19 - Malam Minggu

273K 30.4K 4.2K
                                    

Double up nih. Pak Gian nemenin malam minggu kalian.

Please banget, jangan jadi readers yang diam aja. Aku berharap kalian juga dukung aku untuk cerita ini. Dengan kalian vote dan comment itu sangat membantuku.

Cuman VOTE juga nggk papa kok.

Dari aku yang berharap,

VZ

Selamat membaca semua🥰🥰

*****

Ini aku nggak salah lihat kan. Rumah besar milik keluarga Pak Gian benar-benar mewah. Dari interior depan hingga area halaman belakangpun sungguh luar biasa. Benar-benar keluarga sultan. Ya iya sih, selain mengelola bidang pendidikan, keluarga Pak Gian juga dikenal sebagai pengusaha di bidang perhotelan dan ressort bintang lima.

"Nara, Tante kangen banget sama kamu." Tante Ana tiba-tiba memelukku saat kami tiba di ruang makan.

"Ahh iya, Tante."

"Ayo kita ke belakang. Ngomong-ngomong, makasih loh udah bantuin Ares belanja."

"Ahh iya, nggak papa Tante."

"Wah, sepertinya Mama kebelet pengen punya mantu," celetuk Kak Neta saat kami tiba halaman belakang yang lumayan luas.

"Ya habisnya Ares sama Kiano nggak pernah bawa cewek ke rumah. Ya udah, Mama aja yang bawa." Aku jadi semakin kikuk mendengar perkataan Tante Ana.

"Nara, anggap seperti rumah sendiri ya. Tante kesana dulu. Nanti kita ngobrol ya."

"Long time no see Kak Nara," ujar Feli yang membuatku tersenyum.

"Ada-ada aja kamu, kita belum lama loh ketemu."

"Aku nggak tahu ya Kak, atau ini hanya perasaanku aja. Kalau nggak ketemu Kakak tuh rasanya kayak kosong gitu Kak." Aku memutar bola mataku malas. Feli ini memang sebelas duabelas sama Pak Gian, suka menggombal.

Karena tidak mau berdiam diri saja, aku dan Feli membantu membersihkan dan memotong sayur wortel. Tante Ana sibuk dengan penataan meja dan kursi yang dibantu Pak Gian juga Mas Kiano. Pak Tama asyik bercanda gurau dengan Opa dan Oma. Kak Neta sibuk dengan bayinya yang juga dibantu suaminya, Mas Bram.

Begini rasanya punya keluarga besar. Kalau mengadakan pesta kecil-kecilan, seru. Lain hal denganku yang anak tunggal.

"Feli bisa masak?" tanyaku memulai obrolan.

"Bisa dipukul Oma sama Mama aku Kak kalau nggak bisa."

"Lah, bisa gitu."

"Prinsip keluarganya Papa kan gitu. Perempuan itu harus bisa masak."

"Makanya itu kamu harus bisa masak," kataku yang diangguki Feli.

"Iya Kak. Terus kan Kak, kalau nanti Mas Ares sama Mas Kiano punya cewek, mereka itu harus bisa masak pokoknya, kalau nggak, out deh jadi menantu keluarga Mahastama." Aku hanya mangguk-mangguk saja mendengar penjelasan Feli.

"Kak Nara pasti jagolah masak. Yakin aku tuh." Aku mengerutkan dahiku. Perkataan Feli ini seperti mengandung hal yang tersirat.

"Sudah selesai?" tanya Pak Gian. Ia duduk tepat di sampingku.

"Bantuin dong, biar cepat siap."

"Ya udah sini pisaunya, kamu bantu Mama sana."

"Oke. Bye Kak Nara." Feli sepertinya sengaja membiarkanku berdua disini dengan Pak Gian.

Dosen Bucin (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang