#9 Kedatangan Rolan

10 1 0
                                    

Aku melihat wajah Vermon dengan sangat jelas saat dia mencondongkan tubuh. Yang membuatku kaget setengah mati bukanlah kenyataan bahwa Vermon bicara padaku, tapi wajahnya. Aku mengenali wajahnya, seperti aku mengenali wajah orang-orang terdekatku. Apa pikiranku baru saja mengecohku? Atau mimpi itu hanya halusinasi? Akhir-akhir ini aku sering mendapat mimpi tentang Alex. Mimpi yang baru saja aku alami adalah yang paling aneh. Aku sangat yakin Vermon menatapku dan bicara padaku. Dia menyuruhku untuk bergegas. Apa Alex benar-benar dalam bahaya?

"Apa maksudmu kau mengenalinya? Lilian pernah menunjukkannya?" Lucia bangkit dari kursinya dan duduk di sampingku.

"Aku melihat Alex." kataku dengan suara bergetar. "Seorang perempuan mencambuki punggung Alex sampai berdarah." Cairan panas mengalir dari mataku. Aku tidak sampai hati menyaksikan Alex diperlakukan seperti itu. Tapi aku sama sekali tidak bisa mencegah perempuan itu dari menyiksa Alex. "Aku berusaha mencegahnya, tapi tidak bisa."

Lucia menyentuh bahuku yang mulai gemetaran karena menangis. "Itu hanya mimpi, Julia. Kau tidak bisa melakukan apa pun dalam mimpi."

Aku hanya bisa menutupi wajahku, terlalu malu. "Bagaimana jika itu benar terjadi? Bagaimana jika selama kita menunggu di sini, Alex sedang disiksa sampai hampir mati di sana?"

"Kita akan segera menolong Alex." kata Lucia pelan. "Sekarang ceritakan tentang Vermon. Apa maksudmu kau mengenalinya?"

Aku mendongak, "Vermon ada di sana, bersama Alex dan perempuan itu. Aku mendekati Vermon untuk melihat wajahnya. Lalu, dia bicara padaku. Dia memintaku bergegas. Saat mengatakan itu, Vermon mencondongkan tubuhnya dan aku bisa melihat wajahnya." Lucia mengerutkan dahinya, mata birunya menatapku kebingungan. "Evan. Itu wajah Evan." kataku dengan suara terbata-bata. Aku tidak mungkin salah mengenali wajah itu. Aku sudah mengamati Evan sejak lama. Aku tidak mungkin salah. Kecuali, jika pikiranku sedang mempermainkanku.

"Evan?" Lucia tampak bingung.

Aku mengangguk pelan, "Seseorang dari duniaku. Aku mengenali wajahnya. Aku tidak mungkin salah, Lucia."

"Kau yakin?" tanya Lucia, seolah menanyakan kewarasanku.

Aku mengembuskan napas frustrasi. "Aku tahu ini sangat tidak masuk akal. Evan tidak ada hubungannya dengan...Vazard. Jadi, mungkin aku salah. Mungkin aku sudah sinting dan mulai memimpikan hal-hal aneh. Maaf." kataku. Mungkin aku memang sudah benar-benar sinting.

Aku dan Lucia menoleh bersamaan saat ada yang masuk. Alastair melangkah cepat ke arah kami. Meskipun tampak bingung saat melihatku, Alastair mengatakan tujuan kedatangannya. "Rolan dan pasukannya sudah tiba." katanya.

Aku dan Lucia bangkit dan mengikuti Alastair ke luar untuk menemui Rolan.

***

Rolan dan pasukannya memenuhi ruang pertemuan yang berada di jantung pegunungan. Raja Gormund duduk di singgasana batu besar. Aldrin dan Elaine sudah bergabung bersama mereka. Rolan dan pasukannya tampak lelah. Pasti perjalanan dari kerajaan kaum Orsenvezk sampai ke pegunungan Grandor dengan menggunakan kuda dan perahu benar-benar menghabiskan energi. Masing-masing orang sudah menggenggam gelas kuningan. Aku rasa, para pelayan Raja Gormund sudah menyambut mereka dengan minuman herbal yang bisa memulihkan tenaga mereka. Rolan mendekatiku saat melihatku datang bersama Alastair dan Lucia.

"Aku dengar sudah terjadi serangan." katanya pelan, nyaris berbisik.

Aku mengangguk mantap, "Alex datang bersama para Globator."

"Maaf, kami terlambat."

Aku hanya mengangguk sebagai respon.

"Bagaimana dengan batunya?" tanya Rolan, masih berbisik.

VAZARD : Sang Master (Complete)Where stories live. Discover now