7 - Terciduk

302K 28K 2K
                                    

Gimana-gimana....part kemarin????
Jangan lupa VOTE dulu, hehehehe....

*****

"Eh eh eh, Bapak mau kemana?" tanyaku panik saat Pak Gian berdiri dan seakan pergi.

"Tidur," jawabnya singkat tanpa memperdulikanku. Ia juga membawa lilin yang kurasa akan mati sebentar lagi.

"Tunggu Pak, saya ikut."

"APA?"

*****

"Kok berhenti, Pak?"

"Really? Saya mau tidur. Dan kenapa kamu mengikuti saya?"

Aku menggaruk kepalaku. Tak tahu jawaban apa yang harus kuberikan. "Kalau gitu Bapak tinggalin dong lilinnya."

"Lilin punya saya, kenapa kamu yang marah?"

"Tega banget Pak, tinggalin saya di tempat gelap kek gini?"

"Lebih tega mana kalau kamu tidur sama saya?"

"Lah, emang kenapa?"

"Saya laki-laki."

"Lah, emang bener kan Bapak----" Aku melongo melihat Pak Gian, bisa-bisanya berpikiran seperti itu. "Bapak mau macam-macam sama saya?"

"Kamu mau saya macam-macam sama kamu?" Aku mendelik mendengar omongannya.

"Bapak itu dosen bukan sih? Kemarin aja, ngatain saya minus attitude, lebih minus mana, saya atau Bapak?"

"Ahh, sudahlah. Saya ngantuk. Bye." Belum sampai ke tujuannya, Pak Gian berbalik arah.

"Ini saya kasih lilinnya, saya----"

"Wah, lampunya udah nyala pak." Aku langsung mengambil ponsel ku dan mengisi dayanya.

"Bapak nggak mau isi daya ponsel Bapak?" Kulihat Pak Gian bingung, seperti sedang berpikir.

"Ponsel saya sudah rusak kalau kamu lupa."

"Eh iya yaak."

"Bisa sekarang kamu -----"

Cklek.

Sontak aku melihat siapa yang membuka pintu ruangan Pak Gian.

"Ares, kamu ngapa--- Siapa?" Aku langsung terkejut ketika melihat Ibu Ana. Ini, aku nggak lagi mimpi kan? Wanita yang berdiri di depanku ini adalah Ibu Ana, istri dari Pak Tama, pemilik kampus ini.

"Pacar Ares?" Aku langsung tersadar ketika pertanyaan meluncur dari Ibu Ana.

"Bukan bukan Bu," jawabku cepat. Aku semakin menaruh curiga. Jangan-jangan Pak Gian ini selingkuhan Ibu Ana. Melihat bagaimana raut mukanya saat ini, aku semakin yakin kalau Pak Gian adalah selingkuhannya.

"Dia mahasiswiku, Ma."

APA? Aku tidak salah dengarkan, kalau Pak Gian bilang 'Ma'. Ini gila sih, selingkuhan aja panggilannya mama.

"Ibu, jangan mau dekat-dekat Pak Gian. Bahaya Bu. Nanti suami Ibu tahu," ujarku. Pak Gian dan Ibu Ana menatapku, tampak sekali mereka bingung dari kerutan dahinya.

"Suami saya tidak masalah." Aku semakin melongo mendengar ucapan Ibu Ana.

"Mama nggak usah jawab dia."

"Sini-sini. Nama kamu siapa?" Ibu Ana mengajakku duduk di sofa dan menggemgam tanganku. Aku belum bisa mencerna pertanyaan Ibu Ana.

"Apa aku akan diancam?" tanya batinku bergemuruh.

Dosen Bucin (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang