7. Danger?

3K 302 48
                                    

Aku hanya menginginkan satu hati yang bisa ku percaya, hingga aku lupa bagaimana caranya kecewa.
—Atilla Solana

• • •

Derrel tidak tahu kapan tepatnya dia bisa berhenti berlari. Menoleh ke belakang saja dia tidak berani, apalagi berhenti, dan mengikuti kata hatinya untuk kembali ke sana, hanya untuk memastikan bahwa Atilla baik-baik saja.  Dia merasa tak bisa melakukan itu meski ia sangat ingin.

Saat menemukan sebuah lorong gelap sebelum  pertigaan jalan, dia merasa memiliki harapan untuk lolos. Dengan langkah kaki yang masih mengayun cepat, dia menoleh untuk memperkirakan bahwa orang-orang yang mengejarnya benar-benar akan kehilangan jejaknya.

Dengan sisa napas yang tersengal, Derrel melompat ke samping seolah menarik dirinya masuk ke dalam lorong gelap adalah pilihan paling tepat untuk menyelamatkan diri. Dia lupa bahwa nyawanya hampir saja melayang di tempat semacam itu.

Dua pria berpakaian serba hitam yang tengah mengejarnya berhenti tepat di bibir lorong. Kalau saja salah satunya menoleh ke arah kiri, Derrel yakin bahwa nasibnya akan lebih buruk dari yang ia kira.

"Kemana tuh anak, ya? Cepet amat ngilangnya"

"Udah, ayo kejar lagi. Tuh anak entar paling juga capek sendiri, pas dia berhenti lari, baru deh kita tangkap."

Setelah itu, dua pria yang telah membuat Derrel menahan tawa setengah mati, kembali berlari bersama-sama. Entah mengejar siapa.

• • •

"Gak masuk akal."

Atilla tidak sadar bahwa hanya kalimat itu yang ia rapalkan sedari tadi. Dia masih bisa menikmati rasa puas yang membakar semangatnya untuk terus bersenang-senang sebelum akhirnya sebuah pesan masuk dari Derrel di ponselnya.

"Ini gue Derrel. Lo nggak usah tanya, ya gue dapet nomor lo darimana. Gue udah lupa soalnya. Gue lagi di jalan, nih. Naik taksi ke minimarket buat ambil motor. Lo nggak kenapa-kenapa kan? Di telpon daritadi gak diangkat..."

"Beneran gak masuk akal, nih anak. Mati akal gue." Atilla menjambak rambutnya sendiri, lalu mengetik pesan balasan untuk Derrel.

"Gue udah di rumah. Lo larinya kejauhan, bangsat. Susah gue nyusulnya, jadi, yaudah. Gue pulang sendirian."

Setelah membalas, dia menarik dirinya menjauh dari keramaian untuk sementara. Dadanya terasa sedikit sesak. Mungkin pengaruh alkohol.

Saat sedang melangkah sempoyongan ke arah kursi bar, rasa pusing di kepala dan nyeri di dadanya seketika seperti menguap karena rasa kaget.

Matanya mengenali dua orang itu. Dua pria yang berpakaian serba hitam yang akhirnya diketahui Atilla, gagal mengejar Derrel.

Seperti bisa membaca pikiran dua orang itu, Atilla merasa bahwa kedua pria tersebut tengah mencarinya, sebab mereka tidak sendiri. Ada bartender yang tadi melayaninya juga di sana.

Dengan sisa tenaga dan kesadaran yang dimilikinya, ia menarik tubuhnya untuk kembali terjun ke lautan manusia, berikut suasana memabukkan yang ditawarkan di dalamnya.

"Kalian harus temuin tuh cewek. Pak Rendy bisa marah besar. Kalian pasti tahu seberapa serakahnya bos gila harta itu. Jangankan dua gelas wine, setetes pun dia gak bakalan rela kalo terminum tanpa ada bayaran." gerutu bartender yang merasa ditipu oleh Atilla.

CephalotusWhere stories live. Discover now