#27 Perjalanan Lucia

6 1 0
                                    

Lucia menyerahkan sebuah tunik bersih dan celana kulit hitam padaku. Dia tetap meneruskan ceritanya saat berbalik, membiarkanku berganti pakaian. Rasanya menyenangkan sekali bisa memakai pakaian bersih dan utuh lagi.

"Jadi, Elaine dan Aldrin masih hidup?"

Aku selesai memakai ikat pinggang, kemudian duduk di pinggiran ranjang. Lucia berbalik saat tahu aku sudah selesai berpakaian, kemudian duduk di sampingku. Aku mengangguk untuk menjawab pertanyaan Lucia.

"Syukurlah. Apa kau melihat keadaan mereka?" Lucia menunduk, tampak sedih. "Terakhir kali aku melihat Elaine adalah saat Alex melemparnya dengan sihir, setelah Alastair tewas."

Aku terdiam, memandang ke sekeliling tenda yang tampak lebih luas dari tenda besar karena tidak ada perabotan berlebihan di dalam sini, hanya sebuah ranjang dan sebuah meja kecil untuk tempat mangkuk air. Aku sedang berusaha mengurutkan potongan-potongan kejadian yang baru saja diceritakan Lucia. Pasukan yang berada di bawah komando Rolan dan Alastair berencana menyerang kastel. Tapi, saat mereka melewati parit dalam, para Globator menyerang mereka. Lalu para penyihir Burdeoux dan Alex muncul dan membantai mereka. Lucia hanya melihat sekilas saat Alex menghunjamkan pedangnya ke tubuh Alastair yang tergeletak di tanah. Lucia sendiri sedang sibuk melawan seorang penyihir Burdeoux, sampai akhirnya penyihir itu menusuk perutnya. Untungnya tusukan itu tidak terlalu dalam, tidak sampai membuatnya tewas di tempat.

"Aku melihat mereka saat..." Aku berdeham untuk menghilangkan gumpalan besar yang tiba-tiba mengganggu kerongkonganku. "Aku melihat mereka saat Vermon mengundangku ke ruangannya. Vermon menjadikan mereka umpan, sama seperti Alex."

Lucia hanya diam, mata birunya mengamatiku. Aku menangkap kilatan rasa simpati dari tatapannya. Aku berpaling untuk menghindari tatapan Lucia, berdeham lagi.

"Jadi, apa yang terjadi setelah pertempuran itu?" tanyaku, ingin tahu bagaimana Lucia bisa mengeluarkan Darys dari dinding es di aulanya.

"Aku sadar dan lukaku sudah hilang entah ke mana. Aku merasa sangat segar, tapi aku luar biasa terkejut saat di sekelilingku sudah menjadi lautan mayat." Lucia tertunduk sejenak, kemudian kembali menatapku. "Aku mencari tubuh Alastair, dan kau tahu, bicara padanya sebentar. Lalu, aku menemukan tubuh Rolan juga. Tapi aku tidak menemukan Elaine dan Aldrin. Setelah itu, aku berusaha memanjat keluar." Lucia mengeluarkan sebuah belati dari balik ikat pinggangnya. "Aku memakai belati milik Alastair untuk membantuku keluar dari parit itu. Aku langsung berlari ke tebing batu terdekat. Aku rasa tidak ada yang melihatku lari. Penjagaan di luar kastel itu sangat kurang. Sepertinya Vermon benar-benar percaya pada sihir, sampai membiarkan bagian luar kastelnya tanpa penjagaan seperti itu." Aku hanya menyetujui pendapat Lucia dalam hati. Keangkuhan Vermon membuatnya ceroboh.

Lucia meletakkan belati milik Alastair di atas meja kecil. Aku mengamati belati itu, teringat pada belatiku sendiri yang sekarang entah berada di mana.

"Aku sempat memakai mantra untuk menyembunyikan diri. Tapi energiku tidak cukup banyak. Jadi, aku memutuskan untuk berlari. Aku berlari dan terus berlari, sampai akhirnya mencapai pesisir. Lalu, aku melihat sebuah pulau kecil di luar pulau Magola ini."

Lucia terdiam sejenak untuk menghela napas.

"Aku pergi ke pulau itu." Saat melihat dahiku berkerut, Lucia melanjutkan, "Penyihir Burdeoux bisa mencapai tujuannya dengan lebih cepat, kau ingat?"

Aku mengangguk.

"Jadi, aku pergi ke pulau itu untuk memulihkan energiku dan bersembunyi. Aku butuh energi besar untuk menyeberangi lautan sampai ke Zeltar, jadi aku memutuskan untuk istirahat lebih dulu."

Aku mengangguk lagi. Lucia sudah menjawab pertanyaanku tanpa diminta.

"Aku pikir, aku berada di pulau itu selama dua hari. Entahlah, aku kehilangan hitungan hariku karena tertidur cukup lama. Saat bangun, energiku sudah kembali. Aku melanjutkan perjalanan ke Zeltar." kata Lucia.

Dahiku berkerut, "Apa cara cepat kaum Burdeoux ini seperti portal?"

Lucia menggeleng, "Tidak bekerja seperti itu. Rasanya mudah sekali jika bisa menggunakan portal kapan pun. Tidak perlu ada kuda, kapal dan sebagainya." Aku mengangguk. "Cara kami berbeda. Dan hanya kaum Burdeoux yang bisa melakukannya."

Aku tidak bisa, pikirku kesal. Oh, benar. Aku kan hanya setengah penyihir Burdeoux.

"Lalu, apa yang terjadi?"

Lucia menghela napas panjang, "Aku menemui Ratu Irina dan menceritakan semuanya. Ratu Irina langsung mengerahkan para prajuritnya untuk datang ke pulau ini."

Lucia terdiam. Aku menunggu, tapi Lucia bergeming. "Aku rasa kau lupa bagian Darys?" tanyaku.

"Ah, iya. Maaf." kata Lucia, tersenyum malu. "Setelah menemui Ratu Irina, aku pergi menemui saudara-saudaraku di rumah pohon. Aku mengajak Jared untuk menemaniku ke aula Darys dan membebaskannya dari dinding es itu. Kita sudah tahu jalan keluar di tebing itu, ingat?" Aku mengangguk. "Jadi kami tidak perlu lagi melewati ruang jebakan. Darys tampak bingung saat melihatku. Atau mungkin lebih tepatnya, dia bingung karena bernapas lagi."

Aku tetap diam, menunggu Lucia melanjutkan. "Aku menunjukkan padanya tentang apa yang terjadi. Dan dia merasa, 'Oh, tentu saja aku harus membereskan kekacauan yang kubuat. Aku sudah cukup lama tidur'. Semacam itu. Akhirnya dia ikut dengan kami. Selanjutnya, kau sudah tahu."

Aku mengangguk. Menghela napas. Mengangguk lagi. Otakku berusaha memahami alur ceritanya dengan lebih teliti.

"Jadi, apa Darys benar-benar bisa membantu? Maksudku, kau tahu kan, dulu dia mengacau."

Lucia mengedikkan bahunya, "Dia sudah melatih kemampuan sihirnya selama ribuan tahun, Julia. Jika ada orang yang bisa menguasai seluruh mantra sihir, Darys orangnya. Lagi pula, Darys bisa menangani batu Burdeoux itu, ingat?"

Lucia menyentuh bahuku saat aku hanya diam. "Semuanya akan baik-baik saja."

Aku hanya tersenyum pahit. Entah sudah keberapa kalinya aku mendengar kalimat itu. Semua orang selalu berkata seperti itu. Semuanya akan baik-baik saja. Naif sekali. Keadaan sudah sangat jelas tidak baik-baik saja. Alastair mati. Rolan mati. Elaine dan Aldrin ditawan. Alex masih terikat pada Vermon. Bagian mana dari perjalanan ini yang bisa disebut baik-baik saja?

"Sebaiknya kau istirahat sekarang." Lucia menepuk ranjang dengan tangannya. "Aku akan menemui Vatra sebentar, apa boleh?"

Aku mengangguk.

Lucia keluar dari tenda dan meninggalkanku sendirian. Aku merebahkan tubuh. Rasanya menyenangkan sekali bisa menyentuh permukaan ranjang yang empuk, bukan batu. Mataku tetap terbuka lebar meskipun rasa kantuk menguasaiku. Bagian belakang mataku mulai terasa perih dan berdenyut. Akhirnya, aku menutup mata. Bayangan ruang penyekapan dan Alex kembali melintas. Apa yang akan terjadi padanya sekarang? Apa Vermon menyiksanya lagi?

Aku berguling, bertumpu pada sisi kanan tubuhku. Lagi, bayangan Alex muncul. Kali ini, bayangan Alex saat Virian menyiksanya dengan besi panas. Aku berguling lagi, bertumpu pada sisi kiri tubuhku. Setelah lelah pura-pura tidur, aku membuka mata. Kepalaku berdenyut saat mataku terbuka.

Aku bisa melihat siluet orang-orang duduk mengelilingi api unggun di luar. Aku tersenyum saat menangkap siluet Vatra. Itu jelas sekali Vatra. Bentuknya tidak sama seperti orang-orang lain dan ukuran siluetnya sangat besar.

Kau tidak istirahat? tanyaku saat meraih benak Vatra.

Aku bisa melihat siluet Vatra menegakkan tubuh, kemudian kembali meringkuk. Aku sudah berburu.

Aku tersenyum. Makan daging segar bisa memulihkan tenaganya? Aku tidak bisa tidur.

Vatra tidak menjawab. Tapi aku bisa merasakan ketenangan yang asing dalam diriku. Tubuhku merasa hangat dan nyaman seketika. Tidurlah, aku akan menjagamu.

Suara lembut Vatra adalah hal terakhir yang akudengar.

VAZARD : Sang Master (Complete)Where stories live. Discover now