#5 Virian

17 1 0
                                    

Aku bertemu Virian saat pertama kali menginjakkan kaki di kastel. Dia yang menyeretku ke ruang pelatihan dan melatihku. Virian memaksaku mengatakan semua yang aku tahu tentang Julia, meskipun aku yakin dinding pertahanan pikiranku sudah runtuh saat itu. Virian bisa saja memasuki pikiranku dan mengambil semua informasi yang dia inginkan, tapi dia tidak melakukannya. Virian lebih memilih melecutkan cambuknya ke punggungku daripada melakukan itu. Dia membiarkanku memilih informasi apa yang akan kukatakan alih-alih memasuki pikiranku dan merampas semua memori yang kumiliki tentang Julia. Saat itu, aku tahu Virian adalah satu-satunya orang di tempat ini yang bisa membantuku.

Aku mendatangi kamar Virian dengan membawa buku merah milik Luwis. Setelah ketukan pertama, pintu kayunya terbuka. Bibir merah Virian membentuk lengkungan sempurna saat melihatku. Mata birunya tampak cemerlang, mengingatkanku pada langit cerah. Sekarang, aku hampir lupa warna langit cerah.

"Kau tahu kau tidak perlu mengetuk pintu untuk masuk kan, Alex?" katanya saat membiarkanku masuk ke kamarnya.

Aku mengambil kursi di samping meja bundar, sementara Virian duduk di pinggiran ranjang. "Jadi, kau ingin mulai dari mana?" tanya Virian dengan suara yang membuat pertahananku nyaris runtuh.

Aku meletakkan buku merah di atas meja, langsung membukanya ke bagian batu Burdeoux. "Aku ingin tahu bagaimana cara mengaktifkan ini."

Virian berdecak kesal dan menghampiriku. Tubuhnya merunduk di atas buku untuk melihat apa yang kutunjuk. Setelah selesai, mata birunya menangkap wajahku.

"Untuk apa kau menanyakan ini?" Suaranya mendadak berubah, tegas dan marah. "Kau memiliki batu Burdeoux?"

Perubahan sikapnya baru saja memberitahuku bahwa batu Burdeoux ini memang benar-benar berguna. "Bagaimana caranya?" tanyaku, mengabaikan pertanyaan Virian sebelumnya.

"Apa yang kau rencanakan?" tanya Virian.

"Aku hanya bertanya." jawabku datar.

"Kau tidak akan bertanya jika tidak berencana melakukan sesuatu!" Suara Virian meninggi. "Kenapa kau selalu mencari masalah?"

Ekspresi wajah Virian berubah. "Manusia itu lagi? Apa lagi yang kau rencanakan kali ini? Kau tahu, Alex, tubuhmu tidak sanggup menahan sihir terlalu lama. Kau masih percaya dia akan datang ke sini dan menolongmu?" Virian melemparkan kedua tangannya di udara. "Oh, tentu saja dia akan datang. Tapi sayangnya dia tidak memiliki batu Burdeoux untuk menyelamatkanmu. Hanya Master yang bisa menolongmu, dasar bodoh!"

Rahangku sakit karena berusaha menahan diri. Aku bangkit dengan cepat dan mendekati Virian, menggiringnya dan mengimpit tubuhnya ke tembok.

"Aku tidak peduli jika harus mati saat ini juga." kataku pelan, menekankan setiap katanya. "Tapi aku tidak akan mati di bawah pengaruh sihir."

Aku menahan tangan Virian saat dia berniat mencengkeram leherku. Kedua tanganku menekan kedua tangannya pada dinding. Virian menatapku, tidak ada tanda-tanda akan menyerah.

"Aku benci harus...." katanya pelan. Dia tampak ragu. "Berhentilah bersikap bodoh, Alex."

Pupil mata Virian membesar saat aku mendekatkan wajahku, menatapnya dari jarak begitu dekat.

"Beritahu caranya." kataku tegas.

"Kau terlalu keras kepala." katanya.

Virian menendang perutku dengan sangat keras. Saat aku membungkuk, Virian mencengkeram leherku dan sensasi terbakar menjalar di seluruh tubuhku. Aku roboh. Sosok Virian tidak lagi tampak jelas. Dan semuanya gelap.

VAZARD : Sang Master (Complete)Место, где живут истории. Откройте их для себя