40 - LDR

219K 19.8K 2.1K
                                    

Lama tidak berjumpa sobat-sobat bucin😉

Semoga kalian sehat-sehat ya, jaga diri, jaga kesehatan, jangan cuman jaga doi yang online tapi gak bales chat. Sadis...

Bantu VZ buat share, vote, dan komen chapter ini yak,

Chapter yang panjang ini, VZ berikan buat kalian, jadi boleh dong minta komennya yang banyak, 🤭

Selamat membaca, 🤗

*****

Ini sudah dua hari berlalu sejak kejadian di rumah sakit, dan Mami sama sekali tidak menanggapi, minimal membahas bersama-sama denganku. Setiap kali aku mencoba mengajak Mami berbicara, Mami selalu mengalihkan atau memotong pembicaraan, dan aku makin uring-uringan dibuatnya.

Sepertinya aku mengalami LDR. Bukan Long Distance Relationship tapi Long Distance Restu.

LDR yang ini tentu lebih parah sih dari LDR yang biasa, yang hanya beda jarak. Lah aku, LDR karena restu orang tua. Sad banget hidup aku.

Aku tidak henti-hentinya berdoa memohon ampun dan minta petunjuk pada Tuhan agar Mami memberi izin atau setidaknya memberi kami kesempatan untuk membuktikan keraguan Mami.

Help me, God.

Karena aku selalu kepikiran soal itu, aktivitasku jadi tidak efektif. Skripsiku jadi mandek, padahal minggu depan aku harus menyebar skala penelitian ke perusahaan. Selama dua hari ini juga, aku nonaktif dari media sosial, yang membuat Pak Gian dan sahabatku menghubungiku lewat telepon biasa atau SMS.

Mami dan Tante Renata sedang pergi berbelanja.

Sementara aku duduk di meja pantry seraya menikmati mi goreng buatan Mami, lalu ditemani film layar lebar, dan itu sungguh suatu kenikmatan yang hakiki.

Dan sekalian menunggu Bang Refan pulang ke rumah sesuai janjinya.

Aku salut sih sama Bang Refan. Walaupun kantornya masih satu kota dengan rumah Om Haris, Bang Refan memilih tinggal di kontrakan dengan teman-teman polisinya, katanya biar mandiri.

Tapi yakinlah, alasan utamanya bukan itu. You know what I mean, Bang Refan itu pengen bebas berduaan, pacaran, and others.

Ckck, Bang Refan emang berani banget.

"Ini mi dari mana?"

Lah, yang diomongin udah tiba rupanya. Aku melihat Bang Refan yang masih lengkap dengan seragam polisinya. Sepertinya Bang Refan langsung menuju kesini tadi.

"Dimasak Mami, tuh masih ada, kalau Abang mau sih."

"Bikinin dong," titah Bang Refan seenaknya.

"Lagi serius, gak mau diganggu."

"Lagi males gerak."

"Situ punya tangan sama kaki kan?"

"Ayo dong, Dek. Capek banget tadi di lapangan."

"Bukan urusanku."

"Hubungin Mas Ares, ah."

"Oke, aku ambilin. Puas!"

Dengan langkah sebal, aku mengambil piring dan garpu serta mengisinya dengan mi goreng buatan Mami.

"Tawa aja terus!" seruku karena gelak tawa Bang Refan yang memenuhi ruangan.

Ngancamnya emang bener-bener ya.

"Makasih lho udah dibuatin. Sering-sering ya, Dek."

"Bodo amat."

Dosen Bucin (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now