6 - Berdua

290K 26.9K 1.7K
                                    

Fyi, jangan lupa VOTE + KOMEN
thank you💓💓

*****

Dan tiba-tiba semuanya gelap.

Sepertinya lampu sudah dimatikan, itu tandanya kampus sudah ditutup dan dikunci.

Sebisa mungkin aku menenangkan diriku. Mencoba tidak panik dan berpikir semua akan baik-baik saja.

Kulanjutkan langkahku menuruni tangga demi tangga. Tentu dengan bantuan lampu senter dari ponselku. Lebih baik aku ke ruangan Pak Gian, mungkin dia masih ada di ruangannya. Aku berharap begitu. Baterai ponsel ku sudah merah, kugunakan baik-baik sebelum aku benar-benar terkurung di gedung ini.

"Pak?"

"Saya kira kamu sudah pulang."

Kulihat ia sedang makan roti dan ada beberapa pizza di mejanya, mungkin itu makan malamnya. Tidak lupa lilin yang meneranginya. Pakaiannya juga sudah rapi, bukan kemeja ataupun celana panjang. Terkesan seperti baju di rumah.

Buku-buku yang tadinya berserakan juga sudah tertata rapi kembali di tempatnya. Berapa lama aku berada di rooftoop?

Aku tidak memedulikannya. Kuambil tasku dan memasukkan map absen yang sudah ditandatangani itu.

"Gedung sudah ditutup." Langkahku terhenti saat ia mengucapkannya.

"Terus?"

"Para staf juga sudah pulang, biar satpam sekalipun."

"Kamu lapar kan? Sini gabung. Tidak usah malu-malu."

Akupun mendekat. Duduk di sofa yang berhadapan dengannya. Kemudian mengambil salah satu bungkusan roti untuk kumakan.

"Ponsel Bapak?" tanyaku saat melihat ponsel mahalnya sedikit hancur.

"Layarnya pecah. Tadi jatuh. Mungkin karma bagi saya, karena sudah membentak kamu."

"Maaf, Pak. Salah saya."

"Saya yang harusnya minta maaf. Mungkin dengan mengiyakan keinginanmu tadi, kamu tidak akan tertahan disini. Sorry."

"Benar-benar nggak bisa hidup lagi Pak?"

"Apanya?"

"Your phone."

"Mati total. Kenapa?"

"Yah, ponsel saya juga udah mati Pak. Baterainya udah habis." Pak Gian hanya mengangkat bahunya.

"Terus gimana ini Pak? Nggak mungkinkan semalaman ada disini?"

"Why not?"

"Seriously? Bapak nggak mau pulang."

Bukannya menjawab, Pak Gian malah membalikkan pertanyaanku. "Emang kamu mau pulang?"

"Menurut Bapak?" jawabku kesal, dan ia terkekeh.

"Nggak lucu tahu pak."

"Ya ya ya ya."

Hening pun melanda. Aku menikmati rotiku begitu juga dengan Pak Gian.

"Bapak nggak takut istrinya nyariin?" tanyaku kepo. Sebenarnya aku takut juga. Gimana kalau istri Pak Gian tiba-tiba datang, dan mengataiku pelakor, mengingat aku berada di ruangan Pak Gian.

"Istri?"

"Iya, istri Bapak. Bapak jangan pura-pura lupa deh."

"Saya nggak punya istri. Saya aja belum menikah"

"Bapak jahat banget. Bapak mau selingkuh ya? Jelas-jelas kemarin mata saya lihat Bapak di rumah sakit sama istri Bapak."

"Selingkuhnya sama kamu, disini?" Dasar edan. "Itu adik saya. Adik ipar saya sedang di luar kota kemarin, jadinya saya yang menemani konsul ke rumah sakit."

"Nggak percaya?" tanyanya dan aku tentu menolak percaya.

"Ya sudah kalau nggak percaya."

"Saya takut, Pak." Kulihat ia berhenti memakan makanannya.

"Takut?"

"Saya takut istri Bapak marah, terus tiba-tiba datang kesini mencari Bapak, dan malah mendapati Bapak dengan seorang perempuan, dan itu saya. Nanti istri Bapak mengatai saya lagi jadi pelakor," jelasku cepat.

"Hahahahaha...ya ampun kamu lucu banget," balasnya masih sambil tertawa.

"Saya beneran nggak punya istri, saya belum menikah. Itu adik saya, adik kandung saya. Kamu nggak perlu mikir sejauh itu. Kalaupun saya punya istri, dia bakal senang saya ada disini."

"Lah, bisa gitu..."

"Kamu sendiri gimana? Pacar?"

"Saya nggak punya pacar pak."

"Jomblo," ejeknya.

"Saya baik-baik aja dengan label itu. Lagian saya masih kuliah, jadi tidak pacaranpun tidak masalah bagi saya. Bapak tuh, yang perlu dipertanyakan? Masa belum menikah?"

"Saya lagi menjemput seseorang." Alisku naik mendengar ucapannya.

"Jadi Bapak lagi berjuang nih?"

"Ya, tolong doakan saya supaya berhasil."

"Iya iya deh Pak. Semoga Bapak berhasil menjemputnya. Amin," ucapku sambil tersenyum. Dan Pak Gian juga ikut tersenyum mendengar ucapanku.

"Minum dong, Pak. Haus nih. Bapak kalau berbuat baik tanggung-tanggung amat sih. Kalau sediain makan, harus sediain minum juga dong Pak," pintaku saat tidak melihat satu botol minumanpun selain yang ada di tangannya.

"Bukannya bilang makasih sama saya. Nih minum sepuasmu."

Akupun menerima botol minuman besar itu. Kuteguk banyak-banyak seakan tidak ada air di hari esok.

"Intinya, kita tidak bisa keluar dari gedung ini."

"Nggak ada jalan lain gitu, Pak?"

"Tidak ada. Gerbang pasti sudah ditutup."

"Eh eh eh, Bapak mau kemana?" tanyaku panik saat Pak Gian berdiri dan seakan pergi.

"Tidur," jawabnya singkat tanpa memperdulikanku. Ia juga membawa lilin yang kurasa akan mati sebentar lagi.

"Tunggu Pak, saya ikut."

"APA?"

*****

SPAM NEXT

Hayoooo, Sarah mau ikut Pak Gian tidur. Kira-kira apa ya yang bakal terjadi.

Tunggu kelanjutannya

Salam,
VZ

Dosen Bucin (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang