#17 Sang Master

5 1 0
                                    

BAGIAN KEEMPAT : JULIA


Aku mengamati keadaan di sekelilingku. Ruangannya masih tampak sama, sempit, berdinding batu dan gelap. Tapi sekarang aku terbaring di meja batu. Aku berencana bangkit untuk mengamati ruangan ini, tapi tubuhku kaku. Aku sama sekali tidak bisa bergerak, seperti lumpuh total. Hanya mataku yang masih bisa melihat sekeliling.

Aku hanya bisa menimbulkan suara gumaman saat mencoba bicara. Bibirku terkatup rapat, tidak bisa digerakkan sama sekali. Entah sihir macam apa yang mengikatku sekarang.

Averso fetterium. Tidak ada yang berubah, tubuhku masih tetap kaku dan mati rasa. Sama seperti di ruangan sebelumnya, sihirku tidak ada artinya di sini.

Aku menghela napas, menatap kosong ruangan yang temaram. Hanya ada sebuah obor di ujung ruangan. Aku bahkan tidak bisa melihat obornya, hanya cahaya jingga samar yang menerangi sebagian ruangan ini. Pandanganku jatuh pada langit-langit batu yang ditumbuhi tanaman merambat. Aku mengikuti arah rambatan sulur tanaman yang memenuhi langit-langit. Ruangan ini terasa sangat pengap karena tidak ada lubang udara sama sekali. Aku bisa mati perlahan jika terlalu lama di ruangan ini. Sialan! Bagaimana nasib yang lain? Apa Alastair dan Rolan berhasil menguasai kastel?

Aku memejamkan mata. Aku berusaha menyelamatkan Alex, tapi justru tertangkap. Apa yang harus kulakukan sekarang? Aku merasa benar-benar tidak berguna dengan tubuh kaku seperti ini.

Dengan bodohnya, aku masih mencoba hal yang sama, menggerakkan bagian tubuhku yang mana saja. Gagal. Tubuhku benar-benar sekeras batu. Aku hanya bisa mengembuskan napas frustrasi ke udara lembap di sekelilingku. Ruangan ini benar-benar memuakkan. Aku harap Alastair dan yang lain segera menemukanku.

***

Aku tetap memejamkan mata saat mendengar suara pintu besi dibuka. Tidak ada suara orang bicara, hanya suara gesekan besi dan langkah kaki. Aku membuka mata dan mendapati dua lelaki sudah berdiri di sampingku. Penampilan mereka seperti penyihir Burdeoux.

Salah satu dari lelaki itu menyapukan telapak tangannya di atas tubuhku. Perlahan rasa perih mulai menggelitik punggungku. Setelah dia selesai, aku mencoba menggerakkan jemariku. Ternyata dia baru saja menghilangkan belenggu tak kasat mata dari tubuhku. Alih-alih kembali normal, sekarang tubuhku jadi terasa selembek jelly, tidak bisa diangkat.

Lalu, dua orang itu mulai mengapit kedua lenganku dan menyeretku keluar. Benar-benar menyeretku. Kakiku sama sekali tidak bisa digunakan untuk menopang tubuh, seolah seluruh tulangku berubah lunak.

Kami berhenti di hadapan lorong yang sangat sempit, terlalu sempit untuk dilewati tiga orang sekaligus. Salah satu dari penyihir Burdeoux itu mengarahkan tangannya dan perlahan lorong sempit itu melebar. Aku menurut saat dua orang itu melanjutkan pekerjaan mereka, menyeretku.

Aku dibawa ke ruangan mengerikan itu lagi. Dengan sangat sigap, kedua orang itu mengikat kedua tanganku pada rantai berkarat. Aku benar-benar tidak bertenaga untuk melawan. Rasanya seperti baru saja mengikuti lomba lari maraton beratus-ratus kilometer tanpa henti dan tidak mendapat jatah minum. Aku lelah, haus, dan sakit.

Kedua lelaki itu meninggalkanku sendirian. Ketidakmampuanku untuk berdiri membuat pergelangan tanganku sakit. Seluruh beban tubuhku ditanggung oleh kedua pergelangan tanganku yang tertahan oleh besi berkarat.

Kepalaku masih terkulai saat mendengar suara derit pintu. Sudut mataku menangkap kaki yang melangkah memasuki ruangan. Ada lebih dari sepasang kaki. Aku tidak bisa melihat siapa orang-orang itu karena tulangku yang selentur karet.

Lalu, tubuhku menegang saat ada yang bergumam dusigsium. Tubuhku mendadak tegap seperti seorang prajurit, wajahku mendongak dengan gagah berani, menatap ketiga orang yang memasuki ruangan dan berdiri di hadapanku. Aku tidak bisa menahan mulutku tetap tertutup saat melihat siapa yang ada di hadapanku.

VAZARD : Sang Master (Complete)Where stories live. Discover now