupun mobil yang sering dibawa Lucca.

Masuk ke dalam menuju lantai atas, Drizel mengetuk-ngetuk pintu kamar Gabriel.

"GABRIEL!"

Tidak ada sahutan sama sekali. Saat memutar gagang pintu, Drizel tidak menyangka jika pintu kamar Gabriel tidak dikunci.

Gadis itu segera masuk, mengamati sekitar seraya melangkah ragu. Drizel melihat tas ransel milik Gabriel berada di bawah ranjang.

Sekali lagi Drizel celingukan, memastikan bahwa tidak ada orang di sekitarnya. Membuka tas Gabriel lalu mencari sesuatu yang bisa menunjukkan tanda-tanda untuk memecahkan kebingungan yang ada di kepalanya.

Benda berwarna cokelat terbuat dari kulit buaya asli berhasil ia temukan, benda itu adalah dompet milik Gabriel. Saat membukanya, Drizel menemukan kartu tanda penduduk dan beberapa tanda pengenal lainnya.

"Gabriel Arsean," lirih Drizel membaca kartu tanda penduduk itu.

Melihat tahun lahir Gabriel, Drizel baru tahu ternyata usia Gabriel 23 tahun. Dia terlihat lebih muda dari usianya. Seketika kecurigaan Drizel mampu ditepiskan karena tidak terselip marga Rodriguez pada nama Gabriel.

"Mau gak mau, aku akan paksa kamu keluar dari sini."

Mengeluarkan pakaian Gabriel dari dalam lemari, Drizel berniat mengemasi barang lelaki itu.

Ternyata di tepi pintu sudah ada Gabriel yang baru saja pulang dari lari pagi. Lelaki itu tersenyum sinis.

"Untung aja aku udah ganti isi dompetku, ada untungnya menuruti istilah sedia payung sebelum hujan," monolog Gabriel pelan, hanya dirinya sendiri yang bisa mendengar.

"Anne, kamu ngapain?" tegur Gabriel.

Sontak  Drizel berbalik badan cukup kaget. Gadis itu lari ke arah Gabriel.

"Kita harus pergi dari sini! Waktu kita gak banyak."

"Kamu kenapa, sih? Kebanyakan nonton film, ya?"

"Tolong, Briel. Aku mohon sama kamu, ayo pergi dari sini!"

"Ada apa ini ribut-ribut?" tanya Lucca dari ambang pintu.

Reflek Drizel dan Gabriel menoleh, Drizel terlihat panik.

"Gak ada apa-apa kok," jawab Gabriel.

"Saya sudah belikan kalian makanan. Ayo, ke bawah."

Lucca pergi dari ambang pintu, lalu Gabriel menghadap Drizel. Dia sentuh pipi gadis itu.

"Stop bercanda kayak gini, kalo Lucca atau Pak Sam denger, kamu bisa buat mereka tersinggung. Kamu gak lihat mereka sebaik itu sama kita? Di mana lagi kita bisa dapetin pelayanan terbaik dalam waktu seminggu hanya dengan bayar sepuluh juta? Kita gak akan lama lagi ada di sini, jangan tinggalin kesan buruk, oke?"

"Kamu gak ngerti, Briel. Aku bisa buktiin sama kam-"

"Ssttt..." potong Gabriel meraih tangan Drizel. "Kamu keluar dulu, aku mau ganti baju, terus kita turun dan makan bareng."

Keras kepala Gabriel berhasil membuat Drizel hampir gila.

_I'm Back_

Follow IG:
@lullaby_are_wii

I'M BACKWhere stories live. Discover now