ADH 36 ✓

26K 1.9K 653
                                    

Terimakasih untuk 712 vote dan 465 komen di bab sebelumnya!
🙏🙏🙏😘

Maaf ya guys kalau Updatenya malem bangetttt. Semoga kalian suka ya😉🤗

Jadi, biar aku nulis sampai ending di Wattpad enggak pindah di aplikasi lainnya. Tolong vote dan komennya ya🙏🤗

Aku juga seneng banget, bacain DM dan komen kalian tentang cerita Antara Dua Hati, itu kayak vitamin penyemangat buat update🙏🤗

😁 I'm really happy for that❤️😍

So, Happy Reading Guys!❤️

🌼🌼🌼

Dua Makmum

Andai menjaga hati itu mudah, maka kita tidak akan mudah melukai hati orang lain. Sayangnya, menjaga hati itu perkara yang berat, hingga kau akan dengan mudah menggoresnya.

(Ustazah Fatimah Iksir Al Hamid)

***

“Aku enggak mau, Mas.” Hadid tak mampu berkata-kata. Ada apa sebenarnya dengan kedua istrinya? Mengapa mereka bersikeras satu sama lain?

“Biar aku yang ngomong sama Mbak Meidina,” putus Mahdia final lalu pergi meninggalkan Hadid sendirian.

“Mbak,” panggil Mahdia tertahan ketika melihat Meidina sedang berbicara di telepon.

Meidina yang melihat Mahdia, buru-buru memutuskan panggilan telepon dengan Nayla

“Loh, sejak kapan ada di belakang?” tanya Meidina curiga, khawatir Mahdia mendengarkan percakapan mereka.

“Baru saja. Mbak kenapa?” tanya Mahdia khawatir, melihat wajah Meidina yang sedikit pucat.

“Enggak apa-apa,” jawab Meidina dengan senyuman manisnya.

“Ada apa?” tanya Meidina mengalihkan perhatian Mahdia.

“Mbak, aku enggak mau kita tinggal bersama. Lagi pula, setelah melahirkan aku dan Mas Hadid akan bercerai,” ungkap Mahdia terus terang, sorot matanya terlihat sungguh-sungguh.

“Aku tahu, mungkin Mbak tak percaya dengan perkataanku,” lanjut Mahdia ketika melihat Meidina yang diam saja, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

***


Meidina PoV.

Aku menarik napas berat ketika Mahdia berkata seperti itu. Apakah dia serius?

“Kamu harus pikirkan anak-anak kamu,” ucapku menepuk bahunya dan memilih pergi mencari Mas Hadid.

“Mas,” panggilku ketika melihat Mas Hadid sedang menonton televisi.

“Ada apa?” tanya Mas Hadid.

“Aku ingin pulang. Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan.”

“Baiklah, besok kita pulang,” ujar Mas Hadid membuatku menggeleng.

Apakah Mas Hadid tak mengerti? Aku ingin memberikan dia ruang agar bisa berbicara dengan Mahdia. Dia tidak bisa bersikap acuh tak acuh pada Mahdia, sedangkan Mahdia sedang hamil anaknya.

“Aku akan pulang sendiri, naik kereta sore ini!” tegasku membuat Mas Hadid terkejut.

“Tidak. Mas akan pulang bersamamu.” Penolakan Mas Hadid membuatku memijit pelipis pusing.

Antara Dua HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang