34.Dari si pemberi luka

552 54 13
                                    

34.Dari si pemberi luka

Beberapa hari setelah masa sakau itu terlewati tubuh Xabiru kembali sehat, ia bahkan bisa kembali bekerja di bengkel. Gesiha berkali-kali mendesis geli saat pelanggan yang datang untuk service kebanyakan wanita, jelas hanya untuk cuci mata melihat wajah Xabiru.

Berjejer lima sampai delapan wanita, khidmat memperhatikan Xabiru menggantikan kampas rem. Asli, bukan senang Xabiru malah merasa dihantui oleh tatapan mereka.

"Kayanya dari awal cuma gue yang gak paham lo ganteng dari sisi mana?" tanya Geisha saat keduanya istirahat.

Muka keduanya jelas cemong. "Dompet," gurau Xabiru. Gesiha mengikat rambut sambil tertawa.

"Dari kelas 1 tanggapan gue ke lo cuma si anak tengik yang matanya ijo," ucap Geisha jujur.

Xabiru terkekeh. Duduk bersantai di kursi yang tersedia sambil meminum bears band.

"Ru?" Xabiru menoleh dengan alis bertaut. Geisha terkekeh dan menggeleng ragu.

"Cerita aja," balas Xabiru paham. Geisha menggaruk tengkuknya.

"Bokap gue blangsak jadi lepas tanggung jawab, sebelumnya gue selalu mikir punya bokap banyak duit itu enak, yeaaah ... enak sebelum kenal lo. Dan tau cerita tuan Alex Smith Ricardo," paparnya dengan tatapan geram.

Mendengarnya Xabiru tertawa hambar, memposisikan duduknya condong ke arah Geisha. "Daddy gue mungkin gagal jadi suami yang baik gess tapi dia berhasil jadi ayah yang bisa ngedidik anak-anaknya jadi anak yang punya mental baja, tanggung jawab dan nggak pernah takut sama apapun yang harus dihadapi," ucap Xabiru, nadanya serius. "Terlepas dari brengseknya daddy emang bener-bener keren gess. Umur tiga tahunan gue udah diajarin megang pistol, masuk ke umur lima tahun gue diajak berburu ke hutan, hidup berbaur dengan alam tanpa teknologi gadget atau smartphone dan sejenisnya, daddy mau gue bisa nikmatin masa kecil se-keren mungkin karna masa itu nggak akan terulang lagi. Berburunya gak main-main, ke hutan belantara yang disana bisa aja ada hewan buas. Daddy ngajarin gue banyak hal, belajar bedain air sungai mana yang beracun sama enggak, nentuin arah jalan lewat bintang di langit malem, ngetapelin buah-buahan, berenang di air dalem, ngambil ikan sungai pake busur panah dan hal seru lainnya. Itu padahal umur gue masih enem tujuh tahunan. Bagi kebanyakan orang tua lain selalu bilang 'aduh itu bahaya' dan daddy bakalan jawab 'justru hal berbahaya itu menantang, akan berhasil mendidik dengan matang' ah daddy gue laki-laki yang gak banyak omong kalau ngedidik, lebih suka langsung turun praktek." Geisha yang mendengarkan terkagum-kagum. Membayangkan seseru apa masa kecil Xabiru.

"Lebih keren saat gue diajak muterin sel tahanan, kaya---study tour gila? polisinya temen daddy, sukarela nyeritain khasus para tahanan ke gue. Daddy bilang itu buat bahan pembelajaran. Dulu sesibuk-sibuknya tugas kantor dia pasti nyempetin ngajak gue berpetualang, makannya gue selalu nunggu daddy pulang di depan pintu."

"Gess...."

Geisha yang menyimak takzim tak kedip tersadar. "Eh kenapa, ru?"

"Itu dulu tapi," lanjut Xabiru sendu. Geisha tertawa kecil dan mengangguk.

"Tanggung jawabnya terbukti sampe sekarang, dari kecil Xaviera mau jadi chef, dan dari kecil sampe sekarang---- semua biaya pendidikan ditanggung daddy, padahal hubungan kita udah gak sebaik dulu. Xaviera malah sampe gak mau ketemu daddy, 'orang yang ngebiyayain semuanya' dia masih takut, keputusan itu fine-fine aja, daddy ngehargain dengan nerima. Dia nggak akan nemuin Xaviera sampai Xaviera sendiri yang minta."

"Serius lo, udah berapa lama?" Xabiru bergumam untuk mengingat.

"Udah jalan tujuh tahunan lebih ga ketemu, walau ga pernah ketemu gue tau daddy masih peduli sama Xaviera, banget malah. Tanpa sepengetahuannya daddy selalu ngawasin Xaviera lewat para anak buahnya, minta semua data aktivitas Xaviera tanpa ketauan sedikitpun." Geisha menegak air di aqua, keningnya berkerut.

XABIRU [END]Where stories live. Discover now