17. Consequence

1.4K 177 32
                                    

"Sial sekali. Rasamu masih kau tahan, sedang aku sudah tak tahan."
— Derrellio Rellio

• • •

Deru motor Derrel melambat saat mulai memasuki pekarangan rumahnya. Memarkirkan motornya di tempat biasa, lalu dengan tekad yang susah payah ia bulatkan, langkah kakinya mulai menapak ke dalam rumah. Seakan untuk membuat jantungnya lebih tak terkontrol, semua anggota keluarganya sudah duduk menanti di sofa dengan tatapan mengintimidasi tertuju padanya.

"Duduk." titah sang ibu, mendahului suaminya.

Dengan kepala yang menunduk takut, Derrel duduk di hadapan ibunya. Di samping ayahnya, juga ada Daneen yang akan dengan senang hati menyaksikan ini semua.

"Derrel, jawab dengan jujur. Kamu dari mana?"

"Rumah Arkan, Ma. Kan Derrel udah bil—"

"JANGAN JAWAB MAMA SELAIN DENGAN JAWABAN YANG JUJUR!"

Daneen memperbaiki posisi duduknya. "Yaelah Ma, nggak usah pake ditanya lagi. Nih anak udah dirusak sama si anak pelakor itu. Pasti dia udah bikin yang macem-macem di hotel semalam."

"DERREL, JAWAB MAMA!"

"Udah, Ma. Jangan bentak-bentak kayak gitu. Ngomong baik-baik aja, kasian anaknya nanti mentalnya down, selama ini kan kamu nggak pernah bentak dia kayak gini," Rendy—suami Meira—menyela.

"Kamu diam aja di situ! Aku tau kamu belain Derrel karna kamu masih suka kan sama si Aline?! Jadi kamu nggak marah Derrel nginap di hotel sama anaknya Aline."

"Kok kamu main asal kaitin gitu, sih? Yaudah, terserah kamu aja!" Rendy kemudian berlalu dari sana, dengan emosi yang berusaha ia tahan agar tidak meluap lagi. 

"Liat! Itu tuh gara-gara lo!"

Derrel masih diam. Dia tahu bahwa menanggapi perkataan Daneen saat ini adalah tindakan yang kurang tepat. Dia masih menunduk, menunggu sampai semuanya selesai.

"Derrel, Mama masih nungguin jawaban kamu."

Derrel mengangkat wajahnya perlahan, menatap ibunya lamat-lamat. "Maafin Derrel, Ma. Derrel nggak bermaksud buat bikin yang macem-macem, Derrel cuman mau nolongin dia, kondisinya dia semalam nggak memungkinkan buat Derrel tinggalin sendirian,"

Meira memajukan wajahnya beberapa senti, mengikis jarak antara tatapannya dengan Derrel. "JADI KAMU BENERAN NGINAP DI HOTEL BARENG ANAKNYA SI ALINE?!" 

Derrel mengangguk pelan. "Iya, Ma. Maafin Derrel kalau emang Derrel salah. Tapi, Derrel nggak bermaksud buat bikin yang ma—"

Plak!

Derrel tersentak. Matanya membulat tak percaya. Ini adalah kali pertama Meira berlaku kasar padanya, apalagi sampai menampar.

"YA JELAS KAMU SALAH! Mulai besok, motor kamu Mama sita! Kamu ke sekolah pake sopir pribadi aja. Sekarang, masuk kamar!"

Mungkin tamparan Meira barusan terlampau keras. Buktinya, bukan hanya pipi Derrel yang dia rasakan memanas. Matanya juga ikut memanas. Penglihatannya mengabur akan air mata.

CephalotusWhere stories live. Discover now