Terimakasih untuk 160 vote dan 100 komen di bab sebelumnya! 🙏 Maaf telat update😭🙏
Aku juga seneng banget, bacain DM dan komen kalian tentang cerita Antara Dua Hati, itu kayak vitamin penyemangat buat update🙏🤗
😁 I'm really happy for that❤️😍
So, Happy Reading Guys!❤️
🌼🌼🌼
Sedih
Hidup akan jadi lebih indah, jika kau tidak terus memikirkan hal yang membuatmu sedih.
(Syarifah Rugayyah Saggaf Al Jufri)
***
Meidina menatap tiket pesawat yang berada di tangannya. Baru pertama kali dalam hidupnya pergi naik pesawat tanpa ditemani oleh siapa pun. Saat melihat orang lain pergi diantar oleh keluarga atau kerabat, rasa sedih menerpa hatinya.
"Kamu pasti bisa, Mei," ucap Meidina meyakinkan dirinya sendiri.
***
Hadid berdiri gusar, padahal besok dia sudah boleh pulang dari rumah sakit. Sejak kemarin, Hadid berusaha menghubungi dan mengirim pesan kepada Meidina, tetapi keduanya sama-sama tidak mendapatkan jawaban.
"As-salāmu'alaikum," kata Syifa masuk ruang inap Hadid.
"Wa'alaikumus-salām," jawab Hadid dan Khadijah berbarengan.
"Gimana? Meidina ada di rumah? Atau di rumah Walid?" Hadid langsung bertanya, terlihat sekali jika dirinya sudah tak sabar.
"Nggak ada, Bang, Mbak Meidina enggak ada di rumah mana pun." Syifa berjalan menuju sofa, buru-buru menyandarkan punggungnya yang terasa pegal.
"Lalu di mana?" Kini Khadijah yang bertanya.
"Entah, Ma, katanya mereka juga nggak tahu. Malahan tadi Bang Hamad marahin aku. Bang Hadid yang salah, aku yang dimarahin." Syifa mencebik kesal.
Mendengar penuturan Syifa, Hadid hanya bisa mengembuskan napasnya berat. Ini semua salah dirinya yang mudah terpancing emosi.
"Sayang, kamu di mana, sih?" ujar Hadid lirih, dia sungguh menyesal dan merindukan Meidina.
***
Mahdia membaringkan tubuhnya di sebelah Khalisya yang asyik bermain puzzle. Mendadak saja Mahdia meringis saat merasakan kram di perutnya.
"Kak Mahdia mau makan apa?" tanya Naima, tiba-tiba sudah di depan pintu kamar.
"Ane pengen bakso pedes, seger kayaknya," pinta Mahdia sembari menelungkupkan tangannya memohon agar dikabulkan.
Sejak hamil Khalisya ataupun sekarang, keluarganya sering melarang Mahdia memakan makanan pedas. Sejak kecil, Mahdia memang menyukai makanan bercita rasa pedas, apalagi ketika sedang mengandung.
Hormon kehamilan memengaruhinya untuk menyantap makanan pedas level tinggi, walau hanya sekadar mencicipi saja.
"Kakak enggak apa-apa, kan?" Naima menatap penuh khawatir. Dia mendengar Mahdia meringis kesakitan.
"Enggak, kok," jawab Mahdia berusaha tersenyum, walau kram perutnya masih terasa.
***
YOU ARE READING
Antara Dua Hati
RomanceTidak mentolerir segala bentuk Plagiarisme! FOLLOW ME FIRST! "Abi," teriak perempuan kecil tersebut menuju sang pria. "Siapa itu, Mas?" tanya Meidina memperjelas maksud tatapan matanya. "Apa maksudnya ini, Mas?" tanya Meidina bingung. Hadid tahu. Ce...