19.Puisi punya pemiliknya

816 81 15
                                    

19.Puisi punya pemiliknya

Riuh, mading sekolah dari kemarin memang masih jadi trending topik. Mereka berkerumun bagai semut yang berbondong-bondong menggiring makanan ke sarangnya. Bukan berita mengejutkan seperti Juna tidur saat jamkos, trending topik kali ini hanya berupa puisi bebas karya Rai. Satu hari tidak bertemu Xabiru membuat ia merindukan sosok laki-laki itu. Sayang, para warga sekolah menyimpulkan berbagai spekulasi melenceng, terus saja menerka-nerka puisi tanpa terikat aturan bait tersebut punya ruang sendiri di hati Rai.

 Sayang, para warga sekolah menyimpulkan berbagai spekulasi melenceng, terus saja menerka-nerka puisi tanpa terikat aturan bait tersebut punya ruang sendiri di hati Rai

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"RAI!" teriak Juna sambil berjalan ke arah gadis tersebut. "Morning Ra," sapa nya dengan senyuman kalem.

"Eh Jun? morning juga," balas Rai seadanya. Mereka berjalan di koridor bersama. "Juna bawa aquarium sama ikan buat apa?"


J

una kembali melihat aquarium bundar di tangannya berisi ikan mas koki. "Buat orang gila," ucapnya terlihat sedikit kesal, alis Rai bertaut bingung. "Eh Ra puisi bebas lo itu bagus. Kata Bu Salsa bakalan dia pake buat soal ulangan harian indo satu angkatan."


Bola mata Rai membelalak, ia benar-benar tidak begitu pandai membuat puisi, hanya tahu dasar-dasarnya, kemarin juga asal buat saja tidak expect akan mendapatkan perhatian dari satu sekolah. Rai tetap lah Rai, selalu rendah hati, tidak merasa jika dirinya benar-benar paling populer seatalas karena kecerdasannya, jadi apapun yang ia lakukan selalu membuat orang menaruh harapan tinggi pada gadis bermanik kilat coklat ini.

Rai menelan saliva di mulutnya, "eh? iya maybe, Jun." Juna menggeleng dengan senyum tipisnya.

"Bukan kemungkinan emang bener Ra, Bu Salsa ngomong sendiri ke gue, dia juga katanya mau ngajak lo lomba. Lo emang nggak ada tanding, selalu keren and number one," puji Juna dengan tatapan teduh, Rai bisa merasakan itu adalah kalimat tulus. "Seseorang itu pasti juga bangga ya, Ra?"

"Seseorang siapa Jun?"

"Ya, dia yang lo bikinin puisi," jawab Juna enteng. Rai langsung gelagapan.

"NGGAK JUN! itu bukan buat siapa-siapa, Ra cuma terinspirasi aja dari movie romance yang kemarin di tonton," jelasnya. Entah lah dengan saingan belajar rasanya canggung saja jika harus membahas hal-hal ke arah cinta-cintaan.

"Artinya puisi itu bukan buat siapa-siapa dan juga hati lo belum punya pemiliknya, Ra?" tanya Juna membuat Rai membisu. Untung saja sudah sampai di depan pintu kelas.

Melihat Nara menangis uring-uringan di meja pojok sendirian membuat Rai yang baru sampai langsung lari menghampirinya. "Nara kenapa?" tatapan Rai menunjukan kekhawatiran yang nyata.

Nara menyeka ingus dihidung menggunkan tissue. "Mati Ra mati," balas Nara diringi isakan. Mata dan hidungnya sudah merah.

"Innalillahi wa Innalillahi roji'un, siapa Na?" nada bicara Rai semakin khawatir, memberikan Nara usapan di pundak.

XABIRU [END]Where stories live. Discover now