#29 Musuh Tak Terlihat

7 1 0
                                    

Ratusan Globator berlari keluar dari pintu kastel yang terbuka lebar. Suara derap kaki mereka terdengar seperti guntur saat badai. Bergemuruh. Aku menelan ludah saat melihat ratusan monster itu berlari ke arah kami. Tidak ada satu pun penyihir Burdeoux di antara mereka. Alex juga tidak terlihat. Mereka menyadari jebakan kami?

Rombongan monster itu semakin mendekat. Saat mereka mencapai tengah dataran luas, aku memberi isyarat pada para penyihir lain untuk merapalkan mantra. Abyss. Mulai muncul retakan pada tanah di bawah kaki monster-monster itu. Hanya retakan kecil. Para monster itu tidak berhenti. Detik berikutnya, retakan itu membesar. Para Globator mulai menyadari keberadaan retakan di bawah kaki mereka. Retakan di tanah semakin lebar. Para Globator itu berhenti, kebingungan menatap tanah di bawah kaki mereka yang retak-retak. Detik berikutnya, retakan-retakan itu memanjang dan membentuk jurang dalam. Beberapa Globator bodoh, yang tetap berdiri diam di tempat, langsung jatuh ke dalam jurang itu. Beberapa yang lain langsung berlari menghindar, semakin dekat ke arah kami.

Tersisa setengah dari ratusan Globator yang berlari ke arah kami. Dengan ketenangan yang mengerikan dan suara merdu yang magis, para kaum Orsenvezk mulai menyanyikan mantra mereka lagi. Retakan yang menelan para Globator itu perlahan menutup, sementara para Globator yang masih berlari mulai terjatuh karena tanah yang tidak stabil. Monster-monster itu berjatuhan dan meraung. Bangkit. Menggeram. Jatuh. Meraung.

Pertahanan terakhir kami adalah para prajurit yang dipimpin oleh Khal. Beberapa anak panah melesat dari para prajurit yang bersiaga di puncak tebing batu. Tapi percuma, panah-panah itu tidak akan bisa menghentikan para Globator. Salah satu Globator yang bertubuh paling besar, dengan lima anak panah tertancap di punggungnya, meraung keras. Sangat keras. Tangan besarnya meraih ke belakang, mencabut kelima anak panah itu dengan kasar, kemudian mempercepat larinya.

Dengan gerakan cepat, Khal menerjang maju, mengayunkan pedangnya ke arah Globator itu. Prajurit yang lain mengikuti, menyerang para Globator lain yang mendekat. Semuanya terjadi begitu cepat tanpa kusadari. Suara raungan dan dentingan besi bertemu besi saat pedang para prajurit dan senjata-senjata besar para Globator saling beradu. Aku hanya diam di tempat, membantu para penyihir lain memantrai para prajurit, menciptakan perisai imajiner yang akan melindungi mereka dari senjata para Globator.

Tidak butuh waktu lama, para prajurit kaum Orsenvezk sudah berhasil melumpuhkan para Globator. Tumpukan abu memenuhi area yang dulunya adalah kumpulan mayat-mayat para Globator. Aku menghentikan sihirku saat yakin seluruh Globator yang menyerang sudah tak tersisa. Hanya itu?

Aku menatap para prajurit yang tampak puas dengan pertarungan mereka. Aku masih diam sampai Khal menoleh dan balik menatapku. Dia tampak sama bingungnya denganku. Ada yang tidak beres.

Khal mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi, memberi isyarat pada pasukannya untuk kembali berbaris rapi seperti semula. Kami menunggu. Hanya menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Tidak terjadi apa pun. Hening. Lalu, teriakan-teriakan mulai terdengar.

Para prajurit saling bertatapan. Kebingungan. Sampai aku menangkap gerakan di puncak tebing batu. Satu per satu pemanah terangkat oleh sesuatu yang tidak terlihat. Sesuatu itu membawa para pemanah sampai ke dataran luas, lalu mematahkan tubuh mereka. Benar-benar mematahkannya. Mataku melebar saat melihat tubuh salah satu pemanah menekuk ke atas lalu terjatuh dalam keadaan tidak bernyawa. Makhluk macam apa itu?

Semua orang mulai panik, mencari-cari ke angkasa, waspada. Tidak terlihat apa pun di angkasa. Hanya udara kosong yang mengangkat para pemanah sampai habis, mematahkan tubuh mereka lalu menjatuhkannya.

Aku berlari mendekati Darys. Sejauh ini, dia satu-satunya penyihir tertua yang ada di antara kami. Seharusnya dia tahu sesuatu tentang sihir yang bisa melakukan hal sekejam itu.

"Aku rasa itu mantra konsealis." kataku, terengah-engah. Setelah menelan ludah yang terasa sangat sulit, aku melanjutkan. "Apa kau bisa menghilangkan mantra itu?"

Darys hanya mengangguk sekilas. Tangan kanannya terulur. Tanpa mengucapkan apa pun, Darys menyalurkan energi sihirnya pada entah-makhluk-apa-yang-tidak-terlihat-dan-sangat-kejam itu. Lalu, angkasa dipenuhi makhluk-makhluk hitam besar yang beterbangan. Ismirath. Tentu saja itu Ismirath. Harusnya aku tahu.

Aku ternganga saat salah satu Ismirath menangkap dua prajurit di bawah dan membawanya terbang. Dengan gerakan cepat, kedua kaki depan Ismirath meraih tubuh dua orang prajurit lalu meremasnya, menancapkan kuku-kuku tajamnya pada tubuh para prajurit itu, lalu menjatuhkannya. Sialan! Cakar Ismirath juga dimantrai?

Aku memberi isyarat pada semua penyihir untuk mulai merapalkan mantra perisai. Akan membutuhkan banyak sekali energi untuk melindungi begitu banyak orang.

"Energi kita tidak akan cukup, Julia." kata Lucia.

Aku mendongak, menatap para penunggang Ismirath itu. Ada puluhan Ismirath yang sekarang sedang menyerang kami. Itu adalah teror terbesar yang pernah kulihat. Tapi, tidak ada Alex dan Virian. Mereka masih belum mengerahkan usaha terbaik mereka. Para Ismirath itu hanya menu pembuka.

Aku berlari mendekati Khal. "Apa kau bisa mengendalikan Ismirath?" teriakku untuk menyaingi suara kepakan sayap dan keributan para prajurit.

"Jika aku bisa menungganginya, ya, tentu saja. Aku bisa berusaha mengendalikannya."

Hanya itu jawaban yang kuperlukan. Aku berlari, mencari tempat aman dan strategis untuk membidik para Ismirath itu tanpa perlu khawatir tertangkap. Aku menyelip di antara dua tebing batu yang bersebelahan. Aku mengulurkan kedua tanganku, memejamkan mata. Saat membuka mata, aku menatap satu per satu para penunggang Ismirath. Petrifinum.

Aku teridam, menyaksikan sihirku bekerja pada para penunggang Ismirath. Tubuh mereka perlahan mengeras dan akhirnya berubah menjadi batu. Para penyihir batu itu tidak bisa menjaga keseimbangan di atas punggung Ismirath yang terus bergerak, lalu satu per satu jatuh dan pecah.

Aku merasa luar biasa lelah saat selesai menghabisi seluruh penunggang Ismirath. Tapi, aku masih memiliki satu pekerjaan lagi. Aku baru akan merapalkan mantra belenggu untuk melumpuhkan para Ismirath saat suara terompet terdengar dari arah kastel. Lalu, Alex muncul.

VAZARD : Sang Master (Complete)Where stories live. Discover now