04 : Dinner

7.9K 1K 20
                                    

Tepuk tangan serta sorak senang dari para Karyawan menghiasi ruang Kafe, malam ini mereka sengaja tidak menerima pengunjung hanya untuk Drizel.

Gadis itu meraih buket bunga yang disodorkan lelaki di hadapannya. Stefan membentangkan tangan, meski agak ragu Drizel membalas lelaki itu dengan pelukan hangat.

Mengusap kepala bagian belakang Drizel, Stefan mengecup singkat telinga gadis itu.

"Terima kasih sudah menerima saya," bisiknya.

"Kalian, tolong bersihkan semua ini lalu boleh langsung pulang!" seru Stefan kepada semua Karyawan.

Menggandeng tangan sang Pacar, Stefan membawa Drizel ke arah parkiran. Mereka masuk ke dalam mobil.

"Pak, mau ke mana?"

Lelaki di depan kemudi itu tersenyum simpul. "Ikut saja. Ngomong-ngomong mulai sekarang jangan panggil saya Pak."

"Terus?"

"Kamu bisa panggil saya menggunakan nama. Atau panggilan sayang jika mau."

Drizel tersenyum malu.

Mobil berhenti di toko baju dengan brand ternama. Membukakan pintu untuk Drizel, Stefan menuntun pacarnya masuk ke dalam.

"Selamat datang di toko kami, ingin mencari pakaian apa agar saya bisa bantu pilihkan, Tuan? Nona?" sapa ramah seorang Karyawan toko baju.

"Saya mau gaun makan malam yang paling indah untuk pacar saya. Satu lagi, tolong buat pacar saya secantik mungkin malam ini."

"Baik, Tuan... mari, Nona, ikut saya."

Drizel mengikuti wanita itu bersama tiga wanita lain. Dia terlihat sangat pasrah saat para wanita itu mulai mendandani dirinya.

Cukup lama duduk pada salah satu sofa sembari bermain ponsel, Stefan meraih secangkir kopi yang sudah disiapkan pihak toko. Baru juga menyeruput, kehadiran Drizel mampu membuatnya tersedak.

Stefan terbatuk-batuk.

"Sayang!" panggil Drizel reflek lari menghampiri Stefan sembari menepuk-nepuk punggung lebar lelaki itu.

Terdiam, pelan-pelan Stefan mengangkat wajah. Mereka berdua saling berpandangan.

"Coba ulangi?"

"Apa?"

"Tadi kamu memanggil saya apa? S-sayang? Saya tidak salah dengar?"

Stefan merekahkan senyum lebar, lalu Drizel menunduk mengulum bibir, wajahnya semu malu.

"Kamu sangat cantik dengan gaun hitam itu."

"Terima kasih."

Stefan berdiri memberikan lengannya. "Ayo!"

Ikut berdiri, Drizel menggandeng tangan lelaki yang beberapa waktu lalu telah resmi menjadi pacarnya. Membayar di kasir, lalu mereka kembali ke mobil.

Ternyata Drizel dibawa ke sebuah Restoran pada Hotel mewah yang sangat terkenal. Drizel terperangah takjub, mejanya berada di pinggir dinding kaca tebal yang bisa membuat pengunjung langsung menatap suasana malam kota dari lantai paling atas.

"Kamu suka tempat ini?" tanya Stefan.

Drizel mengangguk antusias.

"Kalau begitu saya pastikan kita akan ke sini lagi kapanpun kamu mau."

"Haha, enggak. Tempat ini terlalu mahal."

"Kenapa? Kamu pikir saya tidak punya uang? Saya bisa membeli tempat ini jika kamu meminta. Kamu mau?"

Drizel menggeleng cepat. Stefan tertawa. Tak lama, pesanan datang. Dua steak dan dua gelas wine disajikan di atas meja mereka.

"Selamat makan, Tuan Putri..." ucap Stefan.

Sedang asik makan, Drizel kaget saat tiba-tiba Stefan mencondongkan tubuh mengusap tepi bibirnya menggunakan ibu jari.

"Pelan-pelan, Sayang. Sampai belepotan gitu," kekeh Stefan menyesap ibu jarinya yang terdapat bekas saus dari tepi bibir Drizel tadi.

Desiran aneh Drizel rasakan, gadis itu mengunyah pelan-pelan sisa steak di dalam mulutnya.

Usai menyantap hidangan dan membayar, Stefan berdiri mengulurkan tangan kepada Drizel. Dia menggandeng Drizel, membawa gadis itu menuju kamar hotel VIP yang sudah ia pesan.

"Kita ngapain ke sini?" tanya Drizel mengamati Stefan yang sedang menutup pintu kembali.

Stefan senyum, mendekati Pacarnya lalu merangkul pinggang gadis itu. Stefan menggiring Drizel agar duduk di tepi kasur king size dengan seprai putih itu. Mengerjapkan mata, Drizel merasa tidak nyaman.

Apalagi saat Stefan melepas jas, dasi, dan jam tangan satu persatu. Apakah lelaki itu ingin berbuat macam-macam kepadanya? Tidak. Drizel tidak boleh berpikir negatif.

"Aku mau buang air kecil," sahut gadis itu lari masuk kamar mandi.

Mengamati bayangannya di dalam cermin, Drizel menghela napas panjang. Dia hidupkan wastafel, membasuh tangan berharap bisa menetralisir rasa cemas.

"Aku harus pulang," lirihnya.

Drizel memutar gagang pintu, gadis itu teriak kaget begitu didapatinya Stefan berdiri di ambang pintu.

"Lama banget?" tanya Stefan.

"I-iya."

"Sini, saya ada sesuatu buat kamu."

Menggandeng Drizel, lelaki itu mendudukkan pacarnya pada kursi di depan meja rias. Stefan berdiri di belakang tubuh Drizel, dua insan itu saling berpandangan lewat kaca.

Mengeluarkan kotak merah dari saku celana, sebuah kalung berlian terlihat indah menjuntai dari tangan Stefan.

"Kalung?"

"Iya, saya belikan untuk kamu."

Drizel menoleh belakang. "Maaf, aku gabisa terima. Kalung itu terlalu mahal untuk ku pakai."

"Kalung ini gak ada apa-apanya daripada rasa cinta saya kepada kamu. Jika kamu menolak, saya akan kecewa."

Kedua alis Drizel menurun, dia bimbang.

"Ayo, angkat rambutmu, biar saya pakaikan."

Meneguk saliva, Drizel sempat berpikir panjang. Setelah Stefan menyuruhnya untuk kedua kali, barulah gadis itu menurut, mengangkat rambut untuk mengekspos leher jenjangnya.

Sedikit membungkuk, lelaki itu memasangkan kalung di leher Drizel. Sesekali dia endus aroma susu pada tengkuk pacarnya itu sampai memejamkan mata.

"Udah?" tanya Drizel menyadarkan Stefan.

Lelaki itu memiringkan kepala, menyandarkan dagu di atas pundak Drizel lalu mengangguk. Saat ingin melepaskan rambutnya, Stefan segera menahan tangan Drizel.

"Tunggu dulu, kamu lebih cantik begini. Biarkan saya memandang lewat cermin lebih lama."

Leher gadis itu panas dingin, dia tidak berani membantah apa kata Stefan.

_I'm Back_

Follow IG:
@lullaby_are_wii

I'M BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang