#19 Kisah Masa Lalu

10 1 2
                                    

Aku sudah kehilangan hitungan hari. Sebenarnya, sejak awal pun aku sudah tidak bisa menghitung waktu di sini. Aku merasa seperti hantu karena terkurung di dalam ruangan temaram terlalu lama. Aku sudah hampir lupa rasanya melihat cahaya matahari dan hamparan tanah luas.

Mataku terbuka saat mendengar derit pintu besi dibuka. Belum terlalu lama sejak Alex pergi dari ruangan ini, sekarang sudah ada yang mengunjungiku lagi? Evan menyeringai saat melihatku yang sekaku patung. Dia berdiri di samping meja batu tempatku berbaring, di sisinya ada Virian. Tidak ada Alex kali ini. Di mana dia?

"Alex sedang di kamarnya. Kau tidak perlu khawatir seperti itu." kata Evan tanpa perlu aku bertanya.

Evan mengarahkan tangannya pada dinding batu di sudut ruangan, lalu tiba-tiba saja sebuah bongkahan batu mencuat dari dinding. Evan menghampiri batu itu kemudian duduk. Aku tidak tahu ada mantra untuk itu.

"Kita bisa memulai tanpa Alex." Evan terdiam sejenak, kemudian melanjutkan. "Dia jadi sedikit tidak berguna saat berada di dekatmu."

Agak sulit bagiku untuk melihat Evan yang ada di sudut ruangan yang cukup jauh dari tempatku berbaring. Leherku tidak bisa digerakkan dan jarak pandangku tidak sampai sejauh itu. Tapi aku masih bisa melihat Virian dengan jelas. Perempuan itu berdiri tepat di sampingku. Aku bisa melihat matanya yang mengawasiku seperti kamera pengintai. Tapi, aku kan tidak bisa bergerak dan bicara. Harusnya aku tidak akan mendapat hadiah cambukan lagi darinya, kan?

"Aku tahu dia menemuimu." kata Evan. "Dan aku tahu ada yang membantunya membuka pintu ini."

Tubuh Virian tampak menegang, tapi matanya tidak lepas dariku.

"Itu bukan masalah. Kau akan segera terikat denganku. Sama sepertinya." kata Evan tenang.

Tidak akan! teriakku dalam hati. Aku tidak akan mau menuruti apa pun yang diperintahkannya.

"Aku tidak akan memaksamu, Julia." Aku mulai muak dengan suara lembut Evan yang penuh kepalsuan. Aku masih tidak percaya sempat mengaguminya dulu. Dan aku masih belum bisa percaya bahwa ini kenyataan, melihat seseorang yang kukenal di duniaku ada di sini. Dan sialnya, dia adalah musuh utamaku.

"Aku akan membuatmu mengerti." kata Evan lagi. Dia memberi penekanan pada kata-kata terakhirnya. Entah kenapa aku merasa akan sangat mengerti jika dia menceritakan semuanya padaku.

"Aku akan menunjukkannya padamu." kata Evan lagi.

Aku melihat Virian menoleh untuk menatap Evan, kemudian mengangguk. Perempuan itu meletakkan tangannya di dahiku. Lalu, semuanya gelap.

Aku bukanlah bayangan pengintai seperti saat Alex atau Lorean menunjukkan memorinya. Aku adalah Vermon. Aku bisa melihat tubuhku dalam bentuk Vermon muda. Aku bisa mendengar banyak sekali suara dalam kepalaku. Tapi, hanya ada satu suara yang paling jelas terdengar, suaraku sendiri, suara Vermon muda.

***

"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyaku panik.

"Globator. Mereka mencari Darys." kata Aldrin. Dia tampak sama paniknya denganku. Kami belum pernah melihat Globator sebelumnya. Mereka hanya tokoh dalam cerita sebelum tidur yang selalu diceritakan Ibu. Sosok kegelapan yang harus dihindari.

"Kita harus membantu yang lain." kataku mantap, meskipun sebenarnya aku ketakutan.

Aldrin menggeleng, "Kita sembunyi."

Aldrin menarik lenganku dan menyeretku ke sebuah lubang besar yang tertutup semak belukar. Aku rasa lubang itu dulunya adalah sarang binatang, mungkin kelinci. Lubang itu cukup besar untuk menampung tubuh kami berdua.

VAZARD : Sang Master (Complete)Where stories live. Discover now