ADH 20 ✓

25.1K 1.6K 156
                                    

Terimakasih untuk 85 vote dan 40 komen di bab sebelumnya! 🙏

Aku juga seneng banget, bacain DM dan komen kalian tentang cerita Antara Dua Hati, itu kayak vitamin penyemangat buat cepet update😂

😁 I'm really happy for that❤️😍

So, happy reading guys! ❤️

🌼🌼🌼

Panas Hati

Ketika Allah sudah rida atas kita, maka Allah akan beri kesenangan dan ketenangan untuk hamba-Nya.

(Ustazah Syarifah Sakinah Al-Attas)

***

“Mahdia,” ujar Hadid lirih. Matanya bertemu dengan si pemilik mata hazel yang indah.

Mahdia sendiri masih berdiri mematung dan bingung harus merespons bagaimana. Dia bahkan merasa tidak enak pada Meidina dan keluarga Hadid.

“Loh, kenapa diam saja, Mbak?” tanya Syifa pada Mahdia.

Meidina memilih keluar dari kamar Hadid, sengaja memberi ruang agar Hadid dan Mahdia bisa berkomunikasi dengan bebas. Meidina tahu, Mahdia ataupun Hadid akan sama-sama diam jika dia tetap berada di sana. Lagi pula, Meidina tidak ingin melihat kejadian yang nantinya membuat dirinya merasa sakit hati kembali.

Dia tak mengerti apa yang dilakukan saat ini. Meidina memang membenci Hadid, tetapi hatinya tidak bisa berbohong masih mencintai Hadid. Dia juga tak tahu apa yang dilakukan benar atau salah dengan membawa Mahdia di hadapan Hadid. Hal yang jelas, dia hanya berusaha menuruti kata hatinya, walau logikanya menolak itu.

“Mei,” panggil Nadia mengagetkan Meidina. Nadia pun duduk di samping Meidina tanpa memedulikan kedatangan Mahdia tadi. Dia memilih keluar untuk mengejar Meidina.

Di ruang rawat, Hadid rasanya ingin berlari dan memeluk Mahdia, sama seperti saat dia sadar dan memeluk Meidina.

“Duduk di sini, Mbak,” kata Syifa menunjuk kursi di samping ranjang Hadid yang tadi diduduki oleh Meidina, tetapi Mahdia menggeleng. Dia merasa tak enak.

“Duduklah, Nak.” Kali ini Khadijah yang memerintah, sehingga membuat Mahdia mengurungkan niatnya duduk di sofa dan duduk di sebelah Hadid.

Mahdia tak berani mendongak setelah duduk di samping ranjang. Syifa dan Khadijah sendiri memilih duduk di sofa untuk memberi mereka ruang.

“Mahdia,” panggil Hadid pelan, nyaris tak terdengar.

“Iya, Mas?” Mahdia melihat tangannya yang kini digenggam lembut oleh Hadid.

Hadid tersenyum tipis, dia akhirnya bisa menggenggam kembali tangan Mahdia yang dulu pernah dilepaskan olehnya.

“Maafkan Mas. Mungkin ini semua teguran dari Allah, karena Mas berbuat salah kepada kamu, Khalisya, Meidina, dan calon anak kembar kita,” ujar Hadid, menimbulkan keterkejutan bagi Mahdia.

“Maksudnya Mas Hadid apa?” tanya Mahdia gugup dia tak berani melihat kearah Hadid.

“Kamu tidak usah menyembunyikan sesuatu dari Mas, Mahdia. Mas sudah tahu semua.” Sikap Hadid yang berubah menjadi dingin ini mengejutkan Mahdia. Tadi Hadid begitu hangat padanya, tetapi sekarang berubah lagi.

Mahdia melepaskan genggaman tangan Hadid, lalu berucap, “Mas, aku mau ke Khalisya dulu.”

“Khalisya putriku, sekarang di mana?” tanya Hadid.

Antara Dua HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang