#10 Persiapan Berlayar

12 0 0
                                    

Tidak seperti biasanya, kali ini aku melihat pelayan yang membawa makanan dan minuman ke kamarku. Ada dua orang Avarus wanita yang masuk ke kamar. Setelah meletakkan baki penuh makanan dan satu gelas besar minuman, mereka keluar. Mereka benar-benar seperti robot pelayan yang hanya bisa menjalankan perintah.

Aku membasuh wajah untuk menghilangkan rasa kantuk. Setelah mimpi mengerikan yang kualami semalam, aku takut untuk memejamkan mata lagi. Aku tidak tahu mimpi macam apa yang akan muncul jika aku kembali tertidur. Aku menarik sebuah kursi dan mulai memotong apel. Setelah merasa cukup kenyang, aku keluar untuk mengunjungi Lucia. Kami akan mulai menyiapkan perbekalan untuk perjalanan kami besok.

Setelah ketukan kedua, pintu kamar Lucia mengayun terbuka. Gadis itu tampak sangat bersemangat saat melihatku, senyumnya lebar dan mata birunya berbinar-binar. Sayangnya, aku tidak bisa menunjukkan ekspresi yang sama. Senyum Lucia memudar saat aku menatapnya.

"Kau mimpi buruk lagi?" tanya Lucia, tangannya terulur untuk menyentuh bahuku.

Aku mengangguk pelan, "Kali ini, aku membunuh Alex." kataku dengan suara gemetar.

Lucia langsung memelukku, tangannya yang hangat mengusap punggungku. Dia tidak mengatakan apa pun, tapi setidaknya, pelukan Lucia sudah cukup untuk menenangkanku. Setidaknya, aku tahu untuk saat ini aku tidak sendirian.

"Kita akan segera mencari Alex." kata Lucia pelan. "Sebaiknya sekarang kau tenangkan dirimu agar kita bisa mulai menyiapkan semuanya."

Aku hanya mengangguk, kemudian Lucia membimbingku menuju tempat perbekalan.

***

Aku dan Lucia pergi ke dapur yang ada di lorong selatan. Kami bertemu Elaine saat menuju ke dapur. Elaine memakai tunik putih yang tampak kotor oleh noda jelaga. Sepertinya, Elaine sang pandai besi telah kembali. Dia tampak begitu bersemangat saat membawa baja yang dia temukan di aula Darys.

"Sepertinya kau sangat sibuk." kataku, saat kami berpapasan.

Elaine mengangguk mantap, "Ada banyak peralatan yang harus dibuat. Untung saja kaum Avarus pandai membuat perlengkapan. Aku cukup terbantu." katanya, tampak tidak sabar untuk kembali bekerja.

"Baiklah. Kita akan bertemu sore nanti." kataku.

Elaine mengangguk, kemudian bergegas ke ruang pengolahan. Setelah Elaine tidak lagi terlihat, aku dan Lucia melanjutkan perjalanan ke dapur. Dapur milik kaum Avarus sangat luas. Sebuah ruangan luas berdinding batu, mirip seperti ruangan lainnya, hanya saja di tempat ini tidak terdapat kursi sama sekali. Di dapur hanya terdapat sebuah meja besar di tengah-tengah ruangan yang dipenuhi tanaman. Aku rasa itu tanaman herbal. Aromanya yang khas langsung menguar saat aku mendekati meja besar itu. Di sekeliling ruangan terdapat meja yang merapat ke dinding. Meja itu dipenuhi peralatan memasak dan bahan-bahan makanan. Di sudut terjauh dapur terdapat sebuah tungku. Di samping tungku tersebut ada dua buah tong kayu berukuran besar.

Aku dan Lucia berhenti di ambang pintu, memerhatikan para Avarus wanita mengerjakan tugas mereka masing-masing. Beberapa sibuk menumbuk dedaunan herbal untuk dibuat minuman, beberapa yang lain sibuk mengasapi daging dan mengolah gandum untuk dibuat roti.

Seorang Avarus wanita menghampiri kami. Aku merunduk untuk menyamai tinggi wanita itu. Saat wajah kami sudah sejajar, dia berbisik, "Kami sudah menyiapkan perbekalan kalian." Tangannya yang panjang dan berbulu menunjuk enam buah peti kayu yang ditumpuk di bawah meja besar.

Aku mengangguk dan menarik dua peti kayu dari bawah meja. Aku membuka peti itu satu per satu. Peti pertama berisi roti gandum yang masih mengembang sempurna, sepertinya roti-roti itu baru saja matang. Peti kedua berisi botol-botol kuningan. Aku rasa botol-botol itu berisi minuman herbal.

VAZARD : Sang Master (Complete)Where stories live. Discover now