18. Fake Confession?

1.4K 158 74
                                    

"Hai, Cinta. Perkenalkan, aku adalah hati yang pernah patah olehmu."
—Atilla Solana

• • •

Entah sudah hari ke berapa, Atilla bisa bangun lebih pagi dari biasanya. Padahal, hampir semalam penuh ia digembleng oleh Derrel untuk menguasai materi yang akan diulangankan pagi ini. Sekali lagi, Derrellio Rellio terlalu banyak mengambil peran dalam perubahan drastis yang dialami Atilla.

Setelah beberapa kali meregangkan otot-otot tubuhnya, ia masuk ke kamar mandi untuk membuat badannya segar di pagi hari. Ia tak seperti kebanyakan anak perempuan yang saat mandi memerlukan waktu yang sangat lama. Untuk Atilla, lima belas menit saja sudah cukup jika hanya untuk membersihkan diri.

Atilla meraih seragam yang tergantung di lemari pakaiannya. Mengenakannya, kemudian beralih ke meja rias. Jangan berpikir bahwa di atas meja rias Atilla akan tertata rapi berbagai macam produk kecantikan, atau jenis-jenis alat make up. Alih-alih demikian, di atas meja rias miliknya ada berbagai jenis gelang yang berserakan, serakan puntung rokok yang tak pernah ia bersihkan, juga pernak-pernik aneh lainnya seperti anting, giwang, kalung cowok, juga tindik.

Di sudut cermin meja riasnya, Atilla meraih headphone pemberian Derrel yang selalu ia gantungkan di sana.

"Selama kenal Derrel, nih headphone nggak pernah nempel lagi di telinga. Nganggur aja gue kalungin di leher. Kenapa ya?" Atilla tersenyum geli saat memikirkan alasannya.

Seragamnya sudah ia kenakan, pernak-pernik tak jelas miliknya pun sudah terpakai di badannya. Karena merasa sudah siap, Atilla  mencabut charger berikut ponselnya dari stop kontak, kemudian mengubungi nomor ponsel Derrel.

"Lo udah di bawah, kan?" tanya Atilla saat ponsel terhubung.

"Nggak. Gue udah di sekolah. Sorry nggak bisa ngabarin lo. Tadi hape gue lobet, ini lagi gue cas di kelas."

Gerakan Atilla yang hendak menarik kenop pintu tertunda saat mendengar jawaban Derrel. "Kok tumben nggak jemput gue?"

"Motor gue rusak."

Atilla memutar bola matanya. Memindahkan ponselnya ke telinga kiri, kemudian membuka pintu
kamarnya untuk keluar.

"Motor lo kena kanker apa gimana? Rusak mulu deh perasaan. Modelnya aja yang keren. Tapi lemah, dikir-dikit rusak." Atilla mendumel selama menuruni tangga.

"Bawel. Jangan banyak ngomong, nanti materi yang di otak ilang. Masi bisa inget kan yang gue ajarin dari kemarin?"

"IYA! Udah deh jangan bahas materi mulu, emang lo nggak puas apa? Kemarin hari minggu, dan gue hampir seharian belajar online sama lo. Kalo lo nggak bisa berhenti bahas materi mulu, otak gue malah meledak, tau nggak?!"

"Bacot. Udah sana pesen ojol, entar telat, tau rasa lo."

Atilla menatap kesal layar ponselnya yang tak lagi menampilkan nama Derrel di sana. Selain karena Derrel memutus hubungan telepon secara sepihak, fakta bahwa cowok itu hanya menganggap keluh kesahnya sebagai angin lalu benar-benar membuat Atilla ingin menjitak kepalanya sekarang juga.

"Sial. Perasaan dulu yang jutek gue, terus yang bawel dia. Kok sekarang malah kebalik gini, sih?"

• • •

CephalotusWhere stories live. Discover now