ADH 32 ✓

22.8K 1.6K 566
                                    

Terimakasih untuk 370 vote dan 308 komen di bab sebelumnya!
🙏🙏🙏😘

Maaf telat update karena banyak tugas dan pekerjaan huhu😭😭

Aku juga seneng banget, bacain DM dan komen kalian tentang cerita Antara Dua Hati, itu kayak vitamin penyemangat buat update🙏🤗

😁 I'm really happy for that❤️😍

So, Happy Reading Guys!❤️

🌼🌼🌼

Tak Menyangka

Kamu bisa menutup matamu agar tidak bisa melihat. Tapi kamu tidak bisa menutup hatimu yang bisa merasakan.

(Umi Syarifah Fatimah Gathmyr)


***

Hadid PoV.

“As-salāmu‘alaikum, Hadid. Kamu cepat ke rumah sakit. Mahdia pendarahan,” ucap Bang Nadim langsung to the point.

“Wa’alaikumus-salām, Bang. Apa?” ucapku panik, lalu bergegas menuju mobil dan meninggalkan Sarah yang menatapku bingung.

Langsung saja aku tancap gas menuju rumah sakit, meninggalkan Sarah yang berusaha mengejar. Aku tidak peduli, karena yang aku khawatirkan adalah anak-anakku dan Mahdia.

Tring!

GPS-ku berbunyi menampilkan sebuah gambar apartemen. Ah, aku lupa sudah memasang pelacak di handphone Meidina agar tahu dia ke mana saja dan tak akan menghilang dariku seperti sebelumnya.

***

Meidina PoV.

Thank you atas tumpangannya, Fadli. Maaf selalu ngerepotin.” Sebenarnya, aku merasa malu karena selalu meminta bantuan kepada Fadli.

“Santai aja. Aku pulang dulu, ya. Hati-hati.” Fadli meninggalkanku di lobi apartemen.

Ya! Aku memiliki apartemen. Saat belum menikah dengan Mas Hadid, aku lebih sering tidur dan istirahat di apartemen ketimbang di rumah orang tuaku.

Drrtdrtt ….

“Salim? Ada apa dia menelepon?” kataku berbicara sendiri seraya berjalan menuju lift.

“As-salāmu‘alaikum, Aunty.” Suara Naura mengalun lembut di telingaku. Ah, aku merindukan anak kecil yang menggemaskan itu.

“Wa’alaikumus-salām, Naura. Apa kabar?” Aku bertanya saat masuk ke lift. Untung saja hanya aku sendiri di dalam lift, jadi tidak mengganggu orang lain.

“Baik, Aunty. VC, ya.” Tanpa persetujuanku, Naura langsung mengganti ke video call.

“Nau lagi di mana?” tanyaku pada Naura. Terlihat background pemandangan yang sangat indah di belakang Naura.

“Naula lagi di New Zealand, Aunty. Daddy lagi meeting. Naula bosen kalau sama Nanny,” ucap Naura mengerucutkan bibirnya.

“Nau Sayang, bibirnya kenapa manyun gitu? Gemes banget,” ucapku tak bisa menahan rasa gemas pada Naura.

Aunty main lumah Naura, ya. Tapi nanti, jangan sekarang.” Naura menatapku dengan puppy eyes-nya.

“Iya, iya. Insyaallah kalau ada waktu, Aunty bakal main. Ya sudah, Naura makan dulu, ya. Itu ada Nanny di belakang Naura.” Rasanya aku tak enak pada pengasuh Naura yang mendengarkan obrolan kami.

Antara Dua HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang