30 - Pindahan

279K 24.7K 1.9K
                                    

Hai semuanya 🤗🤗🤗

Kalian apa kabar?

Maaf yah, kemarin aku nggk jadi update, jaringan nggk ada guys.

So, pagi ini aku bakal update yahh.

Jangan lupa VOTE dulu
😆😆😆

Siap mengisi komentar tiap paragrafnya?

*****

Sedari pagi, aku sudah semangat untuk memberesi barang-barang ku. Yaps, aku akan segera pindah ke rumah barunya Om Haris.

Kemarin malam Om Haris menghubungiku dan memberitahu kalau hari ini kami sudah bisa tinggal di rumah baru. Dan yang bikin senang lagi ialah Bang Rafael pulang dari Singapura.

Pak Gian turut membantuku dalam mengepak barang-barang ku. Tapi, wajahnya terlihat murung sejak tadi pagi. Apa karena aku mau pindahan?

"Pak, Bapak niat nggak sih bantuinnya?" tanyaku protes karena Pak Gian asal menyusun buku-buku ku ke dalam box.

"Kamu nggak usah pindah dong Ra," bujuknya untuk kesekian kalinya.

"Saya nggak punya alasan lagi untuk tetap tinggal disini Pak," sahutku sambil memasukkan beberapa skincare dan make up ku ke dalam tas.

"Masa kamu tega sih ninggalin saya disini sendiri."

"Sebelum saya disini Bapak juga sendiri," sahutku tak mau kalah.

"Tapi itu beda sayang."

"Saya sama Bapak bakal dikatain yang nggak-nggak karena tinggal bersama tanpa ada ikatan," jelasku.

Padahal seminggu ini juga udah tinggal bareng, dasar aku.

"Makanya ayok Ra bikin ikatan," ujarnya dan aku memelotot.

"Ikatan rumah tangga," tambahnya dengan seringaian di bibirnya.

Mataku langsung terbuka lebar saat mendengar perkataan Pak Gian. Santai sekali anda ya pak. "Astaga Pak! Bapak makin halu ih," pekikku.

"Kan halunya sama kamu," ujarnya sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Gaya hidup saya bukan kohabitasi Pak," sahutku.

"Kohabitasi? Maksudnya?"

"Masa Bapak nggak tahu sih arti kohabitasi."

"Iya, nggak tahu. Makanya jelasin dong,"

"Kohabitasi itu artinya hidup bersama tanpa ada ikatan yang sah. Kayak pasangan-pasangan di luar negeri itu loh Pak. Bahkan mereka sampai punya anak loh, tapi mereka nggak menikah. Ya itu bukan masalah sih selagi mereka masih saling mencintai, udah jadi budaya gitu nggak sih disana. Beda kalau di Indonesia, budaya kita kan nggak menganut kohabitasi. Tinggal bareng tapi nggak sah."

Pak Gian hanya mangguk-mangguk saja mendengar penjelasanku. Aku menyipitkan mataku saat sesuatu terlintas di pikiranku.

"Bapak waktu studi di luar negeri tinggal sama siapa Pak?" pancingku.

"Sendiri,"jawabnya datar.

"Masa sih? Nggak percaya. Bapak nggak punya pacar atau friends with benefits gitu?"

"Nggak lah, ngapain juga."

"Bule di Inggris kan cantik-cantik Pak, di Singapura juga," ujarku mulai memancing.

Dosen Bucin (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang