31 : Kakek

2.4K 368 5
                                    

Menahan tancapan beling di telapak kaki, Drizel lari sekuat mungkin menyusuri hutan lebat di tengah pulau. Drizel mengenali tempat ini, dan dia baru sadar jika tadi dirinya disekap di Kastil pulau Puillo.

Di ujung sana Drizel bisa melihat dua kapal bertengger di tepian pulau, naik ke atas kapal meninggalkan jejak darah dari telapak kaki, gadis itu bingung bagaimana cara menjalankan kapal.

Di sisi lain Drizel tergesa, jantungnya berdebar hebat, dia selalu menoleh ke belakang pada jalan setapak yang dikelilingi berbagai jenis pepohonan. Drizel was-was, takut tiga lelaki brengsek itu muncul dari sana dan mengejarnya.

Pasalnya saat ini Drizel tidak punya senjata apapun untuk melawan. Rasa sakit akibat luka bakar pun mulai terasa perih dan panas pada bagian tangan.

Dari kejauhan terlihat lampu dari perahu kecil, Drizel yakin bahwa itu adalah perahu seorang nelayan. Jarak mereka sekitar 500-700 meter.

Turun dari kapal, Drize melambaikan tangan dari kegelapan seraya berteriak meminta tolong.

"TOLOOOONGG...!!! SIAPAPUN ITU, TOLONG SAYA!"

Rupanya jeritan Drizel terdengar oleh lelaki tua yang sedang mencari ikan di tengah laut sana. Tanpa pikir panjang, lelaki itu langsung mengarahkan kapalnya ke arah pulau.

Drizel sedikit lega, sesekali dia menoleh belakang.

"Hei!" seru Sammuel keluar dari rimbunnya pepohonan.

Terlonjak kaget berbalik badan, Drizel melangkah mundur, ekspresinya menunjukan kecemasan. Sammuel tertawa, tak selang lama Lucca dan Gabriel terlihat.

Penerangan mereka hanya mengandalkan sorot bulan.

Menyadari perahu nelayan yang semakin mendekat, Sammuel menautkan alis. Drizel lari menuju tengah laut sampai setengah badannya hampir tenggelam.

"Bang, jangan biarin dia lari!" seru Lucca segera lari ke arah Drizel.

"TOLOOONGG...!!!" teriak Drizel kencang.

Kapal berada di dekatnya, tahu jika ada gadis yang berada dalam bahaya, Kakek itu mengulurkan tangan membantu Drizel naik ke atas perahunya.

Kesusahan naik, Lucca berhasil menarik kaki Drizel. Perahu terguncang, Drizel menguatkan pegangannya pada sisi perahu. Sammuel dan Gabriel mendekat.

Kakek tadi menyisir tiap sudut kapalnya, mencari barang yang bisa digunakan untuk menolong Drizel. Meraih ember, lalu dia lempar sampai mengenai kepala Lucca, sontak lelaki itu melepaskan kaki Drizel dan kapal berjalan sebelum Sammuel dan Gabriel sempat mendekat.

"AARRRGGHH...!!!" teriak Sammuel kesal memukul air.

Gabriel menuntun Lucca ke tepian, lalu mereka naik ke atas kapal yang tadi dibawa Sammuel untuk mengejar Drizel.

Di atas perahu Drizel gemetaran.

"Ada apa ini? Kamu bukannya yang tinggal di Vila itu?" tanya Kakek setengah panik saat perahu kecilnya dikejar oleh kapal yang jauh lebih besar.

Drizel mendongak dan baru sadar jika Kakek yang telah menolongnya adalah seorang Kakek tua yang dulu pernah berpapasan dengannya saat lari pagi pada hari pertama berada di Vila.

"Pulau itu sudah lama mati, seorang konglomerat membeli pulau itu untuk dijadikan tempat judi sekitar 22 tahun lalu. Koneksi keluarga itu sangat kuat sampai-sampai negara tidak bisa menutup tempat itu. Namun setelah pemiliknya mati, bangunan dihancurkan. Belum lama ini pemiliknya mendirikan bangunan, tapi tidak ada yang tahu bangunan apa itu. Tepatnya tidak ada yang berani ke sana."

"Keluarga itu bermarga Rodriguez?"

Lelaki tua itu menoleh, lalu mengangguk.

"Pemilik Vila tempatmu tinggal juga. Vila itu telah lama terbengkalai, makanya saya heran mengapa tiba-tiba ada penghuninya. Keluarga Rodriguez sangat berbahaya, warga di kaki bukit sangat membenci keluarga itu meski semua telah berlangsung puluhan tahun lalu."

Drizel fokus mendengarkan di tengah perahu yang melaju kencang, pantai sudah terlihat di kejauhan sana.

"Kenapa?" tanya Drizel.

"Saya tidak tau kenapa mereka sangat tertarik dengan daerah perbukitan ini, sampai-sampai 23 tahun lalu mereka telah merampas kekayaan alam kami untuk kepentingan pribadi. Lagi-lagi dibantu petinggi negara, keluarga Rodriguez berhasil merebut Telaga Elok dari kami yang sekarang disebut Telaga Darah karena rumornya pernah terjadi pembunuhan di sana. Kebenarannya masih belum jelas, karena warga tidak melihat kejadian itu secara langsung."

"Untuk apa telaga itu, Kek?"

"Yang saya tahu, Telaga itu ingin dijadikan tempat hiburan semacam tempat bermaksiat, namun baru menjajal pembangunan satu mansion, pemiliknya terlibat kecelakaan dan mati bersama istrinya. Yang saya tahu, sekarang semua bisnis diteruskan oleh putra-putra mereka yang kehidupannya seakan misterius. Lalu, kamu belum menjawab saya, kenapa bisa ada di sini? Dan siapa mereka?"

"Mereka para putra dari keluarga Rodriguez, mereka ingin membunuh saya."

Tertegun sesaat, lalu perahu berhenti. Drizel buru-buru turun bersama Kakek tua tadi. Kapal milik Sammuel juga hampir sampai di pesisir.

"Terima kasih, Kek."

"Kamu mau ke mana?"

"Saya mau ke Telaga Darah untuk membantu teman saya."

"Baiklah, bertahan di sana selama yang kamu bisa, saya akan lapor polisi dan beritahu warga lain untuk membantu kamu."

Drizel mengangguk, dia lari mendahului Kakek tadi. Hingga suara teriakan serak membuat Drizel berhenti mendadak, dia sempatkan diri menoleh dan sudah mendapati Kakek tadi tertangkap oleh Sammuel.

Dengan keji Sammuel menusukkan pisau berkali-kali di bagian punggung lelaki yang tubuh rentanya ia duduki.

Menyadari Lucca dan Gabriel lari mengejarnya, antara tega dan tidak tega, terpaksa Drizel lanjut lari meninggalkan lelaki tua yang telah menyelematkannya beberapa saat lalu.

"Terima kasih dan maaf, Kek, tapi saya janji, darah akan dibalas darah," lirih Drizel di tengah langkah lari.

Tanpa sadar air mata gadis itu berjatuhan, dia cukup merasa bersalah telah melibatkan nyawa orang yang tak tahu apa-apa dalam masalahnya. Rasa bencinya semakin besar kepada keluarga Rodriguez.

_I'm Back_

Follow IG:
@lullaby_are_wii

I'M BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang