ADH 6 ✓

33.8K 2.3K 255
                                    

Kecewa

***

Ujian-ujian itu menempa kita menjadi orang yang bisa bersabar dalam gelap dan bersyukur kala terang.

(Ustazah Ummu Hasan Alkaff)

***


Hadid menatap nanar mobil yang dinaiki Khalisya semakin jauh dari pandangannya. Air mata keluar pelupuk matanya secara perlahan. Dengan buru-buru, dia menghapus air mata dan berjalan menuju rumahnya.

Tok! Tok!

Beberapa kali Hadid mengetuk pintu, tetapi tidak ada yang menyahut sama sekali. Pria itu mengerutk an keningnya bingung dan mencoba membuka pintu. Ternyata pintunya tidak dikunci. Oh, ya! Hadid lupa kalau Meidina sedang marah padanya.

Saat dia memasuki rumah, yang pertama kali didengar adalah tangisan. Dengan langkah sedikit berlari, Hadid menuju kamarnya. “Sayang, buka pintunya,” pinta Hadid mengetuk pintu kamar yang dikunci dari dalam.

“Mas Jahat!” Meidina berteriak diiringi isakan tangis yang memilukan hati.

Hadid terdiam di depan pintu kamar. Perlahan tubuhnya merosot dan bersandar pada pintu. “Maafin Mas, Sayang,” ucap Hadid lirih. Dirinya tak berdaya saat mendengar suara isakan dari Meidina, seperti kehilangan separuh jiwanya.

“Mas jahat! Aku benci sama Mas!” Isak tangis Meidina semakin terdengar keras di dalam kamar. Tak ada perempuan yang tidak merasa sakit hati ketika mengetahui suaminya memiliki istri selain dirinya.

“Maaf, Sayang. Sungguh, Mas enggak bermaksud menduakan kamu. Itu terjadi begitu saja,” jelas Hadid sudah merasa putus asa.

“Mas tega mengkhianati aku. Aku kecewa sama Mas.”

Prank!

Suara benda yang terjatuh dari dalam kamar membuat Hadid segera bangkit, lalu menggedor pintu. “Sayang, buka pintunya atau Mas dobrak pintunya!” tegas Hadid.

Saat Hadid akan mendobrak pintu, Meidina pun akhirnya membuka pintu. Dia menatap Hadid sayu, sangat jelas menunjukkan kekecewaan yang besar. Hadid tertunduk tidak kuasa, sampai akhirnya dia menyadari kalau tangan istrinya mengeluarkan darah.

"Sayang.” Hadid memeluk istrinya dengan erat.

“Mas, lepas!” Meidina berusaha melepaskan dirinya dari dekapan Hadid. “Mas, lepas. Sakit!” Mendengar rengekan Meidina, Hadid segera melepaskan dekapannya.

“Maaf, Sayang, sini Mas obatin lukanya dulu.” Hadid menarik Meidina menuju ruang keluarga, lalu mengambil kotak P3K.

Dengan telaten, Hadid mengobati luka istri yang sudah dikecewakannya. Sesekali Meidina meringis kesakitan dan menarik tangannya dari Hadid.

“Maaf, Sayang. Tangan kamu harus segera diobati biar enggak infeksi. Mas janji bakal pelan-pelan.” Hadid berusaha meraih tangan Meidina yang disembunyikan.

“Apakah Mas juga seperti ini kalau dia sakit?” tanya Meidina pelan, mulai mengulurkan tangannya ke arah Hadid.

Hadid mengernyit. “Maksudnya apa?”

“Mas sama dia.”

“Maksud kamu Mahdia?” tanya Hadid hati-hati.

“Ya iya, lah,” jawab Meidina ketus sambil membuang tatapan dari Hadid.

“Enggak, Sayang, percayalah yang ada di hati Mas cuma kamu.” Sebisa mungkin Hadid berusaha meyakinkan Meidina.

“Kalau begitu, aku mau Mas pilih antara aku sama dia!” kata Meidina tegas, membuat Hadid terdiam. Sungguh berat memilih antara Meidina dan Mahdia. Bukan berat karena Mahdia, tetapi dia berat melepaskan putrinya. Jika Hadid melepas Mahdia maka akan kehilangan putrinya, tetapi kalau melepas Meidina dia kehilangan separuh hatinya.

“Kenapa Mas diam?” Meidina masih bertanya dengan nada kesal.

“Kalau Mas enggak bisa memilih, maka aku ingin kita bercerai!”

“Meidina! Pernikahan dan perceraian bukan hal main-main,” bentak Hadid dengan suara keras.

“Mas Jahat! Mas ngebentak aku.” Meidina kembali terisak, lalu mundur beberapa langkah menjaga jarak dari Hadid.

“Maaf, Sayang, maaf. Mas tadi kelepasan.” Hadid berusaha meraih Meidina yang terus mundur.

“Kalau begitu, Mas rela mengorbankan perasaan aku demi dia?” Kali ini Meidina bertanya sembari terisak.

“Bukan gitu, Sayang.”

“Enggak! Aku enggak percaya sama Mas! Aku mau kita bercerai!” Dengan cepat, Meidina berlari menuju kamar dan meninggalkan Hadid.

Setelah Meidina pergi, Hadid terdiam dan duduk di sofa ruang keluarga. Pikirannya bercabang ke mana-mana. Tiba-tiba handphone-nya bergetar memunculkan WhatsApp dari Mahdia yang dinamai dengan ‘Uminya Khalisya’.

Saat dibuka, ada gambar dikirim. Hadid tersenyum tipis melihat tingkah laku putrinya yang semakin hari semakin membuat gemas dan rindu saja. Memang Hadid dan Mahdia jarang berkirim chat, tetapi Hadid selalu meminta Mahdia untuk mengirimkan foto-foto Khalisya sebagai pengobat rindu. Maka tak heran jika Hadid merasa berat kalau harus melepas Mahdia.

Ceklek!

Suara pintu kamar dibuka membuat Hadid buru-buru menutup handphone dan berjalan menghampiri Meidina yang membawa tas besar.

“Mau ke mana, Sayang?” tanya Hadid lembut.

“Mau pulang ke rumah Mama,” kata Meidina menggeret kopernya.

Hadid membelalak, kemudian bertanya, “Kalau kamu pulang, terus Mas gimana?"

"Enggak tahu. Kan istri Mas bukan aku aja. Sana dihubungin dianya biar dia yang ngurusin Mas, aku yang pergi.” tandas Meidina cepat.

“Sayang,” panggil Hadid lagi, masih berusaha membujuk.

“Apa?” Sayangnya, Meidina malah menjawab dengan galak. Hadid terkekeh pelan, lucu melihat tingkah laku Meidina yang menggemaskan seperti Khalisya.

“Kenapa ketawa?” tanya Meidina mengerucutkan bibirnya.

“Kamu yakin mau ke rumah Mama?” Hadid memastikan sekali lagi, kemudian disambut anggukan dari Meidina.

“Kan Walid sama Mama besok pergi keluar kota. Kamu sendirian dong, di rumah? Emangnya berani?” Cara bicara Hadid ini memang terdengar meledek Meidina.

Meidina mengerutkan kening, lalu mengentakkan kakinya kesal dan kembali menuju kamar.

“Inget ya, Mas, aku enggak jadi pergi, bukan berarti enggak marah sama Mas. Pokoknya malam ini dan seterusnya, Mas tidur di luar kamar. Kalau Walid sama Mama nanti pulang dari luar kota, aku mau langsung urus surat perceraian kita!” ujar Meidina tegas, memudarkan senyum di wajah Hadid.

.
.
.
.
.

Holla comeback!
Terimakasih banyak untuk yang vote dan komen di bab sebelumnya, terus dukung aku ya! Biar Cepet update.
.
.
FYI, kalau ada Quotes diatas terus ada tulisan misalkan kayak diatas tadi tulisannya Ustazah Ummu Hasan Alkaff berarti itu orang yang buat Quotesnya ya. Ada orangnya kok.
.
.
Kalian lebih suka chapter pendek sering update atau chapter panjang lama update?
.
.
Jadi kalian pilih tim mana nih?
Hadid - Meidina
Atau
Hadid - Mahdia
.
.

Jangan lupa untuk vote dan komen Yap! Biar Cepet update:)

Salam Sayang
Pelita Manda❤️

Antara Dua HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang