47.Si netra hijau [akhir]

1.7K 87 5
                                    

47.Si netra hijau [akhir]

Tegang.

Wajah cemong, baju kotor sedikit basah, rambut berantakan dan ada goresan-goresan kecil di lengan serta kaki. "Jam lima sore, seru sekali sepertinya kalian bertiga menghabiskan waktu hingga---lihat? amat berantakan," ucap Rai santai tapi terasa dingin, berjalan di depan tiga orang yang pulang dari petualangan, ah 'bolosnya'.

Masih belum ada yang berani menjawab, Xabiru berdiri tegak di tengah, apa itu jas kerja? bos restoran yang katanya terkenal ini malah bolos lalu mengenakan kaos oblong.

"Raga cardigan khas sekolah mu besok bunda harus beli lagi untuk yang ke lima kalinya, keren sekali anaknya ayah Xabiru ini?" jangan tanya, Raga anak yang tidak banyak omong lebih ke banyak tingkah jadilah cardigannya sering sobek.

Xabiru meringis saat Rai mengambil buah pisang dari saku jaketnya ia bukan kemudian dimakan---cara makannya begitu terlihat menakutkan membuat bulu kuduk Xabiru meremang. "Dari mana kalian?"

"Sayang...." Xabiru keki sendiri karena tidak bisa berbohong.

"Aku berlatih basket lupa membawa kaos," alibi Raga datar, perhatian kini terpusat padanya.

Rai mengangguk pura-pura percaya, membungkukkan badan pada Calista yang tersenyum kikuk. "Dan Tata dari mana?"

"Eummm----piket kelas lalu aku terpeleset," bola matanya bergerak ke kanan kiri, tabiatnya ketika bohong. Rai mengangguk lagi, senyum makin lebar.

"Sungguh?"

Calista mendelik pada Ayah dan abangnya yang mengisyarakatkan mengangguk, Tata paling sulit disuruh berbohong, katanya itu sudah masuk dosa paling besar terlebih pada orang tua. "Eummm, yeahh?" keraguan terpancar jelas.

Rai banyak ide, satu jurus ia keluarkan. "Teriyaki salmon rice bowl?" mata Calista membuat, hampir buka mulut selanjutnya menoleh kesamping. Ia harus konsisten. Menggeleng berat. "Dua porsi?" pancing Rai.

"YAAA!" membayangkan saja membuat Calista kenyang duluan, itu makanan favoritnya. "Aku, ayah dan Raga dari hutan---petualangan, nda."

Tepak jidat secara bersamaan dua laki-laki di sebelahnya, Calista yang baru sadar refleks tutup mulut. Rai tersenyum pasrah, menghela samar, kembali berdiri tegak dan merangkul Calista juga Raga. "Kalian pasti lelah, bersihkan diri kalian," kata Rai meninggalkan Xabiru. "Malam nanti kita akan bakar-bakar sosis!" desis Rai sengaja nada kencang. Dua tangan Xabiru langsung menutup bagian bawahnya.

******

Kedatangan Rai ke ruang tengah membuat Raga langsung memilih pergi tanpa sepatah kata yang terucap disertai wajah lempeng yang akhir-akhir ini terang-terangan ia tunjukan pada Rai. Biasanya tidak, keluarga kecil mereka sama sekali tidak ada yang berani mengacuhkan Rai sebab itu aturan dari Ayah Biru.

"What are you doing, cantiknya bunda?" Calista menoleh ke arah suara lembut itu.

"Read a book nda and---mendengarkan Raga bercerita mengenai apalah itu jump shoot, jump ball, lay up shoot. Dia selalu merasa paling keren sedunia jika membahas hobinya itu. Ridiculous!" Rai tertawa setuju, Raga rela banyak omong jika sekali saja dipancing membahas hal berbau basket.

Panjang rambut Calista sepunggung, tebal dan hitam pekat diusap lembut oleh Rai. "Bunda ingin mendengarkan cerita petualangan mu kemarin, boleh kah?" sepasang bola mata Rai mencuat harapan besar.

"Boleh nda, asal janji jangan marah. Deal?" anggukan mantap Rai jawaban setuju.

Sudah dikatakan Calista bukan anak yang mudah berbohong, semua cerita lengkap ia beritahu. Dibagian mereka hampir terpatok ular bibir Rai pucat, detak jantung berpacu lebih kencang. Luka lamanya perlahan terbuka....

XABIRU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang