42. Neverland

788 103 147
                                    

Jumpa lagiii kitaaaaaa.

Gimana kabar kalian? Jawabannya nggak harus baik, kok. Yang terpenting adalah seberapa kuat kamu melewati semuanya. Tapi, lihat. Kamu udah sejauh ini bertahan. Selamat, kamu kuat! Kamu hebat! Dan hai, manusia hebat. Udah siap baca lanjutan ceritaku ini?😜

Kalo udah siap, spam komen "🤩" di sini.

Terus, spam "🥳" di sini.

Terakhir deh, kasih satu kata buat cerita Cephalotus di sini.

Maaf ya, aku lambat update. Sebagai gantinya, khusus chapter ini aku panjangin sampe 3000kata. Jangan di skip yaa bacanya. Biar nanti nggak bingung.

Okee, selamat membacaaaa

———

Karena bukan kesempurnaan yang menjadikanmu pilihan. Ada satu hal yang tak pernah kupahami. Merasa takut kehilangan, pun merasa nyaman tanpa alasan.
—Derrellio Rellio

• • •

Aline menatap Meira dengan tajam. Untuk saat ini ia tidak akan tinggal diam.

"Anakmu kabur bersama anakku, Meira. Itu persetujuan mereka berdua. Jangan salahkan anakku! Justru anakmu yang mestinya patut kamu pertanyakan. Dia kan anak laki-laki, di mana harga dirinya sampai mau dibawa kabur sama anak perempuan!" ucapnya berapi-api.

Meira tak gentar menatap Aline dengan sama tajamnya. Lalu, sesaat ia menatap ke arah Rendy yang berdiri di sampingnya. "Saya nggak mau tahu! Dari awal, kalian berdua yang merencanakan ini! Kalian berdua yang sengaja mempertemukan Derrel sama Atilla biar hubungan kalian bisa tertutupi! Cari anakku. Sekarang saya tidak akan tinggal diam!"

Rendy menyugar rambutnya ke belakang dengan frustasi. Masalah ini sudah cukup membuat pusing, ditambah lagi istrinya mengamuk di rumah Aline.

"Ini bukan waktunya saling menyalahkan. Sebaiknya kita kerja sama buat nyari Derrel sama Atilla. Saya mohon, kalian berdua kesampingkan dulu ego masing-masing. Demi anak-anak kita."

Aline maupun Meira langsung terrdiam setelah mendengar ucapan Rendy yang memang ada benarnya, meskipun tetap saja dua wanita itu masih saling menyerang lewat tatapan yang menghunus tajam.

"Maaf, tapi sepertinya akan lebih baik kalau kita libatkan Adrian juga." Aline berbicara, membuat Rendy spontan menatapnya tak percaya. Sedikit rahasia, pria itu terlihat seperti tak terima.

Aline menahan napasnya saat Rendy memutus kontak dengan matanya. "Begini, bagaimanapun juga, Adrian itu ayahnya Atilla. Dia berhak tau tindakan apa saja yang akan kita ambil untuk mencari anaknya. Dia pun berhak membantu mencari jika dia mau."

"Lalu?" tanya Rendy dengan jari yang memijat pelan pelipisnya.

"Kita ke rumah Adrian sekarang."

Setelah sempat saling menatap, Meira dan Rendy langsung berjalan keluar dari rumah itu, disusul dengan Aline yang juga sudah berjalan ke arah mobilnya.

• • •

Rendy tidak tahu persis alasan seperti apa yang akan mendukung gagasannya untuk berdiri paling di depan sekarang. Ia bahkan memberanikan diri mengetuk pintu rumah Adrian—pria yang paling membenci dirinya. Mungkin karena merasa satu-satunya laki-laki di antara dua wanita di sana, ia merasa harus mendominasi rencana ini.

CephalotusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang