#2 Penawar Racun

23 1 0
                                    



Batang kaca pengaduk yang bergerak sendiri menarik perhatianku. Batang kaca itu mengaduk cairan berwarna merah yang ada di dalam botol kaca seukuran gelas minum. Tidak ada orang di dalam sini, hanya ada botol berisi cairan warna-warni dan beberapa batang kaca yang sibuk mengaduk sendiri.

Kali kedua aku masuk ke dalam ruangan ini adalah saat Master Vermon menyuruhku meminta teh herbal pada Luwis. Saat itu, aku terdiam cukup lama ketika mengamati botol-botol kaca yang berterbangan, menuangkan cairan ke botol lain yang lebih besar. Aku baru bisa bergerak saat ada yang menepuk lenganku, seorang lelaki berjanggut yang tingginya tidak sampai bahuku. Wajah lelaki itu bulat sempurna, rambut peraknya menipis di bagian ubun-ubun. Lelaki itu memakai jubah hitam untuk menutupi tunik putih gadingnya yang kumal. Saat itu, aku tahu dia bernama Luwis, salah satu ilmuwan penyihir Burdeoux.

Setelah merasa puas mengamati batang pengaduk ajaib itu, aku masuk ke dalam, mencari Luwis di deretan rak penuh buku. Bau debu menguar tajam saat aku melewati barisan buku-buku tua yang diletakkan sembarangan di rak. Luwis ada di barisan rak ketiga. Dia duduk nyaman di sebuah kursi beludru yang ada di sudut ruangan. Matanya menekuri buku tebal di pangkuannya.

"Pintumu terbuka lagi." kataku sebelum amarah Luwis meledak karena aku masuk tanpa izin. Untuk yang ketiga kalinya.

"Ada apa mencariku? Teh herbal Master seharusnya habis dua hari lagi." kata Luwis tanpa mengangkat wajahnya.

"Aku ingin kau membuat obat untuk Starlight. Racun duri ini membuatnya sakit." Aku menyodorkan duri Zith di tanganku.

Luwis mendongak untuk menatap duri itu, kemudian menatapku. "Starlight?" tanya lelaki itu, kerutan dalam tercipta di dahinya.

"Ismirath." jelasku dengan tidak sabar.

Luwis mengangguk pelan, yang membuatku semakin tidak sabar. Dia begitu lamban. Tepat saat aku akan mengatakan sesuatu, Luwis menutup bukunya dengan hati-hati. Dia mengusap bukunya sekali, menciptakan pancaran cahaya redup pada sampulnya. Saat cahaya itu hilang, Luwis bangkit dari kursi nyamannya dan meletakkan buku itu di rak paling atas.

"Sudah berapa lama duri itu tertancap?" tanya Luwis saat berjalan menuju sisi kamarnya yang berisi botol-botol kaca.

Aku berusaha menghitung berapa hari sejak pertarungan di pegunungan Grandor. Agak sulit menghitung hari di sini. Keadaannya tidak jauh berbeda antara siang dan malam karena kabut tebal yang selalu menutupi pulau ini. Aku menghitung waktu berdasarkan kemampuan para Globator bekerja. Monster-monster itu hanya mampu bekerja selama setengah hari, kecuali jika Virian yang memimpin mereka.

"Empat hari." jawabku.

Luwis menjentikkan jarinya dan batang kaca pengaduk ajaib berhenti bergerak. Pemandangan yang masih janggal bagiku. Luwis mengulurkan tangannya untuk meminta duri Zith itu. Setelah mendapatkannya, lelaki itu menajamkan pandangannya untuk mengintip lubang bisa di ujung duri. Dia tersenyum, kemudian berbalik untuk mengambil botol kaca yang masih kosong.

"Kau beruntung." kata Luwis saat lelaki itu membalik duri Zith dan meletakkannya di botol kaca. Bibir botol yang kecil menahan duri itu sehingga ujung durinya tidak menempel dasar botol, membiarkan cairan kuning pekat menetes dari lubang yang ada di ujung duri. "Duri ini belum menancap terlalu lama, masih ada sisa racun yang bisa digunakan untuk membuat penawar." lanjutnya.

Aku membungkuk untuk melihat cairan kuning yang menetes ke dalam botol. Setelah mendapatkan beberapa tetes racun, Luwis mengambil duri itu dan meletakkannya. Lelaki itu mengambil botol lain yang berisi cairan warna hijau. Luwis menuangkan cairan hijau itu, kemudian menjentikkan jarinya. Sebuah batang kaca melayang kemudian masuk ke botol itu, mulai melakukan tugasnya mengaduk. Luwis mengambil sebuah botol lain berisi cairan bening kemudian menuangkannya lagi. Cairan obat dalam botol menjadi berwarna jingga pekat. Saat selesai, Luwis menjentikkan jarinya lagi.

Luwis memukul tanganku saat aku akan mengambil botol obat itu. "Jangan buru-buru." katanya, kemudian mengambil botol itu dan meletakkannya di atas sebuah rangka besi.

Luwis membungkuk dan berbisik, ablaze. Api biru kecil menyala seketika, menjilat bagian bawah botol. Cairan jingga di dalam botol mulai bergejolak, menciptakan gelembung-gelembung kecil. Setelah mendidih, Luwis menjentikkan jarinya dan api itu hilang. Aku baru tahu jentikan jari bisa memiliki banyak arti. Luwis mengangkat botol itu dengan jepit besi dan menuangkan isinya ke dalam gelas kuningan.

"Ismirath-mu harus meminumnya sampai habis. Makhluk itu seharusnya sembuh setelah dua hari. Kau sebaiknya menggunakan waktumu untuk berburu. Makhluk itu akan sangat kelaparan saat sembuh nanti."

"Terima kasih."

"Hei!" Aku menghentikan langkahku saat mendengar suara serak Luwis. "Jangan tinggalkan ini di ruanganku." katanya sambil melemparkan duri Zith ke arahku.

Setelah menangkap duri itu, aku mengangguk sekilas untuk berterima kasih.

***

Starlight masih terlelap di tempatnya, di atas menara benteng. Aku mengusap sayap Starlight untuk membangunkannya. Saat melihatku, Starlight langsung mengangkat kepalanya dan menguap lebar. Aku buru-buru menuangkan cairan obat ke dalam mulutnya saat Starlight sedang menguap. Dia tidak akan mau meminumnya dengan sengaja. Starlight mengecap beberapa kali kemudian meletakkan kepalanya di atas kedua kaki depan seperti biasa.

"Sekarang kau boleh tidur lagi." bisikku di dekat telinganya.

Setelah Starlight menutup matanya, aku bangkit. Aku mendongak demi mendapati langit gelap seperti biasanya, tertutup kabut tebal. Mungkin Master memantrai tempat ini agar tidak ada seorang pun yang bisa melihat isi pulau dengan mata telanjang.

Pulau ini terasa sunyi saat para Globator tidak sedang bekerja. Tidak ada suara geraman marah atau raungan kesakitan karena para pengawas menyiksa mereka dengan sihir. Pekerjaan mereka sudah hampir selesai. Galian parit dalam yang mengelilingi dinding luar kastel sudah hampir menyatu. Parit itu akan memperlambat gerak para prajurit saat mereka akan menyerang kastel. Sebenarnya, parit itu tidak akan terlalu berguna jika para penyerang adalah kaum Orsenvezk. Mereka, kami bisa melompatinya dengan mudah. Kecuali jika parit itu dimantrai, tentu saja.

Di bagian dalam dinding, para penyerang akan disambutmantra halusinasi dari tanaman Beladonna. Jika berhasil melewati hutan itu,mereka masih harus menghadapi tebing tinggi untuk mencapai kastel. Di luarsemua jebakan itu, aku hanya melihat tebing-tebing batu yang membatasi dataranluas dengan pesisir pantai. Lebih jauh lagi, lautan lepas mengelilingi pulau ini.    

VAZARD : Sang Master (Complete)Where stories live. Discover now