30. Prestige

1K 122 34
                                    

Sejatinya, kekecewaan terlahir dari sekeping harap yang dilambungkan terlalu tinggi.
—Atilla Solana

• • •

"Kok bianglalanya berhenti?" Bulan mengucek matanya, lalu merapikan rambut keritingnya yang jadi berantakan karena tertidur.

"Udah waktunya turun, nih. Kita hampir setengah jam ada di sini. Kasian yang lain masih pada ngantri tuh, turun yuk?" ajak Duta, yang langsung diamini oleh Atilla dan Bulan.

Tak menunggu lama, abang-abang petugas bianglalanya datang membukakan pintu sangkar yang mereka naiki. Atilla turun, lalu disusul Duta yang juga tengah menggendong Bulan.

"Sekarang, sesuai janji, kita beli permen kapas." Duta berucap, memancing antusiasme Bulan yang sebelumnya terlihat sudah mengantuk.

Setelah membelikan permen kapas untuk Bulan—yang mana sebelumnya Atilla tiba-tiba saja meminta untuk dibelikan juga—kini mobil mereka akhirnya sudah berada di jalanan Jakarta yang berangsur lengang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah membelikan permen kapas untuk Bulan—yang mana sebelumnya Atilla tiba-tiba saja meminta untuk dibelikan juga—kini mobil mereka akhirnya sudah berada di jalanan Jakarta yang berangsur lengang. Jarak antara panti dan karnaval itu cukup jauh, sehingga mereka harus menghabiskan waktu lama untuk mengantarkan Bulan pulang ke panti.

Di perjalanan, di sela-sela obrolan ringan mereka, Atilla sesekali mencomot permen kapas untuk disuapkan ke mulut Bulan, juga untuk dirinya. Karena waktu yang sudah hampir tengah malam, Duta tidak jadi membelikan hadiah yang diminta anak-anak panti lainnya. Semoga saja dia punya kesempatan lain untuk menepati janjinya yang tertunda itu.

Bulan sudah tertidur kala Duta menggendongnya turun dari mobil. Beruntung, cowok itu tak perlu menunggu lama agar Pak Rusdi datang membukakan pagar, karena tepat saat kakinya menapak, sudah dilihatnya pria tua itu berlari-lari kecil ke arah pagar.

"Terima kasih ya, Nak Duta, lagi-lagi bikin Bulan seneng."

"Nggak apa-apa, kok, Pak. Bulan juga anaknya baik, ramah. Bisa menyebarkan aura positif ke orang di sekitarnya, termasuk saya. Tolong dijaga baik-baik ya, Pak, Bulannya." Pak Rusdi membuka tangannya lebar, menyambut Bulan pindah ke gendongannya dengan keadaan tertidur pulas. "Oh iya, Pak. Tolong sampein permohonan maaf saya ke anak panti lainnya, saya nggak sempet beliin buah tangan buat mereka."

"Tentu, Nak Duta. Nanti Bapak sampein ke anak-anak."

Duta beserta Atilla yang sedari tadi hanya diam, berpamitan dengan sopan sebelum masuk ke dalam mobil.

Menyalakan mesin, cowok itu lalu melajukan mobilnya untuk mengantar pacarnya pulang.

"Kamu salah kalo sekarang kamu pikir aku udah lupain janji kamu yang tadi siang," ucap Atilla saat berdiri di depan rumahnya.

CephalotusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang