21.Yang berkuasa atas rasa

798 61 13
                                    

21.Yang berkuasa atas rasa

Burung-burung nektar yang hinggap di atap gedung sekolah sibuk saling berkicauan. Sama sibuknya dengan Nara yang memakai jas lab, bersedekap berlagak seperti profesor terkemuka, tersenyum manis pada cermin persegi panjang di depannya.

"RA!" panggil Nara pada Rai yang tengah melamun sambil membersihkan debu torso anatomi manusia yang ada di ruang laboratorium biologi ini.

"Apa, na?"

Nara berjalan menghampiri Rai. "Keren kan gue? kaya oppa Kang Min-hyuk di dramanya, ki-yo-wo ya Ra?" walau tidak paham Rai hanya manggut-manggut meng-iyakan. "Gue tuh semangat mau disuruh bersihin lab cuma buat ngejajal jasnya Ra, lo nggak mau pake?"

"Nanti kotor Na," jawab Rai membuat bibir Nara mengerucut.

Rai sedari tadi memang termenung, ia benar-benar masih speechless dengan kejadian di rooftop, melihat secara langsung Geisha duduk sendirian membuang asap rokoknya ke atas. Bukan merasa paling benar sedunia tapi Rai merasa iba, apa Geisha benar-benar tidak memiliki teman?

Nara yang sudah membuka jasnya bermalas-malasan ikut Rai mengusap debu. "Gue baru inget Ra, gess pernah punya masalah sama biru," kata Nara tahu apa yang Rai pikirkan. Kemarin Nara sudah memberi info tentang Geisha tapi sama sekali tidak bersangkutan dengan Xabiru.

Benar saja, Rai langsung tertarik. Menarik kursinya untuk semakin mendekat pada Nara si teman sekaligus televisi informasinya. "Iya Ra, diborgol satu meja! waktu masa MPLS kita berempat satu kelas. Gue, Biru, gess sama Zergan---dan si stres. Pembinanya dulu nyuruh sebutin salah satu tokoh fiksi favorit dan apa alasannya, biru ditunjuk pertama karna dia bercanda terus. Dia maju dan enteng nyebutin 'Draco Malfoy di serial harrpot, alasannya karna dia keren anggota dari deat eater' terus gess tiba-tiba nyamber Ra nggak setuju gitu----apa ya katanya dulu," Nara coba berpikir hingga keningnya berkerut dalam. "Oh kata gess gini 'masa masuk anggota pembunuh keren? gila! jauh lebih keren trio golden lah!' cekcok deh mereka berdua. Gess sampai paparin kejelekan Draco Malfoy dan terus biru bantah, debat hebat lupa daratan, nggak sadar jadi tontonan satu kelas Ra. Draco tuh tokoh jahat, tukang bully, sok berkuasa dan biru dengan asumsinya bilang 'Draco masih punya hati nurani, dia jadi jahat karna tuntunan keluarga dan tekanan lingkungan sekitarnya aja, dia baik lo jangan sok tahu' muka biru marah banget padahal cuma menyangkut hal nggak penting."

"Nggak ada yang misahin na?"

"Nggak! OMG gue sama yang lain kaya ayam nelen karet, diem aja nggak ngerti. Yang potterhead cuma mereka berdua kayanya. Kita cuma tahu aja movienya tapi nggak sampai hafal sedatail mereka berdua saat debat, apa aja Ra disebutin nama asrama, silisilah, mantra, tentang darah-darah gitu, ah gue nggak tau. Tapi ya Ra gue merasa biru tu bisa ngerasain apa yang draco rasa, makannya Biru ngebelain mati-matian."

Alis Rai terangkat satu. "Maksud Na biru nakal karena tekanan keluarga dan lingkungan? sama kaya Draco yang jahat karena tuntutan orang tua, padahal aslinya baik?"

"IYA RA! ya kan Ra? gue males-males gini kalau biru ribut selalu nanya alasannya dan alasannya selalu satu 'ngelindungin perempuan' dia baik caranya salah Ra."

Mendengarnya Rai mengangguk dengan wajah sendu. Argumen Nara logis. "Mereka berakhir diborgol satu meja Ra supaya baikan! baikan sih tapi kaya terpaksa gitu dan setau gue sampai sekarang belum baikan. Udah lama anjir? gue masih segede biji nangka itu mah."

Bibir Rai mengulum senyum simpul teringat saat Xabiru minta dipukul karna kaki Rai keseleo untuk menghilangkan rasa sesalnya, ada tiga buku serial Harry Potter di pilihan alat pemukul tersebut.

Kembali melanjutkan tugasnya. "Gess sama aja nakalnya kaya biru sekawan, Ra. Ra apa tanggapan lo tentang anak nakal?"

Sebelum menjawab Rai bergumam, berpikir beberapa saat. "Bebas, lepas, seru. Mereka bisa mengekspresikan dirinya sebabas-bebasnya tanpa takut apapun. Lepas, berani ngelakuin segala hal di luar aturan. Seru, bisa mencoba hal-hal yang cuma kita andai-andaikan. Kita selalu berandai-andai gimana sih rasanya ngerokok? minum alkohol? bolos dan segalanya, tapi mereka? langsung berani coba! mereka selalu merasa puas dan berhasil menjadi diri sendiri walau kenyataannya itu buruk dimata masyarakat tapi setidaknya mereka berani menunjukan bahwa 'ini diri gue sendiri, kaya gini seda-adanya, nggak mau harus terlihat baik atau sempurna, yang paling penting itu kebahagian diri sendiri' point terpentingnya mereka punya 'keberanian tinggi' untuk tanggung jawab dan menerima segala
sanksi sosial. Tapi Na, hidup sampai kapanpun tetap perjalanan dan untuk sampai digaris finish harus terkendali dalam aturan."

XABIRU [END]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum