Chapter 35

2.7K 123 0
                                    

“jadi yang mana yang kamu pilih?” Tanya Bizzy sembari meminum milk shakenya itu, aku terdiam tidak menanggapi sahabat setengah ini, maksudku… siapa yang menyangka kalau seorang Little Bizzy—well, mereka memanggilnya seperti itu— kembali menjadi temanku? Aku sempat terheran-heran tadi pagi ia menemuiku di perpustakaan dan meminta maaf atas kejadian kemarin, aku tidak mempermasalahkan itu. Karena ya… siapa yang tidak malu diperlakukan seperti itu kepada teman satu angkatan.

“kenapa diam saja? Aku ingin tau siapa yang kamu pilih” ucapnya lagi, kini aku benar-benar tidak menyukai sifat keinginan tauannya itu, aku menghela nafas dan menutup laptopku.

“kamu bisa diam tidak?” balasku sinis, membuatnya sedikit tertawa karena sifatku ini. Aku memang sudah lumayan dekat dengan sipenjilat ini—lagi-lagi mereka mengatakan itu padanya— walaupun aku benar-benar tidak mengetahui asal-asul Bizzy berasal dari kota mana, tapi dia adalah orang terasyik, terkeren, tergaul dan ter-menyebalkan.

Dari sekian anak perempuan di kampus ini, yang tergolong benar-benar cantik dan keren. Tapi hanya Bizzy yang tidak mempedulikan mereka. Maksudku, mereka semua berkelompok dan selalu memilih teman, siapa yang tidak suka dengan sikap itu?

“baiklah, aku akan diam tapi biarkan aku meng-upload foto makan siang kita hari ini” katanya tersenyum lebar.

Aku kembali sibuk membaca dan memahami beberapa rumus matematika ini, sejujurnya aku memang tidak begitu menyukai pelajaran ini.

“jadi, ceritakan lagi padaku tentang Ca—“

“Gabriel!” kami menoleh, oh ya Tuhan, orang yang menjadi pembicaraanku datang, iya datang. Jantungku berdetak kencang saat ia mulai berjalan ke arah meja kami.

“aku tidak tau kamu memiliki teman” ujarnya kemudian menaruh tasnya dimeja.

“oh ya, ini Bizzy” ucapku berusaha bersikap biasa “Bizzy ini Ca—“

“oh hai Cameron, aku tau banyak soal kamu” ucap Bizzy langsung menjabat tangan Cameron yang sebenarnya tidak mengulurkan tangannya, aku langsung menutup wajahku dengan buku matematika, berusaha untuk tidak tau kalau Bizzy benar-benar memalukan.

“jadi Gabriel?” ucap Cameron menatapku, aku menurunkan buku tebal matematika sedikit dan memberanikan diri menatap wajah Cameron yang bingung karena tidak mengenal Bizzy tapi Bizzy tau banyak soal Cameron.

“uhm… jangan dengarkan Bizzy dia memang suka seperti itu” jawabku asal dan langsung menginjak kaki Bizzy. Dasar Bizzy, tidak salah jika banyak yang mengatakan Bizzy ini sebagai The Most of Bitches, kelakuannya sudah seperti ini.

“Gabriel banyak menceritakan tentangmu padaku” sambungnya santai.

Aku membesarkan kedua bola mataku dan menutupi wajahku kemudian menoleh sinis kea rah Bizzy yang hanya tersenyum lebar.

“baiklah, sebenarnya aku ingin mengajakmu makan bersama lagi tapi kamu sudah ada teman” ujar Cameron kemudian.

“a-a-aku…”

“oke baiklah, waktuku sudah selesai dengan Gabriel, kamu boleh bersamanya sekarang. Sampai jumpa sayang!” ucap Bizzy tiba-tiba kemudian tanpa alasan apapun ia mencium pipiku, oh ya Tuhan makhluk apa sebenarnya Bizzy ini.

Aku dan Cameron saling bertatapan, bingung dengan kelakuan Bizzy tadi. Dan akhirnya kami sama-sama tertawa.

“dia aneh”

“gila”

“memang” ucap kami bersamaan lagi, dan lagi lagi kami tertawa karena hal ini “jadi…” aku memulai berbicara.

“ayo kita makan siang, lalu akan aku ajak ketaman dekat kampus ini” ia kemudian beranjak dari tempat duduknya dan mendekatiku yang ada dihadapannya “ayolah” Cameron menarik tanganku pelan.

Kenapa harus seperti ini? Maksudku, aku baru beberapa hari ini mengenalnya dan sudah sedekat ini, bahkan aku tidak tau apapun tentangnya selama ia masih status berteman atau bisa dibilang teman baik dari Brooklyn.

Aku dan Cameron membawa makan siang masing-masing, Cameron yang hanya menggendong tasnya dibagian kanan membuatnya semakin keren, aku hanya mempererat sweater ku. Aku tidak tau kapan ini dimulai tapi sepertinya aku menyukainnya.

****

Aku berjalan cepat menuju halte bus dekat kampus, aku pasti sudah tertinggal bus beberapa menit yang lalu. Apalagi ini sudah mau hujan, aku makin mempercepat langkahku untuk menuju halte. Ku lirik jam tanganku dan ternyata sudah menunjukan pukul lima sore, mungkin ini kali pertamanya aku berlama-lama dengan Cameron hanya berdua.

Baru setengah jalan, hujan sudah turun. Ah sial! Aku bahkan tidak membawa paying atau apapun yang bisa membuatku tetap kering, ku lindungi buku-buku ku lalu berusaha berlari dengan sepatu sialan ini, sepatu yang agak licin saat digunakan seperti ini.

Saat sudah sampai, aku langsung saja membuka sweaterku yang benar-benar seluruhnya basah, kaus putih polosku juga setengahnya basah. Kenapa harus sesial ini, aku lupa mengabari Brooklyn dan sekarang aku tidak dapat bus, ini sudah pukul lima lewat. Aku mengambil ponselku untuk menyuruh Brookyln untuk menjemputku disini.

“Shit! Kenapa harus habis baterainya disaat seperti ini?” aku memukul pahaku sendiri frustrasi. Bagus. Sekarang siapa yang akan menemaniku disini? Aku tidak tau jalan, tidak tau dimana alamat asrama KKL dan tidak mengenal siapapun disini.

Aku menunduk lemas, tidak tau lagi harus apa. Tidak ada siapapun dihalte ini dan gelap.

“ayo pulang”

Aku mendongak, ada rasa takut saat melihat sepatu coklat tepat ada didepanku sekarang. Dan aku tidak bisa menyangka dengan apa yang aku lihat sekarang.

-------------------------------------------

okeee gaissss, aku bakal update ini cerita sesering yang aku bisa. jadi sekali lagi nih yaa author ngomong wkwkw. tolong yaa kalo kalian bisa, sempet dan punya banyak waktu luang yanjazzz. tolong yaa baca cerita aku yang 3 words, kasih feedback kalian disana, sumpah suer aku bakalan bilang terima kasih banget, aku hargaian deh apapun komentar dan ocehan kalian. apalagi aku ini jarang banget yang namanya on di wattpad, ya you knowlah kenapa. udah deh itu aja, kalo banyak-banyak juga kayanya nggak guna buat kalian:''''''

tolong pake banget ya sekali lagi, sayang kalian:*

Nerd GirlsWhere stories live. Discover now