42.Petualangan telah usai

770 69 11
                                    

"Apa yang dari awal sudah ditetapkan milik mu akan kembali pada mu. Akhir adalah awalan yang panjang." -Rai-

42.Petualangan telah usai

Sudah dua hari Rai dirawat di rumah sakit, banyak yang menjenguk melihat jagoan kecilnya.

"Idungnya mancung mirip ayahnya," kata Risa memuji paras cucu kedua.

"Yah gak bisa diajak main barbie sama aku," keluh Aurora membuat semua yang ada disana tertawa. Gagal masuk seleksi pengikut Aurora.

"Kan bisa sama kakek Anto?" tanya Rai.

Aurora menggeleng, bibirnya cemberut. "Kakek Anto kalau main suka tidur!" lagi-lagi tawa terdengar.

"Bun, Abang mana?" pertanyaan Rai membuat suasana mendadak hening. "Dari sore aku belum ketemu Abang, dia kerja? keteter ya Bun kerjaannya?" Anya memasukan irisan buah pir ke mulut Aurora, menggeleng.

"Kemarin dia datang ke rumah pangeran Ra temennya Aurora, buat minta maaf mukanya udah dicakar Aurora, kerjaannya nggak keteter kok," jawab Anya tidak mau membuat Rai merasa bersalah.

"Cakar?" jelas Rai terkejut.

"Ya iya, aku cakar. Orang dia duluan yang cubit pipi aku?" ungkap Aurora kelewat jujur. Semua tertawa seraya geleng kepala.

"Cucu ayah ini paling jagoan!" kata Febrianto pada Aurora yang memilih enggan peduli, sibuk pada pir-nya.

Tidak salah, walaupun anak perempuan sifat Aurora mirip dengan laki-laki.

*****

Memasuki empat hari Rai di rumah sakit, lelah semalam harus menyusui putranya Rai jadi baru bangun jam 9 pagi. Mata sayunya bergerak mencari kebedaraan sang bayi.

"Teteh ini anakmu di gendong Ambu," kata wanita paruh baya. Dia Kinan, Ibu mertua Rai.

Memposisikan dirinya untuk duduk. "Eh sini saya aja yang gendong, nangis nggak tadi, Ambu?" Rai cemas takut merepotkan. Kinan menggeleng sambil tersenyum simpul, senyum yang membuat Rai merasa beruntung memiliki mertua sebaik dirinya.

"Sama Ambu aja atuh, teteh emam dulu, sarapan," katanya menunjuk bubur hangat di nakas menggunkan dagu.

"Nggak papa emangnya Ambu?" Kinan sekali lagi menggeleng, tatapannya begitu teduh.

"Ya nggak papa atuh teh, ayo dimakan dulu, Ambu ajak si kasep jalan-jalan ke taman yah?" Rai mengaduk bubur sambil mengangguk berterima kasih.

Ada yang janggal atau hanya perasaan Rai saja? kenapa ruangan ini begitu sepi. Tidak ada anggota keluarganya.

Ia menepis pikiran buruk. Melanjutkan sarapan. Tidak habis tapi perut cukup terisi, ia pelan-pelan turun dari bangsal untuk mencuci tangan.

Baru saja berdiri pintu sudah terbuka, atensi seseorang yang baru masuk itu tertuju kearahnya.

"Maaf?" hanya satu kata tubuhnya sudah membeku dengan wajah berubah pucat pasi. Melirik dari ujung rambut hingga kaki. Darah yang mengalir berdesir lebih cepat, kakinya lemas dan berakhir ambruk duduk kembali di bangsal.

"Ra," seseorang itu cepat membantu.

Bola mata Rai terkunci pada iris hijau memesona milik laki-laki jangkung yang mengenakan jaket kulit warna hitam di sebelahnya. "Biru...." suara Rai tercekat di tenggorokan. "Xabiru?"

"Iya, ini aku."

"Kamu?" tangan bergetar Rai memegang rahang Xabiru perlahan, matanya memanas.

"Iya Ra, ini aku. Aku Xabiru," katanya dengan suara berat, rambutnya tetap saja berantakan.

XABIRU [END]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin