ADH 31 ✓

21.5K 1.6K 696
                                    

Terimakasih untuk 404 vote dan 406 komen di bab sebelumnya! 🙏
WOW! AMAZING!

JUJUR, aku masih enggak nyangka banget di bab sebelumnya banyak yg vote dan komen❤️ Sayang poll sama kalian😘

Maaf telat update karena banyak tugas dan pekerjaan huhu😭😭
Aku juga selalu nulis di sela sela waktu, jujur Minggu kmrn mau update. Udah siap draftnya, tapi tiba tiba ngerasa enggak cocok ajah, jadi baru update sekarang. Setelah bergunta ganti alur, semoga suka ya🙏🙏

Aku juga seneng banget, bacain DM dan komen kalian tentang cerita Antara Dua Hati, itu kayak vitamin penyemangat buat update🙏🤗

😁 I'm really happy for that❤️😍

So, Happy Reading Guys!❤️

🌼🌼🌼🌼

Sesak

Jika hati kita dipenuhi rahmat oleh Allah, maka hati kita akan takut jika perbuatan kita menyakiti Allah.

(Ustazah Maha Ba'agil)

***

Hadid menatap punggung Meidina yang semakin menjauh yang tak bisa dikejar. Pandangan Hadid kini tertuju pada Mahdia yang tertunduk sambil bersandar di ranjang.

"Kamu sudah keterlaluan, Mahdia! Mas kecewa sama kamu!" tandas Hadid, kemudian meninggalkan Mahdia dan Khalisya.

"Maafkan aku, Mas." Mahdia berujar lirih, tetapi tak membuat Hadid berhenti.

***

Hadid duduk termenung di teras masjid untuk menenangkan pikiran dan menstabilkan emosinya. Dia tidak ingin bertindak kelepasan kepada Mahdia.

"Hai."

"Astagfirullah,." Hadid terkejut ketika ada yang menepuk punggungnya.

"Kamu siapa?" tanyanya ketika melihat seorang perempuan.

"Long time no see, Ustaz Hadid. Apakah Anda tidak mengenaliku?" tanya wanita itu tersebut langsung ikut duduk di samping Hadid.

Hadid sendiri hanya menatap wanita yang di duduk di sampingnya dengan pandangan menilai sambil mengingat-ingat siapa wanita ini.

"Hei, matanya tolong dikondisikan!" Wanita tersebut menatap Hadid dengan tajam.

"Kamu siapa?" Hadid memutar bola matanya malas, tetapi tetap saja penasaran.

"Serius enggak inget aku? Astagfirullah," ucap wanita tersebut menggeleng dramatis.

***

Mahdia termenung di balkon kamar rawatnya sambil memeluk Khalisya agar tidak kedinginan.

"Umi kenapa nangis?" tanya Khalisya ketika melihat dirinya menangis tanpa suara.

"Enggak apa-apa, Sayang. Umi cuma kelilipan, kok." Cepat-cepat Mahdia menghapus air matanya yang menetes tak berhenti.

"Kakak harus kuat demi anak-anak." Naima tiba-tiba datang, kemudian menggenggam tangan Mahdia.

"Jazakillah Kheir, Nai. Kamu memang sahabat terbaik aku," ucap Mahdia menatap Naima yang merupakan sahabat dan saudari jauhnya.

"Aku bingung harus gimana, Nai. Di sisi lain aku capek sama Mas Hadid. Tapi aku kasihan sama anak-anak. Aku nggak mau mereka tumbuh tanpa kasih sayang dari ayah mereka," keluh Mahdia mengelus rambut Khalisya.

Antara Dua HatiWhere stories live. Discover now