01.Kita yang sama

5.3K 202 6
                                    

01

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.

01.Kita yang sama

"Masuk dulu, mereka bakalan makin kejar kamu!"

Laki-laki dengan kilat netra hijau itu melirik pada gerombolan orang-orang yang berlari ke arah mereka dengan tatapan bengis, darah di tangan kanannya tak henti-henti menetes.

"Ga usah narik!" dia balas membentak pada gadis yang sedari tadi memaksa untuk memasuki taksinya.

"Cepetan, masih mau hidup lama ga sih?"

"GILA, YA MASIH!"

"Makannya naik, jangan sok heroik bisa ngalahin mereka, ga semua bisa kelar pake otot kali ini harus pake otak."

Merasa dihina laki-laki dengan perawakan tinggi itu memberikan tatapan tajam, rahang kokohnya bahkan ikut mengeras. "Ngerasa paling pinter lo?"

"MAJU BANGSAT!"

"JANGAN LARI!"

"LO HARUS MATI!"

"GANTI RUGI ANJING!"

Suara mengerikan itu berasal dari gerombolan belakang, menyeramkan! bahkan di tangan kiri-kanan mereka membawa senjata tajam.

Gadis tersebut berdecak sambil mengumpulkan segenap jiwa tenaganya. "Sakit tolol!" sentak laki-laki itu saat gadis berambut panjang sebokong tersebut menarik tangan sobeknya masuk ke dalam mobil.

"Pak putar balik ke rumah sakit terdekat ya," ucap si gadis sopan. Laki-laki di sebelahnya menatap penuh tanya.

"Ada maksud apa lo baik ke gue yang jelas-jelas ga lo kenal?" bukan menjawab gadis dengan gingsul di sebelah kiri giginya itu malah membuka cardigannya dan mengambil tangan si laki-laki tadi, melilit kebagian yang sobek.

"Shhh," ringis tertahan dari mulut si pemilik tangan. "Pelan-pelan lo mau gue mati muda?"

"Bukannya tadi kamu sendiri yang kepengen mati muda?" tanya balik gadis dengan name tag sekolah 'Raisa Putri Febrianto'. Langsung hening, tujuan dililitkannya kain agar darah tidak terus menetes.

Butuh lima belas jahitan di tangan laki-laki sok pemberani itu. Rai, panggilan untuk gadis manis yang sukarela menolong manusia tidak tahu diri tadi sekarang tengah duduk di kursi tunggu.

Drttt.....

Arga:
Rai, dmna?
Gue mau jelasin satu hal ke lo.
Plis jngan ngehindar trs.
Jngan kmna-mna plng sklh gue ke rmh lo.

Hanya Rai baca, ia masuk kedalam saat Dokter berkata sudah boleh masuk, laki-laki itu langsung memberikan kartu namanya dengan wajah datar. "Xabiru Amongrara Ricardo. Nama kamu?"

Xabiru. menjawab dengan deheman malas. "Lo bisa hubungin buat minta ganti rugi."

Rai tersenyum tipis dan mengambil telapak tangan Xabiru, mengembalikan kertas berbentuk segi panjang kecil itu, "ga usah saya ikhlas."

Lalu Rai pergi tapi tentu ditahan oleh Xabiru yang sigap menarik tangannya, tarikan cukup kuat itu berhasil membuat tubuh mungil Rai menindihi tubuh Xabiru yang terhuyung ke belakang brankar. Entah memiliki mantra apa bola mata kecoklatan milik Rai berhasil membuatnya terkesiap.

"Kamu bisa sopan sedikit sama perempuan?!" sentak Rai yang menyudahi tatapan singkat itu.

"Aneh," desis Xabiru ketus. Hoi, di zaman sekarang mana ada yang mau membantu cuma-cuma.

"Apa hal tadi itu udah wajar banget buat kamu sampai bilang aneh ke saya?" Rai tersenyum kecut mendapatkan tatapan datar. "Jangan pernah perlakuin saya sama dengan gadis yang kamu temuin."

"Aneh maksud konteks gue tu bukan ngarah ke sana tapi ke lo yang nggak mau gue ganti rugi."

"Justru kamu yang aneh nggak bilang makasih, padahal itu dasar ilmu paling sederhana."

Xabiru berdecih. "Oke, lo mau apa?"

"Pulang," jawabnya jujur.

"Lo pinter tapi bego, maksud gue mau gue ganti rugi apa?!" geram Xabiru.

Rai menghela nafas, masa masih tidak paham. "Ga perlu," singkatnya hingga mata Xabiru membulat sebab ber-nada ketus.

"Gue perlu."

"Udah, saya mau----"

"Jangan keras kepala, makasih doang gampang tapi gue mau ganti lebih dari sekedar ucapan singkat itu."

Tidak disangka-sangka, ternyata Rai mau balas budi itu diganti dengan teh gelas dingin di pinggir jalan. Demi Tuhan rasanya Xabiru sungguhan bertemu malaikat baik.

"Lo dari sekolah mana?" tanya Xabiru membuka obrolan. Rai tersenyum kecut sambil menatap jalanan, banyak orang yang lalu lalang di depannya.

"Saya juga nggak tahu," alis tebal Xabiru bertautan, menatap bingung gadis di sebelahnya.

"Pura-pura nggak tau? terus baju sekolah yang lo pake apaan," ketus Xabiru lalu ikut menatap lurus ke jalan. Iya, Raisa memang mengenakan seragam dari sekolah elit.

Rai sekilas melirik seragamnya yang sedikit terkena darah dari tangan Xabiru. "Saya baru aja di DO dari sekolah." Kepala Xabiru langsung belok 120° menatap Rai.

"Bercanda lo?"

"Kamu sendiri dari sekolah mana?" tanya Rai mengalihkan pembicaraan. Xabiru ingin bertanya alasan Raisa di pecat tapi ia tidak punya hak untuk itu.

"Atalas." Rai mengangguk-ngangguk.

"Saya nggak suka sama orang yang sering tawuran tapi saya nggak tega kalau mereka terluka, makannya tadi kamu saya tolong." Sungguh Xabiru bisa merasakan jika Rai berkata sangat tulus hingga membuat Xabiru sedikit tertegun. "Tapi tadi mereka kenapa nyerang kamu sendirian?" Xabiru mengerjapkan matanya.

"Gue bakar motor mereka."

********

XABIRU [END]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum