05 : Licik

7.4K 976 14
                                    

Hanyut dalam keheningan, tak diduga Stefan memutar kursi Drizel. Menahan napas, Drizel memundurkan wajah begitu menyadari posisi mereka terlalu dekat sampai-sampai napas segar Stefan bisa Drizel rasakan.

Kedua lengan Stefan mengurung tubuh gadis itu. Lama-lama wajahnya mendekat, tatapan Stefan tak berpaling dari bibir Drizel.

Menghela napas perlahan, Drizel memergik kecil begitu ia rasakan sesuatu lembut mendarat di bibirnya. Mata gadis itu membulat, dia membeku pasrah membiarkan Stefan memagut bibirnya sesekali memainkan lidah dengan lihai di dalam mulutnya.

Pelan-pelan mata Drizel memejam.

Melingkarkan tangan di pinggang Drizel, dengan ringan lelaki itu mengangkat tubuh Drizel dan memindahkannya ke atas meja rias. Suasana semakin panas.

Sreekkk...

Kontan Drizel mendorong dada bidang Stefan saat lelaki itu berusaha membuka ritsleting gaunnya di bagian punggung. Lelaki berparas tampan itu mengerutkan kening.

Drizel turun dari meja, dia silangkan tangan ke depan dada.

"Ini bukan gaya berpacaran saya," ujar Drizel pucat.

"Kamu belum pernah melakukan ini?"

"Saya belum pernah berpacaran dengan seorang lelaki."

Mendengar pernyataan Drizel, Stefan antara percaya dan tidak percaya. Mana mungkin gadis secantik dia tidak pernah berpacaran?

"Saya mau pulang," pungkas Drizel.

"Oke, saya akan antar kamu pulang. Maaf atas tindakan saya barusan. Lain kali tidak akan saya ulangi."

Di dalam mobil, Stefan meraih paperbag yang ia taruh di kursi belakang kemudi, dia berikan untuk Drizel.

"Terima ini... boneka itu lucu, saat melihatnya saya langsung teringat kamu."

"Saya merepotkan, ya?"

Drizel menunduk segan.

Kemudian lelaki itu tersenyum, meletakkan paperbag di tangannya ke atas pangkuan Drizel, dia usap lembut puncak kepala Drizel.

"Kamu tidak merepotkan, malah saya senang memperlakukan kamu seperti ini."

***

Di dalam kelas, Drizel sadar jika sejak tadi seseorang terus menatapnya. Namun ia tidak memedulikan itu dan tetap fokus memperhatikan Dosen.

Tak berapa lama, lelaki dewasa di depan sana izin mengangkat telepon. Dia keluar kelas, lalu kembali lagi dengan tergesa dan ekspresi panik.

"Maaf, saya harus pulang karena istri saya mengalami kontraksi. Di rumah sedang tidak ada siapa-siapa. Jadi kita undur saja mata kuliah hari ini, saya akan kembali satu jam lagi!"

"Baik, Pak..." jawab seisi ruangan kompak.

Satu persatu semua orang meninggalkan kelas, meninggalkan barang mereka di dalam kelas. Kini di dalam ruangan itu hanya tersisa Alice dan kedua sahabatnya.

"Laper gue," keluh salah seorang gadis.

"Sama. Yok, kantin!" ajak gadis lain.

"Yaudah, yok!" timpal Alice.

Di tengah lorong kampus menuju Kantin, mendadak Alice berhenti. Tentu dua sahabatnya ikut berhenti mengamati Alice bingung.

"Tiba-tiba mules pengen BAB," dalihnya. "Kalian ke Kantin duluan aja, gue mau ke Toilet dulu."

"Kita ketemu di Kantin, ya? Byee...."

"Byee!"

Bukannya ke toilet, Alice malah belok kembali masuk kelas. Sekitar sepi. Berhenti di tempat duduk Drizel, dia lepas gelang mewah di pergelangannya. Dengan penuh rencana jahat, Alice memasukkan gelang itu ke dalam tas Drizel.

I'M BACKWhere stories live. Discover now