#22 Melanggar Sumpah

5 1 0
                                    

BAGIAN KELIMA : ALEX


Tubuhku tidak bisa bergerak, meskipun pikiranku memberontak saat melihat Julia disengat oleh para ular menjijikan itu. Aku menyaksikan tubuhnya mengejang, lalu akhirnya diam. Sesaat setelahnya, para ular itu melakukan hal yang sama padaku, Elaine, dan Aldrin.

Pandanganku kabur selama beberapa saat, kepalaku terasa berat dan berputar cepat. Saat pandanganku lebih jelas, aku baru mengenali langit-langit kamarku sendiri. Aku diam cukup lama, berusaha memulihkan energi yang sempat terkuras habis akibat sengatan penyihir Evilium. Aku yakin, kebaikan hati Master yang mencegah sengatan itu menghentikan detak jantungku.

"Sampai kapan kau akan bersikap bodoh seperti ini?" Aku terkesiap saat mendengar suaranya. Aku menatap Virian dengan ekor mataku. Dia duduk di sebuah kursi, di samping ranjangku.

Aku tidak menjawab, hanya memandangi guratan alam pada langit-langit kamarku.

"Kau hanya menyiksa dirimu sendiri. Tubuhmu hampir rusak."

Apa pedulinya? Tubuhku memang sudah rusak sejak sihir Master bersarang di dalamnya. Aku sudah tidak memiliki tubuhku lagi.

"Kau tahu Master tidak akan membunuhmu sebelum mendapatkan apa yang dia inginkan." katanya lagi.

"Master tidak akan mendapatkan apa yang dia inginkan." kataku pelan.

Virian tertawa mendengar perkataanku, "Di situlah letak kesalahanmu." Saat aku menoleh, Virian melanjutkan, "Master selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. Cepat atau lambat, manusia itu akan menyerah karena tidak ingin melihatmu disiksa lagi."

Aku menatap Virian, berusaha mengatakan aku ingin dia pergi dari sini hanya dengan tatapan mataku. Aku rasa, Virian mengerti. Dia bangkit dari kursinya, kemudian melangkah pergi. Saat tangannya sudah memegang gagang pintu, Virian berhenti.

"Aku mengganti mantra untuk mengunci manusia itu." katanya. "Agar kau tidak mendapat hukuman lagi."

Aku langsung bangkit dari ranjang dan menahan daun pintu yang sudah setengah terbuka. Virian tampak terkejut saat melihatku menghalangi langkahnya. Bibir merahnya membentuk senyuman miring yang tampak berbahaya.

"Aku pikir, kau ingin aku pergi?" tanya Virian dengan nada sinis.

"Mantra apa yang kau gunakan?" tanyaku tegas.

Virian hanya memutar bola matanya, kemudian berusaha membuka pintu. Aku menekan daun pintunya lagi, menutupnya dengan keras. Virian mengangkat kedua tangannya ke udara dengan kesal.

"Kau memberitahuku, itu artinya kau ingin aku tahu mantra baru yang kau gunakan." kataku, mengambil kesimpulan.

Virian mendengus kesal, "Aku memberitahumu karena aku tidak ingin kau terus mengkhianati Master dan mendapat hukuman."

Aku menggertakkan gigi, "Kenapa kau peduli?"

Virian menatapku penuh amarah. Mata birunya menjelajahi setiap mili wajahku dengan kekesalan yang nyaris meledak. Dengan cepat, Virian melepaskan sarung tangan kulitnya kemudian menunjukkan kedua telapak tangannya di hadapanku.

"Lihat apa yang kau lakukan." katanya pahit.

Aku memandangi kedua telapak tangannya yang berkerut akibat luka bakar. Kedua tangan yang dia gunakan untuk menyentuh batang besi panas saat menghukumku.

Aku meraih tangan kanan Virian dan menempelkan telapak tanganku. Virian berusaha menarik tangannya, tapi dia tidak cukup kuat untuk melepaskan genggamanku pada pergelangan tangannya.

"Apa yang kau lakukan!" berontaknya.

Tanpa menjawab, aku menggumamkan sebuah mantra. Kyuri. Dalam sekejap, otot-otot di seluruh tubuhku menegang saat aliran energi memancar dari telapak tanganku, menyembuhkan luka-luka pada telapak tangan Virian. Detik berikutnya, luka itu lenyap tak bersisa. Aku melakukan hal yang sama pada telapak tangan kirinya.

"Kenapa kau melakukannya? Master melarang kita untuk menyembuhkannya dengan sihir."

"Perintah Master untukku adalah tidak menyembuhkan luka-ku dengan sihir. Tidak ada perintah untuk tidak menyembuhkan luka-mu dengan sihir." Aku harus terbiasa mengakali perintah Master. Perintah yang diberikan biasanya tidak terlalu spesifik pada satu hal.

Virian mendesah frustrasi. Dia menyerah untuk keluar dan menarik sebuah kursi, kembali duduk. Aku menyandarkan tubuh pada pintu yang tertutup, memastikan Virian tidak akan keluar sebelum memberikan mantranya padaku.

"Kau pikir dengan berbuat baik padaku, kau akan mendapatkan mantranya?" kata Virian pelan, memasangkan kembali sarung tangannya.

"Aku pikir, kau satu-satunya orang yang bisa membantuku." kataku jujur.

Virian tersenyum, "Aku tidak bisa melawan perintah Master, sama sepertimu. Apa yang membuatmu berpikir aku bisa membantumu? Mengkhianati Master satu kali sudah cukup buruk, Alex. Aku tidak akan mengecewakannya lagi."

"Kau tidak berada di bawah pengaruh sihir." kataku.

"Aku terikat sumpah." Virian tampak tidak lagi yakin dengan hal yang dia lakukan. Kilauan di matanya meredup. Saat yang tepat untuk mengubah keyakinannya.

"Kau melanggar sumpahmu saat memberikan mantra itu padaku." kataku tegas.

"Kau membuatku melakukannya." kata Virian. Bibir merahnya membentuk senyuman penuh rayuan, mengingatkanku pada apa yang harus kulakukan untuk mendapatkan mantra itu sebelumnya.

"Itu artinya kau tidak terikat sumpah." kataku pahit.

Senyum di wajah Virian memudar, "Tidakkah kau mengerti, Alex? Sumpah itu mengikat sesuatu yang lebih besar dalam diriku. Masalah sepele semacam itu tidak akan merusak sumpahku. Tapi tetap saja, itu adalah sebuah pengkhianatan. Dan aku tidak mau melakukannya. Sudah kukatakan, aku tidak mau mengecewakan Master lagi."

Virian berpaling saat aku menatapnya dengan intens. Tidak biasanya dia berpaling. Apa kesetiaannya mulai goyah? Apa aku bisa mengubahnya?

"Kau bisa menentukan pilihanmu, Virian. Kau menggantikanku melatih Julia." Aku menyentuh bahu Virian, membuatnya mendongak dan menatapku. "Kau bebas memilih. Kau bisa memilih melakukan hal yang benar."

Virian mencari sesuatu di mataku. Kebohongan? Kepercayaan? Entahlah. Dia hanya menatapku cukup lama. Lalu, raut wajahnya kembali menegas. Virian menghela napas panjang, kemudian bangkit.

"Aku bisa membantumu, Alex. Tapi, menolong manusia itu berarti pengkhianatan. Aku tidak bisa melanggar sumpahku." bisiknya.

Virian mencengkeram leherku, membuatku tidak sadarkandiri.

VAZARD : Sang Master (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang