#11 Lautan

9 0 0
                                    

Aku mendapat sebuah baju zirah baru. Warnanya indah karena merupakan gabungan dari emas murni dan baja. Elaine memberitahuku, dia harus berdebat cukup lama dengan para pekerja kaum Avarus karena mereka berkeras untuk menggunakan emas, sedangkan Elaine ingin menggunakan baja yang dia temukan. Akhirnya, mereka menemukan jalan tengah. Tidak hanya baju zirahku yang berwarna perak kekuningan, pedang baru Lucia juga. Elaine membuatkan Lucia sebuah pedang tipis seperti miliknya dulu. Semua peralatan sudah diangkut ke atas kapal saat warna langit mulai berubah jingga.

"Terima kasih atas kebaikan hatimu." kataku pada Raja Gormund saat mengantar kepergian kami.

Raja Gormund mengangguk, pandangannya tertuju pada barisan prajurit kaum Avarus yang akan ikut berlayar. "Mereka adalah prajurit terbaik kami." katanya.

"Aku tahu. Terima kasih." kataku lagi. Entah bagaimana cara Aldrin membujuk Raja Gormund sampai mau mengizinkan para prajurit terbaiknya ikut berlayar bersama kami. Aku rasa, Aldrin memiliki kemampuan khusus dalam memengaruhi pikiran.

Aku sedikit membungkuk untuk memberi hormat pada Raja Gormund sebelum undur diri. Saat aku sampai di tepi sungai, para prajurit sedang sibuk memanjat tangga tali. Aku naik ke kapal pertama, bersama Alastair. Lucia dan Elaine berada di kapal kedua, sementara Aldrin dan Rolan berada di kapal terakhir. Alastair mengulurkan tangannya untuk membantuku saat akhirnya aku berhasil menjejak tali teratas.

"Kau sudah siap?" tanya Alastair.

Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

Setelah memastikan semuanya siap, Alastair memberi isyarat pada seorang prajurit. Tidak lama, jangkar diangkat dan layar dikembangkan. Layar itu tetap datar, tidak ada angin yang berembus. Beberapa prajurit kaum Orsenvezk mulai menggumamkan kata-kata yang tidak kupahami. Detik berikutnya, angin mulai bertiup.

Aku menoleh pada Alastair, menuntut penjelasan. "Angin di sini terlalu kecil." Alastair menjelaskan. "Mereka menyanyikan mantra angin."

Aku hanya mengangguk, tidak terlalu mengerti tentang mantra kaum Orsenvezk. Aidan pernah menjelaskan tentang mantra yang digunakan kaum Orsenvezk untuk membantu mereka hidup berdampingan dengan alam. Tapi, aku sama sekali tidak memahami cara kerjanya. Apa itu bekerja untuk seluruh elemen alam? Entahlah.

Aku mendongak saat merasakan embusan angin hangat di wajahku. Sosok merah Vatra tampak mengilap saat terkena cahaya senja.

Hati-hati. kataku saat berhasil meraih benak Vatra.

Aku akan menunggumu. Kau, hati-hati. katanya mantap, kemudian menambah kecepatan terbangnya.

Vatra akan mengawasi pulau Magola. Aku tidak akan sanggup terbang berhari-hari bersama Vatra, jadi kami memutuskan untuk berpisah jalan.

***

Saat langit sudah berubah gelap sepenuhnya, kapal kami akhirnya menyentuh lautan. Angin mulai berembus kencang dan para prajurit yang menyanyikan mantra angin bisa beristirahat. Angin darat membawa kami mengarungi lautan.

Aku duduk di dek kapal, menatap layar hitam yang terkembang sempurna dan konstelasi bintang di atasnya. Titik-titik bintang mulai tampak menghiasi langit malam yang hitam pekat, seperti bubuk cahaya.

"Di duniamu ada bintang?"

Aku mengalihkan pandanganku pada Alastair. Dia mengambil tempat di sampingku, ikut memandangi bintang. Aku mengangguk sekilas, kembali mendongak.

"Ada. Tapi tidak seindah ini." kataku, masih mengagumi titik-titik bercahaya yang tampak begitu indah, seperti ada sungai bintang di langit gelap. "Bintang di duniaku tampak redup karena banyak lampu dan gedung-gedung tinggi yang bercahaya."

VAZARD : Sang Master (Complete)Where stories live. Discover now