Extra Chapter 1

133K 11.1K 2.8K
                                    

Komen ✅ di sini kalau kamu masih nyimpen cerita ini di library kamu.

Siapa yang dari kemarin-kemarin minta extra chapter? Nih, VZ kasih🤭. Sebelum masuk season 2, boleh kali ya intip extra chapter dulu😆😆

Skuy share cerita ini ke teman-teman kamu. Jangan lupa tag Instagram aku ya🤗. Makasih all♥️

Ah yaa, jangan lupa juga vote dan komen yang banyak yaa, biar makin semangat aku tuh ngetik extra chapter 2 nyaaa🤩🤩

*

Gian Alvares Mahastama

"Hei, kenapa senyum-senyum dari tadi?"

Aku mengangkat kepala, melihat istriku yang sepertinya mengobservasiku dari tadi. Ia berjalan dan menghampiriku yang berada di atas kasur. Tadi ia membaca buku di sofa dekat pintu balkon, sementara aku bersandar di kasur karena kadar kemageran yang tinggi akhir-akhir ini.

Aku kira ia emang fokus membaca buku biografi yang kami beli beberapa hari yang lalu. Baca buku biografi para ilmuwan menjadi kesehariannya sejak hamil. Tidak hanya membaca, ia juga menghafal poin-poin penting dari buku itu, bahkan meringkas isi buku tersebut dengan tulisan tangan pada buku notesnya.

Aku jadi khawatir kalau anak kami sudah lahir, yang ada di pikirannya adalah nama-nama ilmuwan yang selalu Mamanya pelajari selama mengandungnya.

"Jawab, Mas!"

"Nggak papa," jawabku sambil tersenyum dan meraihnya pada pelukanku. "Tadi lihat ini, lucu," ucapku sembari menunjukkan video balita dari YouTube.

"Oh...Aku kira lagi chat-an."

"Enggak lah. Lagian mana ada sih cewek yang berani nge-chat aku."

"Aku nggak bilang cewek loh padahal."

Mampus kau, Gian Alvares Mahastama! Hahaha

Aku tidak menyahut, karena memang tidak ada yang perlu diperbincangkan soal itu. Kubiarkan ia mengambil ponselku, memutar ulang video balita yang tadi kutonton.

Spontan tanganku mengelus perut buncitnya yang langsung dihadiahi pukulan kecil olehnya. "Masih geli ya?" tanyaku.

"Iya," jawabnya pelan.

"Yang Papanya siapa, yang bisa ngelus siapa," gumamku pelan berharap ia mendengar keluhanku.

Selain rajin membaca buku, ia juga tidak suka kalau perutnya dielus olehku. Ya, hanya aku. Sungguh fakta yang menyakitkan bukan? Masa yang bikin, nggak boleh elus sih! Ini nggak adil namanya.

"Nanti anak aku lucu nggak ya kaya mereka?" Nara bergumam sendiri sembari memperhatikan balita kembar yang ada di video.

"Lucu. Dijamin ori kelucuannya. Turunan papanya."

"Kamu nggak lucu, Mas. Yang ada garing."

Iya, sayang, iya.

"Tapi kamu keren, hebat, ganteng, manis, romantis, pokoknya banyak lah."

Bibirku langsung terangkat membentuk senyuman lebar. Paling jago emang kalau soal ginian. Diledekin dulu baru dipuji. Tapi tetap aja ini jantung dag dig serrrr.

"Makasih loh," ujarku lalu mencium pipi kanannya yang makin bertambah kekenyalannya. Berat badannya juga bertambah dan membuat spot-spot tertentu semakin berisi. And I like it.

"Anak kita cowok apa cewek ya?"

"Belum tahu. Kan belum periksa lagi. Mau cowok atau cewek yang penting sehat." Setiap mau periksa jenis kelamin, si janin tidak mau memperlihatkannya. Mungkin malu kali ya dianya. Alhasil, sampai sekarang kami belum mengetahui jenis kelaminnya.

Dosen Bucin (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now