#41 Sejarah Baru

5 1 0
                                    

Aku menepati janjiku untuk menghancurkan semua buku sejarah yang ada di perpustakaan kaum Burdeoux. Buku buatan Aldrin itu benar-benar menyesatkan. Aku ingat Aldrin memberitahuku tentang alasannya membuat buku-buku itu. Dia hanya ingin mengecoh kaumnya tentang kematian Darys. Jadi, aku menuntutnya untuk bertanggungjawab dan membantuku menuliskan buku sejarah baru. Sejarah yang sebenar-benarnya. Aku rasa, generasi penerus kaum Burdeoux pantas untuk mengetahui kebenaran yang terjadi pada leluhur mereka.

Aku sudah menghabiskan tiga hari terakhir di perpustakaan kaum Burdeoux untuk menulis buku sejarah bersama Aldrin. Kami saling melengkapi cerita yang kami tahu. Sesekali, aku mengunjungi pohon Raja―ya, sekarang aku tidak bisa lagi menyebutnya pohon Ratu―tapi Alex tidak ada di sana. Dia sedang sangat sibuk dengan tugas barunya menjadi Raja. Sejauh ini, Alex sudah membentuk pasukan baru dan memilih panglima baru untuk menggantikannya dan Alastair. Khal menggantikan posisi Alex, sementara untuk posisi panglima berkuda ditempati oleh seorang prajurit yang tidak kuketahui namanya. Posisi penasehat kerajaan ditempati oleh Galiel, selaku tetua. Elaine masih setia menjadi si pandai besi dan seorang ksatria sekaligus. Akhir-akhir ini Elaine semakin menyibukkan diri dengan kegiatannya menciptakan rifel-rifel baru.

"Kau ingin aku menulis apa tentang penyihir Evilium?" Pertanyaan Aldrin membuyarkan lamunanku. Pikiranku kembali ke perpustakaan. Sudah sejauh mana buku yang kami tulis? Aku menatap lembaran perkamen di hadapanku. Aku baru saja menulis judul VRAGOS pada puncak perkamen.

"Kau perlu menuliskan 'penyihir Evilium bukanlah kaum yang terlalu berbahaya karena pengaruh sihir mereka tidak permanen, tapi mereka menyerap aura untuk bertahan hidup'. Bukumu sebelumnya benar-benar membuatku berpikir kemampuan mereka dalam memanipulasi pikiran itu sangat mengerikan. Kau tidak memberitahuku bahwa semua penyihir bisa melakukannya."

"Aku benar-benar tidak tahu banyak tentang Evilium. Aku hanya menuliskan apa yang aku tahu tentang mereka." Aldrin membela diri. "Saat kekacauan itu terjadi, aku masih anak-anak, ingat?"

Aku hanya melambaikan tanganku sambil lalu. Aku kembali pada pekerjaanku. Mataku terpaku pada tulisan VRAGOS yang kubuat. Aku sudah memetakan poin-poin yang akan kutulis tentang Vragos dalam pikiranku. Hal pertama yang akan aku tulis adalah tentang pemberontakan Darco dan kemampuan istimewanya dalam memanipulasi pikiran. Lalu, aku kembali berhenti saat menuliskan nama Vermon. Evan. Apa yang akan terjadi saat aku kembali nanti? Apa Evan di duniaku juga akan menghilang begitu saja? Apa ada penjelasan yang masuk akal atas hilangnya Evan?

"Apa yang akan terjadi?" gumamku. Mataku masih menatap tulisan nama Vermon.

"Apa?" Aku mendongak saat mendengar pertanyaan Aldrin.

"Ada sesuatu yang belum kuceritakan tentang Vermon." kataku ragu. Aldrin meletakkan pena bulu angsanya, lalu memusatkan perhatiannya padaku. "Aku sudah bertemu Vermon saat masih berada di duniaku." Aku berhenti, memerhatikan ekspresi Aldrin. Kemudian melanjutkan ceritaku saat Aldrin tidak menunjukkan ekspresi bingung. "Aku mengenalnya sebagai Evan, teman sekolahku. Aku penasaran apa yang akan terjadi pada Evan di duniaku, karena Vermon sudah...kau tahu, mati." Aldrin masih tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Dia sedikit mengingatkanku pada Darys. "Apa Evan akan hilang secara misterius? Maksudku, seluruh teman sekolahku pasti akan kebingungan jika Evan tiba-tiba hilang."

Aku selesai dengan ceritaku. Awalnya, Aldrin masih tetap diam. Lalu, dia mengaitkan jemarinya dan meletakkannya di bawah dagu. Pemuda itu menatapku dengan penuh pemahaman. "Aku rasa, Vermon menggunakan mantra pesona."

"Hah?" Aku pernah mendengar tentang mantra pesona sebelumnya. Itu mantra yang membantu Alex berbaur dengan manusia saat pertama kali menjemputku.

Aldrin melepaskan kaitan tangannya. "Mantra pesona. Itu semacam mantra ilusi. Dia menggunakan mantra itu untuk menarik perhatian orang-orang yang dia butuhkan dalam misinya. Saat si pengguna mantra itu mati, mantra pesona itu akan lenyap bersamanya." Aku hanya diam, menunggu Aldrin melanjutkan penjelasannya dengan jantung berdebar. "Tidak akan ada yang mengingat satu hal pun tentang Evan. Tapi, kau tidak akan bisa melupakan Vermon. Karena kau sudah bertemu dengan Vermon yang asli."

"Aku masih ingat semua tentang Evan."

Aldrin memutar bola matanya, "Karena kau masih berada di sini. Saat kau kembali ke duniamu, kau tidak akan mengingatnya lagi."

"Mantra pesona." gumamku. "Alex menggunakan mantra itu dulu."

"Ya. Tapi Alex bukan penyihir, mantranya tidak bertahan lama." Aldrin menjelaskan sebelum aku bertanya.

Tiba-tiba saja aku kebanjiran kata-kata untuk dituliskan pada lembaran perkamen. Banyak yang perlu aku tulis tentang Vermon. Aku menghabiskan hampir tiga lembar perkamen hanya untuk menjelaskan apa yang terjadi pada Vermon dari awal sampai akhir. Aku mengambil lembaran perkamen baru untuk menulis tentang Virian. Setelah menulis nama perempuan cambuk itu, aku kembali mendongak.

"Alex memberitahuku..."

Aldrin mendongak dari perkamennya, kembali menatapku.

"Alex memberitahuku bahwa Virian pergi ke Isigra untuk membangun kembali kota itu."

Mata Aldrin tampak berbinar-binar, "Benarkah? Itu bagus sekali. Aku rasa, itu memang perlu dilakukan. Kaum Burdeoux tidak mungkin selamanya menjadi benalu di Zeltar." Aldrin mengangguk penuh semangat. "Mungkin, dalam waktu dekat aku akan membawa seluruh kaum Burdeoux yang tersisa untuk kembali ke wilayah kami dan membantu Virian." katanya mantap, lalu kembali menuliskan sesuatu pada lembaran perkamennya.

"Apa kau tidak curiga pada Virian? Dia bisa saja, kau tahu, melakukan sesuatu yang jahat."

Aldrin terkekeh mendengar perkataanku, "Alex membiarkannya pergi. Kau tidak percaya pada penilaian Alex?"

Alex? Tentu saja aku percaya pada penilaiannya. Hanya saja, aku khawatir Virian sudah memengaruhi pikiran Alex, sama seperti Vermon. Bagaimana pun juga, Virian sudah meninggalkan kesan buruk bagiku.

Aku hanya mengedikkan bahu.

"Kau tenang saja. Aku yang akan mengawasinya." kata Aldrin mantap.

Kami kembali berkutat pada lembaran perkamen kami masing-masing. Setelah menuliskan tentang Vatra dan Ares yang gugur dalam pertempuran, sejarah bagianku selesai. Aku dan Aldrin mengurutkan lembaran-lembaran perkamen itu, kemudian menyatukannya. Dengan satu sapuan tangan, Aldrin berhasil menyatukan tepian perkamen-perkamen itu. Aku menutup buku sejarah Vazard yang baru, kemudian meletakkanya di rak teratas.

"Sekarang, semuanya akan tahu kebenarannya." kataku bangga.

Aldrin hanya mengangguk untuk menyetujui ucapanku.

VAZARD : Sang Master (Complete)Where stories live. Discover now