04.Mata yang sama

1.5K 123 11
                                    

04.Mata yang sama

Rai menahan tangan Xabiru saat laki-laki itu akan meng-gas motornya untuk pergi meninggalkan pekarangan rumah Rai. "Minum dulu mau?"

Wajah Xabiru terlihat kusut, ya bagaimana tidak ia tengah marah pada Rai, tiba-tiba saja gadis berbandan pendek ini meminta bantuan padanya. "Sekalian makan," balas Xabiru enteng lalu turun dari motor. Rai ternganga sesaat.

"Kenapa?"

"Oh iya boleh," jawabnya lalu berjalan masuk diikuti Xabiru, dalam hati Rai meruntuki Xabiru yang tidak tahu diri. Rumah Eyang ini cukup besar untuk di huni oleh tiga orang, barang-barang di dalamnya kuno dan terlihat sedikit berdebu.

"Eyang ca pulang," kata Rai sedikit berteriak, untung suaranya tidak cempreng. Orang rumah memang biasa memanggilnya Ica.

"Abang!" laki-laki berbadan tinggi semampai dengan wajah datar dan alis tebal yang bertaut itu membuka kedua tangannya untuk mengajak Rai masuk dalam dekapannya. Xabiru bahkan dapat melihat mata Rai yang berseri-seri dengan senyuman manis, menunjukan bahwa ia sangat bahagia bertemu laki-laki yang ia sebut Abang itu.

Kale, nama Abang Rai. Wajahnya cool, tampan dari lahir. Ia mencium lama puncuk kepala Rai sambil mengusap surai panjangnya. "Kok kesini nggak bilang?"

"Bunda yang nyuruh, buat ngurus kepindahan sekolah mu dan jenguk eyang." Suara beratnya mendominasi. "Mereka titip salam sama kamu, bulan depan mau kesini sama-sama, kamu betah disini? atau mau pulang aja? Bunda uring-uringan nggak ada kamu di rumah."

Mendengarnya Rai terkekeh kecil. "Lebay amat sih? tiap malem padahal VC sama aku!" kata Rai dengan wajah yang dibuat marah. "Oh bang, ini temen ku."

Xabiru mendekat dan tersenyum tipis. Menjulurkan tangan kanannya. Kale malah langsung membeku di tempat melihat sorot tajam dengan manik hijau pekat milik Xabiru. Rai merasa Xabiru tidak nyaman dengan tatapan yang Kale beri, ia pun segera menepak pundak Abangnya. "Dia temen ku, bang."

"Kale, abangnya Raisa," ucap Kale balas menjabat tangan laki-laki di depannya.

"Xabiru, temennya Rai."

"Dia juga mau ikut makan, bang."

"Nggak!" sergah Xabiru secepat kilat, enak saja, mau taruh dimana muka Xabiru? ia tersenyum kalem saat alis Kale bertaut. "Cuma mau mampir aja nggak sampai makan, nggak usah ngelebih-lebihin."

"Dia bukan pejabat tinggi negera dia cuma Abang saya nggak usah malu," cecar Rai seenak jidat.

Xabiru menggeram dalam hati, ingin sekali menjitak kepala Rai. "Gue langsung pulang----"

"Kita makan sama-sama aja, nggak usah malu, nyantai," sikap Kale mendadak hangat. "Abang bawa masakan Bunda ca."

"Wah? Ayo biru!"

Selama makan Rai terus saja mengoceh cerita banyak hal sampai tersedak, sudah Kale peringati tetap saja bersemangat untuk kembali cerita. "Udah Ica makan dulu," ucap Kale memperingati dengan suara dingin hingga Rai langsung tertunduk, Xabiru bergantian memperhatikan Kakak beradik itu.

*******

Kale dengan Rai itu berselisih 4 tahunan, mereka sangat dekat sekali. Kale sebagai Abang selalu memperlakukan Rai layaknya Puteri. Ibaratnya Kale berani membelah bumi untuk menyelematkan adik manisnya itu.

Mereka malam ini tengah duduk di teras rumah eyang sambil meminum coklat hangat buatan Kale dan menimkati angin malam kota Bandung. Mengobrol tentang orang-orang yang merindukan Rai juga berbagai masalah keseharian dari keduanya.

XABIRU [END]Where stories live. Discover now