35.Kita pake kerja cerdas

529 55 1
                                    

35.Kita pake kerja cerdas

Tidak ada yang bebar-benar bisa rela dalam hubungan manis yang berakhir tragis, prosesnya selalu terpaksa sampai terbiasa. Rai sekarang tengah ada dalam proses itu.

Ia baru saja pulang saat matahari tenggelam di kaki langit bagian barat, langit jingga berangsur menggelap. Rai menatap dengan nanar, jauh dari Xabiru rasanya hampa.

Menghembuskan nafas gusar untuk yang ketiga kali, duduk di halte bus. Dari radius satu km ke depan jalan terlihat sepi.

Teh Selin:
Neng ca dmna atuh? naha ni sore teuing?

Rai menepak jidatnya, lupa tidak memberitahu orang rumah jika hari ini ia pulang telat karena membantu Bu Desi merekap nilai-nilai anak kelas.

Neng Ca:
Ca otw pulang teh, di sekolah tdi ada tugas

Neng Ca:
Oh teh, maskeran lgi ya? temenin, ca butuh refreshing sambil nonton

Teh Selin:
Hayu, jangarnya neng?

Neng Ca:
Hahaha, iya teh

Inisiatif Rai akan membeli dulu cemilan ke minimarket untuk dinikmati saat nobar, berjalan gontai ke arah minimarket yang berada dekat sini.

Saat tangan Rai memegang kenop pintu minimarket terdengar riuh suara langkah kaki gerombolan anak-anak SMA yang berlari ke arah Utara. "Geisha?"

Kaki Geisha mulai lemas, keringat bercucuran membahasi seragamnya, mereka terus mengejar, berteriak murka memaki nama Geisha.

Tubuh Geisha berbalik, menatap mereka yang semakin mendekat. Jalan di depannya buntu, sekarang ia harus bagaimana selain melawan?

Secara rasional Geisha tentu kalah melawan puluhan laki-laki berbadan besar yang membawa senjata tajam, siap menjadikan ia samsak gratis.

Tamat riwayatnya.

Seringai terpancar dari bibir mereka, ini sudut himpitan gudang pembangunan. Kosong molompong. "Rileks honey, kita main-main dulu gimana?" tawar salah satu anak itu berjalan mendekati Geisha yang menampilkan wajah angkuh.

"Bergilir, lebih enak kan dari pada harus main kekerasan?" sahut yang lain, tertawa mengejek.

"YOMAN, kita sama-sama enak aja. Body lo oke juga," ujar si anak laki-laki dengan pandangan yang menyapu keseluruhan tubuh Geisha, intens. Tawa kembali mengembang di udara, nyaring bunyinya.

"Jangan nyia-nyiain yang gratis, sikat!" komando laki-laki berbadan besar dua kali lipat dari yang lain, ia berdiri paling depan.

Geisha mulai gentar saat mereka semakin mendekat. Refleks tubuhnya mundur hingga menabrak dinding buntu.

Memasang kuda-kuda, peduli amat tentang ia yang pasti akan kalah telak, utamakan usaha walau hasil sia-sia.

Kaki Geisha terangkat untuk meninju rahang mereka, sayang sekali kakinya malah ditangkap membuat Geisha harus berdiri susah payah menggunkan satu kaki.

"Lo udah terkepung, gak usah buang-buang tenaga lah," kata laki-laki yang berhasil memegang lengan Geisha. Mengedipkan satu mata. "Jangan tegang, perlu pemanasan? buka kancing seragamnya."

"JANGAN BERANI SENTUH GUE!" sentak Geisha berteriak lantang. Tubuh Gesiha berontak keras saat kancing seragamnya mulai dibuka. Ia terus berteriak, coba melepaskan.

Nihil, hingga kancing terakhir lepas. Jantung Geisha berdetak kencang, ini sudah masuk siaga satu. Tubuhnya terus mengirim sinyal bahaya pada otak.

Si laki-laki paling depan yang Geisha yakin ketua komplotan mendekat, hendak mencium bibir Geisha.

Semangat Geisha menurun, ia telah kalah.

XABIRU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang