3. Destiny?

5.9K 546 83
                                    

Jika benar ingin masuk, tolong paksa aku percaya
—Atilla Solana

• • •

Atilla merasakan sentuhan halus menyapu sudut wajahnya. Sentuhan-sentuhan hangat yang diam-diam ia rindukan, hingga akhirnya berimbas pada alam bawah sadarnya, seperti saat ini.

Ketika menyadari bahwa sentuhan itu terlalu nyata untuk dianggap mimpi, Atilla berusaha mengumpulkan kesadarannya.

Perlahan, kelopak mata Atilla terbuka. Cahaya gradasi yang semula blur, kini dapat menyesuaikan dengan retinanya.

Dengan jelas dan begitu dekat, nampak olehnya seorang wanita dengan kisaran usia 40 tahun. Aline, ibu Atilla, kini tersenyum tulus dihadapan putri bungsunya.

"Lo ngapain pake acara bangunin gue segala?"
Atilla mengucapkannya dengan nada cuek, namun sepertinya, Ibunya ini tak cukup lihai dalam menyikapi sikpanya yangseperti ini.

"Atilla! Saya ini masih ibumu!" pekik Aline, dengan suara bergetar di ujung kalimatnya.
Harga dirinya sebagai orangtua terasa tersobekkan oleh Atilla saat kata "lo" terlontar dari mulutnya.

Atilla tersenyum getir.

"Ibu? memangnya, dengan tidak bersikap seperti ibu, lo bisa dipanggil dengan sebutan itu? Tolong, jangan bilang ke gue kalo tidak ada ibu yang tidak sayang sama anaknya, itu terlalu klise buat gue."

Aline menghela napas panjang.

"Memangnya kamu pikir, dengan kamu bersikap seperti ini, kamu bisa merubah masa lalu? Mama harap kamu bisa menerima keadaan, dan melihat ke depan."

"Lo nggak usah sok-sokan nasehatin gue, deh! Mending lo cari lagi suami orang yang bisa lo porotin, karna bakalan sayang banget kalo kompor di dapur jadi gak terpakai  lagi"

Aline berusaha untuk sabar, meski hatinya meminta untuk berontak. Dia menghembuskan  napasnya perlahan, berusaha untuk tetap sabar menghadapi cercaan pedas anaknya.

"Saya bisa terima, Atilla," Aline menengadahkan wajahnya ke atas, berharap genangan air di pelupuk  matanya tidak tumpah. "Tapi saya minta sedikit saja, atau setidaknya hari ini, kamu bisa bersikap sebagaimana sikap seorang anak terhadap orangtua. Kamu. Bangun. Sekarang."

Atilla mendengus kasar sebelum akhirnya bangkit  dari tempat tidurnya, mengayun tungkainya yang saat ini tak sependapat dengan otaknya.

• • •

"Til,"

"Hm." Atilla berdeham sebelum menyuapkan sepotong lauk ke mulutnya.

"Mama pengen ngomong sama kamu."

"Yaudah, ngomong."

Aline menarik napas panjang, memberanikan diri untuk mengatakan hal penting kepada putrinya.

"Kita pindah ke jakarta, yah."

Mencoba untuk tetap biasa saja, Atilla menatap Ibunya intens. "Alasannya?"

"Bos mama yang punya cafe tempat mama kerja buka cabang di Jakarta, Mama ditawarkan buat pindah ke sana, dan seperti biasa, Mama tidak bisa menolak, biar kompor kita gak nganggur lagi, seperti yang kamu cemaskan." tukas Aline

Atilla bangkit dari duduknya, hendak pergi ke tempat dimana ia dapat merasa diterima dan dianggap  benar.

Hei, menghindari masalah bukan berarti kalah, bukan?
• • •

CephalotusWhere stories live. Discover now