ADH 33 ✓

22.2K 1.6K 707
                                    

Terimakasih untuk 443 vote dan 303 komen di bab sebelumnya!
🙏🙏🙏😘

Maaf telat update karena banyak tugas dan pekerjaan huhu😭😭

Aku juga seneng banget, bacain DM dan komen kalian tentang cerita Antara Dua Hati, itu kayak vitamin penyemangat buat update🙏🤗

😁 I'm really happy for that❤️😍

So, Happy Reading Guys!❤

🌼🌼🌼

Tertahan

Di antara didikan Allah padamu, terkadang Ia memberikan cobaan berupa gangguan dari orang sekitar, sampai hatimu tidak bergantung pada siapa pun, maka hatimu hanya bergantung pada Allah semata.

(Ustazah Syarifah Aminah Al Attas)

***

Meidina menggeleng tak menyangka kalau Hadid menuduh dirinya seperti itu dengan Fadli. Seharusnya Hadid tahu bahwa Meidina dan Fadli hanya sebatas sahabat.

"Sakit, Mas," ringis Meidina saat Hadid menarik lengannya begitu kencang.

"Jangan kasar dong, sama cewek! Dia kan istri lo." Fadli berusaha menghentikan apa yang sedang Hadid lakukan.

Hadid terdiam, menatap tajam pada Fadli lalu berkata, "Jangan ikut campur sama urusan rumah tangga gue."

"Gue tahu itu, tapi lo jangan kasar dong sama Meidina," ucap Fadli lalu berusaha memisahkan cengkeraman tangan Hadid pada lengan Meidina.

"Fadli, aku enggak bisa nemenin kamu ke sana. Sebaiknya kamu cepat pergi keburu terlambat," ungkap Meidina sembari melirik ke arah Hadid.

"Tap-"

"Udah, kamu pergi saja. Aku enggak apa-apa, kok!"

Walau berat hati, Fadli akhirnya menuruti ucapan Meidina dan pergi meninggalkan sepasang suami istri itu.

"Di mana kamar kamu?" tanya Hadid tegas, masih terus menarik lengan Meidina kencang.

"Mas sakit, lepasin," rintih Meidina, baru kali ini Hadid memperlakukannya kasar.

"Maaf, Mas tidak sengaja. Di mana kamar kamu?" tanya Hadid sekali lagi, mencoba untuk bersikap lebih lembut pada Meidina dan menahan emosinya.

"Itu di depan." Meidina buru-buru mengambil kartu dan menempelkannya pada pintu.

***


Naima mengelus punggung Mahdia, mencoba menenangkannya. Tadi sore dia sudah mencari Hadid dan Meidina, tetapi tidak menemukan mereka.

"Tenanglah, Kak Mahdia," ujar Naima berusaha membuat Mahdia berhenti menangis.

"Ayo, makanlah dulu. Sedari tadi belum makan apa pun," bujuk Nazifa.

"Iyek, gimana ini?" tanya Nazifa pada suaminya, siapa lagi kalau bukan Nadim.

Nadim menatap sedih adiknya yang sedari tadi terus menangis dan tidak mau makan ataupun minum apa pun.
"Sebentar, Abang coba telepon Hadid dulu, ya." Nadim langsung mengambil handphone yang berada di tas Nazifa.

"Gimana, Gus, udah diangkat?" tanya Naima.

"Enggak aktif." Nadim menggeleng lemah.

"Dek, sudah jangan nangis. Makan dulu ya, sini Abang suapin, ya!" Tanpa menunggu jawaban Mahdia, Nadim langsung mengambil duduk di samping Mahdia dan menyuapi adiknya.

Antara Dua HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang