29. Lovely Little Girl

1K 120 29
                                    

Biarlah aku tetap di sini. Menikmati senyummu berhari-hari. Menyembunyikan rindu-rinduku, yang tak pernah mau kau tahu.
—Derrellio Rellio

• • •

"Kamu mau diem sampe kapan?" Duta mendorong buku menu hingga ke ujung meja. Berharap setelah itu Atilla akan mulai bicara padanya.

Atilla mengabaikan buku menu yang disodorkan ke hadapannya. Menatap kekasihnya itu dengan instens, berusaha membuatnya mati kutu meskipun sulit.

"Kamu kenapa sih?" tanya Duta mulai gusar.

"Emang semudah itu ya, buat kamu ngelupain kesalahan? Sekarang tingkah lo udah kayak orang nggak punya salah apa-apa!"

Duta terdiam. Segencar apapun usahanya untuk menghindari pembicaraan ini, pada akhirnya Atilla akan membicarakannya juga. "Sayang, udahlah. Lo kan tau kalo orang mabuk itu nggak waras."

Atilla menggeretakkan giginya lantaran gemas. "Mana ada orang nggak waras masih ada keinginan buat ngewe?!" balasnya telak, membuat Duta gelagapan di depannya.

"Demi Tuhan, Til. Aku nggak ada niatan buat apa-apain kamu. Itu aku lagi di bawah pengaruh obat doang, kok. Lagipula, kamu juga kan? Kamu duluan yang langsung main sosor bibir orang sembarangan."

Oh, tidak. Atilla lupa bahwa Duta tak ubahnya seperti dirinya. Ia bisa membalikkan pertanyaan hingga lawan bicaranya terbungkam.

"Ish!" Cewek itu menepak kepala Duta sekeras yang ia bisa. "Emang kamu kira aku angsa, main sosor-sosor sembarangan?!"

"Emang kenyataannya kayak gitu, kok." Duta memantapkan tatapan matanya dengan milik Atilla saat mengatakan itu.

"IH! ITU KAN KARNA PENGARUH OBAT PERANGSANG!" elak cewek itu, tak terima.

"Nah!" Badan Duta sengaja ia angkat sedikit saat jarinya juga menjentik bersamaan. "Tuh tau kalo malam itu kita dikendaliin obat perangsang! Terus, masalahnya di mana coba?"

"WOY, ANAK ORANG KAMU BIKIN BABAK BELUR,  DUTA! HAMPIR MATI! SADAR NGGAK, SIH?!" Atilla sampai menendang-nendang kaki Duta yang menjuntai di bawah meja saking kesalnya.

"Aku kan nggak mungkin mukulin dia kalo dia nggak mukul duluan," tutur Duta.

"Aku nggak mau tau! Kamu harus minta maaf sama Derrel!"

"Yaudah, iya. Nanti aku minta maaf sama dia. Udah, kan? Selesai?"

Atilla hanya diam. Melihat reaksi Duta yang tidak terlalu peduli tentang masalah itu membuatnya betul-betul kesal sekarang. "Kamu! Kok kayak cuek banget sih sama masalah ini?! Seolah-olah kamu nggak punya salah sama sekali," keluhnya.

"Lah, terus aku harus gimana lagi?" Duta mengacak rambutnya frustasi. "Please. Ini aku baru selesai ujian. Mau seneng-seneng, mau abisin waktu sama kamu. Tapi kamu kok malah kayak gini, sih?"

"Pokoknya, kalo sampe kamu nggak minta maaf sama Derrel, aku nggak mau ketemu kamu lagi!"

"Iya, iya! Aku pasti minta maaf. Sekarang makan dulu. Kamu mau makan apa?"

"Terserah." Rasa kesal itu masih bersisa di benak Atilla, meskipun Duta sudah berusaha membujuknya.

"Di menunya nggak ada makanan yang namanya terserah. Mau makan apa, Atilla?"

CephalotusWhere stories live. Discover now