ADH 7 ✓

31.1K 2K 214
                                    

La Tahzan

Janganlah kamu bersedih, karena Allah ada bersama kita.

***

Mahdia PoV.

Aku menatap air hujan dari dalam jendela rumah. Sudah dua minggu sejak kejadian di rumah itu, Mas Hadid belum menghubungiku sama sekali. belum lagi rasa mual yang terus kurasakan, semakin menambah rasa sesak di dalam hati. Dalam sehari, aku bisa berkali-kali ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perut. Entah mengapa, akhir-akhir ini aku merasa kurang enak badan.

“Mahdia, Umi buatin kamu wedang jahe, ya. Biar tubuhnya hangat,” tawar Umi yang mendadak muncul di hadapanku. Umi memang tahu keluhanku yang sering merasa mual dan kurang enak badan.

“Enggak usah, Mi,” kataku tak enak karena selalu merepotkan Umi.

“Tidak apa-apa. Sebentar, ya.” Umi tersenyum, kemudian beranjak ke dapur. Sementara itu,  aku duduk di sofa sembari menonton kajian Islam di ruang keluarga.

“Dor!” kata Bang Nadim mengagetkanku.

“Astagfirullah, Abang!” Aku merasa kesal dan melemparkan bantal sofa ke arahnya.

"Kalian ini udah pada dewasa dan punya anak. Masih kayak anak-anak aja,” sahut Ummah keluar dari kamar.

“Maaf, Ummah,” kataku dan Bang Nadim kompak, merasa malu karena ketahuan oleh Ummah.

“Kamu kenapa Mahdia?” Ummah bertanya sambil menghampiriku.

“Enggak enak badan dari kemarin, Ummah. Kayaknya masuk angin, deh.” Aku sengaja berbalik menghadap pada Ummah.

Ummah mengalihkan pandangan kepada Bang Nadim, lalu berkata, “Nadim, kamu anterin adik kamu periksa ke dokter.”

“Enggak, Ummah, enggak usah.” Dengan cepat, aku menolak halus ucapan Ummah barusan.

“Wah, Mahdia bisa sakit juga, ya? Jangan-jangan sakit malarindu suaminya,” goda Bang Nadim terkekeh, membuatku kesal dan merengek pada Ummah.

“Ya Allah, jangan jailin adiknya terus. Udah sana, cek Khalisya sama Zahra lagi main di belakang,” ucap Ummah terdengar begitu tegas.

“Iya, Ummah yang paling bawel.” Bang Nadim meledek Ummah, lalu buru-buru berlari sebelum bantal sofa kembali melayang.

Setelah Bang Nadim pergi, Umi pun datang membawa wedang jahe dan memberikannya padaku. Perhatian yang diberikan Umi memang sangat besar, apalagi setiap kali aku merasa sedang kurang sehat seperti sekarang.

“Mahdia, menurut Umi kamu bukan masuk angin, deh,” ujar Umi membuatku dan Ummah kompak mengalihkan pandangan padanya.

“Terus apa?” tanyaku.

“Kayaknya kamu hamil lagi.” Ucapan Umi ini membuatku terbatuk-batuk karena tersedak wedang jahe.

“Umi,” panggil Khalisya riang. Dengan cepat, kami menatao ke arah Khalisya yang digendong oleh Bang Nadim seperti pesawat. Aku hanya bisa tersenyum tipis melihat Khalisya begitu riang saat digendong oleh uwaknya.

Maafin Umi sama Abi, Sayang. Maaf belum bisa ngasih kamu kasih sayang yang utuh dan membahagiakan kamu, ujarku dalam hati.

Jika sudah seperti ini, rasanya aku ingin menangis. Melihat putriku tumbuh dan jarang mendapatkan kasih sayang seorang ayah. Ingin sekali aku meminta Mas Hadid tetap di sisiku agar Khalisya mendapatkan kasih sayang yang utuh dari kedua orang tua.

Namun, itu hanyalah angan-angan belaka yang tak akan pernah terjadi. Bagaimanapun aku sadar posisi saat ini hanya sebagai istri kedua, apalagi Mas Hadid begitu mencintai dan menyayangi istri pertamanya, Meidina.

“Khalisya, ayo pulang,” ajakku.

“Ini coba kamu cek dulu,” kata Umi yang tiba-tiba saja menyerahkan kotak test pack.

“Iya, nanti Mahdia coba di rumah.” Aku tersenyum sembari memasukkan test pack ke tas.

Aku segera menggandeng Khalisya pulang setelah berpamitan terlebih dahulu. Rumahku dengan rumah orang tua memang tak terlalu jauh dan hanya berbeda blok saja. Untuk itulah aku sering berkunjung ke rumah Umi. Saat usia kehamilan menginjak delapan minggu, Mas Hadid membelikan rumah di dekat rumah orang tuaku.

“Umi, Khalisya mau telepon Abi,” pinta Khalisya, membuatku ragu karena takut mengganggu Mas Hadid.

“Iya, Sayang. Nanti di rumah, ya.” Aku hanya bisa mengatakan ini sambil mengelus kepala Khalisya yang mengenakan kerudung.

Sesampainya di rumah, ternyata Khalisya langsung menagih janjku untuk menghubungi Mas Hadid, abinya.

“Sini duduk, katanya mau telepon Abi,” kataku menepuk paha agar Khalisya duduk di pangkuan.

Walau ragu, aku tetap mencoba menghubungi Mas Hadid. Akan tetapi, sudah tiga kali menelepon, tetap saja tidak diangkat oleh Mas Hadid. Hal ini membuat Khalisya cemberut dan mulai merajuk. Diam-diam aku mulai merekam tingkah laku Khalisya yang sedang merajuk, sambil terus meminta agar aku kembali menghubungi Mas Hadid.

“Kan tadi udah telepon Abi. Emangnya Khalisya mau apa telepon sama Abi?” tanyaku berusaha menenangkan Khalisya yang mulai menangis.

“Khalisya kangen sama Abi. Katanya Abi mau ajak Khalisya jalan jalan ke pameran. Abinya Zahra aja ada di rumah, masa abinya Khalisnya kerja terus, Umi.” Khalisya menangis sambil terbatuk-batuk. Sontak aku segera memberikan Khalisya minum dan mengusap air matanya.

“Umi, kapan Abi pulang?” tanya Khalisya lagi.

“Iya, sabar, Sayang. Abi juga kangen banget sama Khalisya.”

Tanpa sadar, kamera handphone terus merekam sejak tadi. Aku langsung mengambil handphone dan tanpa sengaja mengirimkan rekaman itu pada Mas Hadid.

***

Setelah Khalisya tertidur dan dipindahkan ke kamar, aku segera mengambil tas yang masih tertunda di ruang tamu tadi. Sejenak, aku mengamati test pack yang diberikan Umi sebelum pulang tadi. Dengan ragu-ragu dan mengucapkan basmalah, aku segera mengambil test pack, kemudian pergi ke kamar mandi.

Betapa terkejutnya aku saat test pack menunjukkan dua garis merah yang artinya positif hamil. Entah ini kabar baik atau sebaliknya.



🌼 Eid Adha Mubarak Everyone 🌼
.
.

Holla comeback!
Maaf minggu kemarin belum update dikarenakan banyak kesibukan mepet Eid Adha. Udah bakar Bakaran? Atau bikin sate?
.
.
Terimakasih banyak untuk yang vote dan komen di bab sebelumnya, terus dukung aku ya! Biar Cepet update.
.
.
Kalian lebih suka chapter pendek sering update atau chapter panjang lama update?
.
.
Jadi kalian pilih tim mana nih?
Hadid - Meidina
Atau
Hadid - Mahdia
.
.

Jangan lupa untuk vote dan komen Yap! Biar Cepet update:)

Salam Sayang
Pelita Manda❤️

Antara Dua HatiWhere stories live. Discover now