32. Pathetic Dad

1K 121 22
                                    

Hentikan waktu, memintanya sejenak tak berputar. Bolehkah?
—Atilla Solana

• • •

Mata Atilla mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya perlahan-lahan terbuka. Saat kesadarannya terkumpul, rasa kantuknya seketika menguap entah ke mana karena tersentak oleh kenyataan bahwa ia tak mengenali tempat di mana dirinya terbangun.

Cewek itu mendudukkan tubuhnya, matanya menelusuri tiap sudut ruangan itu. Semuanya asing, ini jelas bukan kamarnya.

Kepalanya terasa berdenyut kala berusaha mengingat serangkaian kejadian tadi malam yang menjadi alasan mengapa ia bisa berada di sini.

Semenit setelah itu, tubuh Atilla menegang. Ingatannya kembali, membuatnya buru-buru bangkit dari duduknya. Sayangnya Atilla tak melihat selembar kaos oblong yang tergeletak di lantai, hingga benda itu membuatnya terpeleset dan terjembap jatuh ke lantai.

Kepalanya terasa semakin sakit karena menghantam ubin kamar. Namun, rasa sakit itu menjadi tak terasa karena tertutupi gejolak bahagia yang merasuki tubuh Atilla.

Oh, Tuhan. Semua yang dilihatnya semalam benar-benar bukan mimpi!

Ceklek.

Pintu terbuka, menampilkan seorang gadis sepantaran Nella yang wajahnya terlihat mirip dengan Atilla.

"Astaga! Lo ini ceroboh banget, sih!" Aletta menghampiri adiknya yang tengah terbaring dengan posisi menelungkup di lantai.

Suara itu... meski sudah sedikit berubah, Atilla masih bisa mengenalinya. Saat Aletta meraup wajahnya untuk memastikan tak ada yang luka, adiknya itu menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Kak... Kak Aletta?" Suara Atilla bergetar. "I-ini beneran lo, kan?"

Aletta merapikan rambut adiknya yang terlihat acak-acakan. "Kakak mau nanya sama lo. Sejak kapan lo mulai berani minum-minuman alkohol, hah?"

Atilla tertawa, membiarkan air mata harunya meluncur bebas di pipinya. "KAK ALETTA... GUE KANGEN!"

Aletta tak siap saat Atilla menghambur pelukan ke arahnya. Perlahan, tangannnya terarah untuk membelai rambut adiknya itu. "Lo kok jadi bandel gini, sih?"

Atilla menyeka air matanya. "Bodo amat. Yang penting sekarang gue ketemu Kakak. Gue bersyukur banget bisa tenggelem tadi malam. Karna kalo gue nggak tenggelem, gue nggak mungkin, kan, ketemu lo?"

Aletta tersenyum, mebiarkan adiknya kembali membenamkan wajah di bahunya. "Ternyata kemampuan renang lo bisa ilang kalo berada di bawah pengaruh alkohol," ucapnya, meledek adiknya.

Atilla meresponnya hanya dengan senyuman kecut. Hingga akhirnya, ia menyadari sesuatu. "Oh, iya. Papa mana?"

"Nah, itu sebabnya gue datengin lo sekarang. Mau ajakin lo sarapan. Papa udah nunggu di ruang makan dari tadi. Lo sih, pake acara jatuh dari tempat tidur segala." Aletta langsung menarik tangan Atilla, membantunya berdiri.

"Bentar, deh." Cewek itu tiba-tiba saja menghentikan langkahnya saat sudah berada di depan pintu "Kira-kira Papa mau nggak sih, ketemu gue?" tanya Atilla.

"Apaan sih lo. Mana mungkin Papa nggak mau ketemu lo?"

"Kalo nggak mungkin, kenapa selama ini kalian nggak pernah nyariin gue?"

CephalotusWhere stories live. Discover now