33.Selamanya tetap pelanggar

530 65 13
                                    

33.Selamanya tetap pelanggar

Menuruni anak tangga dengan senyuman palsu, menujukan sisi lemah kita di depan lawan adalah hal yang Rai jauhi dari kecil. Ayah dan abangnya selalu percaya Rai bisa jadi pemenang di atas segala masalah.

"RA!" panggilan Zergan saat Rai baru saja turun, ia mendelik ke sumber suara.

Calvin mengatur nafas, berbisik pelan. "Biru jadi pecandu."

Lekung senyum Rai pudar menyeluruh. "Eh?"

Zergan mengangguk mantap. "Gue yakin hasutan gess."

Rai menelan ludah, mengedipkan mata berulang-ulang. Belum genap lima menit menelan fakta jika ia hanya mainan Xabiru, sekarang.... ditambah satu fakta ini.

"Gue sama Zergan nemuin alat pake di tas biru, dia nggak pura-pura berubah Ra. Kita yang nggak pernah kenal dia dan sisi gelapnya," ucap Calvin lirih. Rai dapat merasakan kekecewaan yang menyelimuti dua teman Xabiru ini.

Hembusan nafas panjang keluar dari mulut Rai. "Ra ikut sedih dengernya, kita bisa apa selain nunggu dia sadar sendiri?"

"Kelipak rame-rame Ra, kesel banget gue. Lo tau kemarin dia sama Zergan baku hantam, dia sebenernya tau salah tapi sengaja ga mau sadar," papar Calvin. Rai mengangguk takzim.

Kembali menghela nafas panjang. "Seengganya ada gess yang bakalan bantu biru."

"Lo udah nyerah, Ra?" Zergan beratanya ragu-ragu.

Bola mata Rai bergerak lesu menatap dua sahabat karib Xabiru. "Rela disakitin sekali mungkin masuk perjuangan tapi kalau rela disakitin berulang kali kebodohan. Ra nggak ada waktu buat lama-lama terjebak jadi orang bodoh."

Sontak Calvin dan Zergan saling pandang, tersenyum lega. Mereka sejujurnya paling takut Rai terluka akan perubahan Xabiru.

"Ra TOS dulu!" ajak Zergan yang masih dendam kesumat pada Xabiru. Rai terkekeh lalu melakukan tos telapak tangan dengan kedua laki-laki itu.

"Ra emang cewek badas abisss," puji Calvin diakhir obrolan. Tertawa bersama.

******

Kornea mata Juna membulat sempurna melihat meja Rai terisi banyak berbagai jajanan dari minimarket, jika Nara mungkin wajar tapi ini seoarang Rai.

Terlebih lagi Rai sibuk nyemil sambil menonton drakor di laptop milik si gadis pemalas di kelas ini. Ah Juna langsung paham ini hasutan siapa.

"Jun lo nggak boleh minta," sergah Nara lebih dulu.

Juna berseru tidak terima. "SOUJON AJA LO!"

"Lo kan tukang nyomot, iming-iming ngajak ngobrol ujung-ujungnya jajanan gue ludes," cibir Nara. Pipi chabi Rai menggembung terisi chiki.

"Berapa na? gue ganti," kata Juna sambil mengeluarkan dompetnya dari saku celana.

"Eh-eh apaan ga usah, nanti orang-orang ngira gue sugar babby-nya lo lagi," larang Nara panik. Rai tersedak.

Wajah Juna memerah kesal. "INI MASIH PAGI," omel Juna memperingati galak. "Sudut pandang orang kelas nggak ada yang segila pikiran lo."

"YUDAH SIH," ketus Nara. Rai yang sudah meminum teh pucuk menahan senyum menggoda, aneh. Sehari saja mereka berdua tidak pernah luput dari berdebat.

Omong-omong Rai dilanda galau berat lagi jadi ia jajan sebanyak ini, Nara antusias menghasut Rai sambil ikut membeli banyak jajanan. Disaat seperti ini Nara merasa sedikit lebih berguna jadi manusia.

Setelah menyimpan tas Juna ikut duduk di sebelah Rai, entah lah di kelas ini Juna merasa hanya memiliki dua teman saja. "Nara lo dipanggil Bu Desi!" kata Fajar, teman sekelas.

XABIRU [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt