Extra Chapter 2

113K 9.1K 1.2K
                                    

Akhirnya update juga nih 😆😆 sesuai janjiku di atas tanggal 20-an, hari ini masih tanggal 28 kok.

Panasin dulu yuk bab ini🔥🔥🔥

Btw, makasih banyak atas ucapan dan doa kalian atas hari kelahiranku di bulan 4 kemarin. Aku gak bisa balas satu-satu, tapi aku baca semua komentar kalian🥰🥰

Doa yang sama, semangat yang membara juga pada kalian✨✨🔥

Selamat ulang tahun buat kamu yang lahir di bulan 5,6,7 🤭🤭

Dah dah, mari kita baca kebucinan dan ke-alay-an dari Mas Ares tercinta 💙💙

*

Gian Alvares Mahastama

Setelah seharian penuh di kantor berkutat dengan data dan rapat, akhirnya aku bisa pulang. Berkali-kali ponselku berdering dan mendapati nama istriku di sana. Sejak hari ini, kami memang akan tinggal di rumah orang tuaku. Supaya ia tidak kesepian di apartemen, dan ada orang yang akan mengawasinya selagi aku bekerja.

"Iya, ini udah di garasi," jawabku setelah mengangkat panggilan dari Nara. Gadis-ralat, perempuan itu sungguh tidak sabaran berjumpa denganku.

"Nggak usah turun," peringatku sebelum Nara mengatakan hal-hal yang bikin aku khawatir. Aku menatap Kiano, yang duduk sambil merokok di teras-penghubung garasi dan pintu samping.

"Jangan keseringan merokok."

"Iya. Bawel banget deh," sewotnya sambil melihat ponselnya. Tadi kami pulang bersama, dengan Kiano yang mengendarai motor, dan tentu aku di boncengannya. Untung juga dia lewat, saat mobilku tiba-tiba mogok di lobi kantor. Ya iyalah ya, itukan kantor dia, sementara aku hanya membantunya di sana hari ini.

"Lo udah makan belum?" tanyaku sebelum memasuki rumah.

"Udah," balasnya lagi.

"Ya udah mandi sana," ucapku lagi dan ia hanya mendengkus. "Patah hati juga butuh kewarasan loh," seruku kuat dari dalam rumah.

"BANGKE LO BANG!" Aku langsung tertawa mendengar teriakannya. Anak itu memang susah diajak waras kalau lagi patah hati.

Menaiki tangga menuju lantai 2, ponselku kembali berdering dari Nara. Aku sedikit berlari agar cepat sampai ke kamar. Aku agak terkejut melihat ia sudah berdiri di depan pintu dengan wajah sedikit masam.

"Hai," sapaku.

"Dari garasi ke sini seberapa jauh sih, Mas?"

Aku langsung terkekeh mendengar omelannya. "Yang penting udah sampai di sini kan?" Nara mengangguk. Aku menarik tangannya untuk masuk, lalu mengunci pintu kamar dari dalam.

"Tadi-"

"Mandi dulu, Mas Ares," ujarnya penuh penekanan.

"Oke," balasku patuh. Selayaknya seorang anak patuh pada ibunya, aku langsung bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Tidak butuh waktu lama, aku sudah berpakaian baju tidur yang telah disiapkan Nara di dalam kamar mandi. Ibu hamil itu benar-benar membuatku harus ganti baju di kamar mandi juga.

Keluar dari kamar mandi dengan badan lebih segar, aku berjalan menuju kasur di mana ia berada.

"Ini tidur beneran?" gumamku karena matanya sudah tertutup.

"Boongan," jawabnya dan aku terkekeh.

Aku duduk di sebelahnya, di pinggir kasur. "Makan malam tadi, makan apa?" tanyaku sembari mengeringkan rambutku dengan pengering rambut miliknya. Aku cukup ahli menggunakannya sekarang, berkat tutorial yang diberikan oleh Nara.

Dosen Bucin (Sudah Terbit)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon